Thursday 29 September 2016

Aku Mencari Teman

| |





Pernah dicuekin?
Ngerasa ngga dianggap?
Atau asing ditengah kerumunan?
Siapapun, sepertinya pernah.


Aku juga pernah.

Tiba-tiba teman menghilang, bicara tak di dengar, atau merasa sendiri ditengah keramaian?

Tapi ku rasa, itu bukan salah mereka. Iya, mereka tak salah.

Berapa kali dicuekin? Sekali? Dua kali? Ah, seingatku sudah berkali-kali.

Sedih? Bukan, itu malah membuatku banyak berfikir. Dimana salahku? Apa yang membuat mereka belum bisa menerimaku? Anehkah diriku di mata mereka? Atau, kenapa mereka merasa bahwa aku tak ada?

Saat kecil, kita sering diajari oleh orang tua dan guru, jangan pilih-pilih teman. Semua teman itu baik, jadi bersikap baiklah dengan semua. Tapi pada level tertentu, aku memilih teman. Karena aku tak bisa berbagi banyak hal pada banyak orang. Hanya dengan orang tertentu, aku bisa berbagi tentang kepenulisan, film, buku, karya seni, dan sebagainya. Sebagian yang lain bisa kuajak berbagi tentang mata kuliah, diskusi ekonomi, politik, atau berita terbaru. Sebagian yang lain hanya terasa nyaman saat berjalan menikmati indahnya alam. Iya, mereka semua tak sama dengan karakter dan sifatnya.

Lalu, mana mungkin aku bisa menjadi baik bagi mereka semua? Tentu saja, aku tak bisa, dan mungkin tak akan pernah bisa. Akan selalu ada orang yang menilai salahku, kekuranganku, bahkan buruknya sikapku. Baik itu relatif bukan? kita tak mungkin menjadi baik bagi semua orang. karena diantara semua orang itu, akan selalu ada orang-orang yang menemukan cela. Ngga percaya? Buktiin aja.

Maka percayalah, akan sangat sulit membuat semua orang menyukai sifat dan kelakuan kita. Begitu juga dengan tulisan. Siapa bisa memaksa pembaca untuk suka? Siapa bisa menyuruh pembaca untuk tertawa? Mereka melakukan sendiri jika memang merasa tertarik dengan tulisannya, bukan semata karena kita. Ini masalah selera.

Begitu juga dengan teman, tergantung selera. Jika dalam satu komunitas kita belum merasa nyaman di dalamnya, jangan salahkan mereka semua. Emang kita siapa? Bagiku, alangkah ruginya jika menyalahkan mereka tanpa melihat kesalahan sendiri. Atau, betapa egoisnya diri kala tak mau dianggap salah, sudah merasa terasing padahal tak seorangpun mengasingkan?

Mungkin aku yang belum bisa berbaur, menanggapi cara mereka berbicara, mengatur bahasa, mengundang tawa, sehingga dapat duduk bersama sebagai saudara? Mungkin aku yang terlalu egois, memaksa mereka menerima, menginginkan mereka mengerti tentang kita. Emang kita siapa dimata mereka?

Ah sudahlah, hentikan saja semua prasangka. Kembali ke alam nyata.

Bukankah jiwa manusia itu punya semacam magnet, yang akan saling mendekat antara jiwa yang punya gelombang sama? maka hobi atau kegiatan tertentu bisa menjalin komunitas, kesolidan, dan kerjasama kemudian. Jangan heran.

Bukankah siapa dan bagaimana sebuah pribadi itu bisa dinilai dari siapa temannya? Maka jika ingin jadi orang baik, bergaullah dengan orang baik agar menjadi baik.

Ini pengalamanku, tak satu kalimatpun ingin mengajarimu bagaimana mencari teman. Ini hanya bagian dari perjalananku, yang boleh kau nilai baik, atau sebaliknya. Yang boleh kau nilai benar, atau tunjukkan dimana salahnya.

Selama ini, begitu banyak tawaran komunitas yang bisa kuikuti. Berdasarkan kegiatan yang kusuka, tentu saja. Tapi buktinya, tidak semua menjadi “dekat” pada akhirnya. Dan dari beberapa komunitas itu pula, tak jarang aku menemukan saudara, yang seolah sudah kenal begitu lama, padahal baru saja bersua, lewat dunia maya pula.

Entah bagaimana awalnya, ketika gabung dalam satu komunitas, akan ada “orang-orang yang se-aliran jiwa” berbaur dalam berbagai cerita. Lalu semakin dekat secara personal... dan, akhirnya semakin dekat layaknya saudara.

Ada pula yang sering berbagi cerita, kemudian begitu menyenangkan saat bercanda.

Ada yang bercakap pun tak “nyambung” rasanya, hingga akhirnya aku memilih mundur saja. Menghindari forum cerita. Daripada meletupkan emosi akhirnya? Lebih baik membaca buku atau belajar yang lain.

Ada yang membaca bahasa percakapannya saja diam-diam meletupkan inspirasi. Aku memilih mendoakannya dalam diam, agar ia selalu dalam kebaikan.

Ah, kamu mau jadi temanku yang seperti apa?

Seperti apa yang pernah seseorang sampaikan, “semoga pertemuan kita dari awal hingga akhirnya selalu dalam kebaikan, biar hidup kita menjadi rangkaian kebaikan”. Apapun yang terjadi, anggaplah sebagai pelajaran bagi diri sendiri. Supaya bisa bersikap lebih baik nanti.

#OneDayOnePost
#Renungan

2 comments:

Wiwid Nurwidayati said...

setuju sekali dengan paragraph terakhir

Ainayya Ayska said...

Kalau Ainayya, memilih teman itu perlu. Yang tak boleh dilakukan itu membeda-bedakan teman. Hehehe

Post a Comment

Popular Posts

Blogger templates

Blogroll

About

Search This Blog

Powered by Blogger.
 

Designed by: Compartidísimo
Images by: DeliciousScraps©