Tuesday, 29 March 2016

Surat Buat Hasna -3

| |



Bagi yang belum tau cerita awalnya...bisa dibaca dulu



Biar nyambung sama cerita yang sekarang... 

Tentang Surat Buat Hasna

Begini, surat itu memang ditulis... berlembar-lembar kertas (akhirnya) kakak habiskan bersama puluhan tetes tinta dalam batang-batang pena. Ia simpan rapi dalam amplop masing-masing. Setiap kali menerima surat, Hasna hanya berhak untuk satu amplop. Surat berikutnya harus diberikan sesuai tanggal yang dia rencanakan. Aku membayangkan, isi surat itu akan sesuai dengan usia hasna saat menerima. Akan ada nasehat dan curahan perasaan ayah untuk anaknya. Bukankah mengharukan membaca tulisan tangan seseorang yang berarti, namun ia telah tiada?


Hari terus berganti. Kini genap sebulan sejak vonis sakit itu. Kakak masih menjalani cuci darah rutin, masih merasa lemas sekujur tubuhnya tiap selesai menjalani perawatan rutin. Tidak ada banyak perubahan yang dirasakannya. Meski dengan menjaga pola makan, kegiatan, dan olahraga sesuai kebutuhan ia masih merasa semuanya stabil.

Ia bisa melakukan kegiatan layaknya orang normal, mengecek BMT peninggalan kakakya, memastikan semua berjalan seperti seharusnya. Ia masih bisa menengok Hasna disekolah (oh ya, Hasna sudah masuk Baby Class sejak usia setahun, karena bundanya sering mengeluh kelelahan jika Hasna hanya dirumah sementara ia harus bekerja sebagai guru Honorer di sekolah dekat rumahnya). Ia masih bisa memasak, menyiapkan makanannya sendiri, dan membersihkan rumah. Asal jika sudah merasa mulai lelah, ia harus segera istirahat. Dan jika terpaksa, kakak biasa memanggil Mak Inah, tetangga dekat rumah yang juga pengasuhnya sejak kecil untuk membantu.

Hanya mak Inah yang tau banyak soal sakitnya. Tetangga lain tak perlu tau. Untuk apa? Mengundang simpati dan kasihani mereka? Tidak. Selama kakak masih bisa bertahan, ia akan bertahan. Sifat tak mau merepotkan orang lain, sudah melekat erat dalam pribadinya sejak pertama kali ku kenal di SMA dulu. Bahkan “mantan” istrinya juga belum tahu soal penyakit ini.

Kenapa pula dokter itu menyarankan cuci darah sesering ini? Kakak mulai bosan, sepertinya. Cuci darah rutin itu tak hanya menguras energi, tapi juga finansial dan kesempatannya untuk berbuat lebih banyak. Iya, karena beberapa hari sebelum dan sesudahnya tak banyak aktifitas yang boleh dilakukannya. Dan kembali, ia harus merepotkan mak Inah. Meski mak Inah senang membantunya.

Semua masih berjalan seperti yang ia inginkan. Sampai suatu hari, ia menerima surat penggilan dari Pengadilan Agama, sidang cerai pertama. Tertegun sejenak ia membaca surat itu, ia tahu tak mungkin lagi mengubah keputusan. Toh tak akan ada yang berubah jika ia mengurungkan niat cerai. Bahkan mungkin, bundanya Hasna... entah apa yang akan dia lakukan jika sampai rencana perceraian itu gagal.

Sebelumnnya beberapa surat panggilan untuk pembinaan juga sudah melayang kerumah, yah prosedur orang mau cerai kan ngga bisa langsung cerai gitu aja. KUA dan pengadilan agama akan mempertimbangkan setiap kasus pengajuan cerai itu layak dilanjutkan atau tidak. Kalau masih bisa dikembalikan, mereka akan menyaraknak perceraian tidak dilakukan. Tapi tak sekalipun kakak menanggapi. Ia sudah tak ingin peduli, disamping memang  harus sering check kesehatan ketempat dokter Farid.

“Dek, baiknya aku datang engga ya ke sidang cerai?” ia bertanya padaku di hari yang sama surat itu datang.

“Umm, terserah kakak sih.... tapi kalau menurutku engga usah aja kak..”

“kenapa?”

“engga kenapa-kenapa.... cuma buat apa juga kakak dateng?”

“maksudnya?”

“iya buat apa.... kakak dateng kesana buat dengerin alasan dia minta cerai, yang menurut versinya itu sudah keputusan terbaik. Tentu ia akan menyampaikan alasan-nya kan?

“Iya sih,... tapi emang salah kalau kakak dateng?”

“Duh, gimana ya kak...” aku tak enak menyampaikan apa yang lewat di otak.

“hmm...?” ia memaksa

“Aku khawatir aja,... kalau kakak dengarkan alasannya.... nanti kakak jadinya pengen bantah karena mungkin saja kan dia salah?”

“Terus..?” aku tahu dia tak akan puas sampai paham alur pikiranku.

“Terus,.... kakak marahi dia disana..”

....
Hening.

Aku tak berani lagi meneruskan.

“Terus...?” beberapa menit kemudian ia membalas.

“Terus,,...teruss.... nabrak!!” berikutnya kukirim sticker tertawa lepas.

“Dekkk..... seriuussss”

Ahay, sejujurnya kadang aku senang membuatnya kesal dan penasaran. *Opssss

“Kakak, coba kalau kakak marah disana, apa gunanya?”

“hmm...?” tak ada kata lain, tapi aku membayangkannya sedang mengernyitkan dahi saking inginnya mengerti maksudku dalam kalimat sebelumnya.

“Umm,, emang kakak masih pengen balikan sama dia?”

“Kok bisa adek mikir gitu? Setelah dia yang habiskan ratusan juta tabungan kakak, sering marah-marah dan membanting barang dirumah, lari dari tanggungjawabnya sebagai istri dan bundanya anak, dan memilih pulang kerumah...... kakak ngga pengen balik lah dek, cukup. Cukup sudah pengorbanan dan upaya kakak untuk menyadarkan kesalahannya. Kakak yakin bundanya Hasna ngga akan berubah sifat meskipun ngga jadi cerai. Kan adek yang bilang, manusia diatas usia 25 tahun itu sulit berubah dari sifat atau karakter aslinya?”

“hmm..kakak masih ingat ternyata. Iya itu maksudku” aku tak bermaksud membuatnya bengong disana setelah membaca kalimatku.

“Dek, maksudnya gimanaaa....” disusul dengan sticker gregetan....

Oh,, aku belum berhasil membuatnya mengerti ya?? #TepokJidat

“Kak, kalau kakak engga mau balik sama dia, kenapa mesti dateng ke sidangnya? Yang otomatis akan menguras energi, dan mungkin juga emosi kakak..”

“Oh....” semoga ia tak gagal paham, batinku.
“tapi dek, aku penasaran lihat dia gimana di dalam sidang. Pengen tau alasannya, pengen aja dateng..”

“oh, ya tersrah kakak sih...kali kakak sekalian kangen, pengen ketemu dan mengembalikan cinta..*eh” aku asal berseloroh

“tapi hati-hati...jaga kodisi kakak yaa....jangan sampai drop” aku meneruskan

“iya...tenang ajaa.... “ disusul emoticon senyum.

Aku memang bukan siapa-siapanya. Pantas jika tak mengerti isi hatinya. Tapi salahkah jika aku khawatir?

#Masih lanjut ke part 4
#MenulisSetiapHari
#OneDayOnePost

1 comments:

Dewie dean said...

Bener ya manusia di atas usia 25 itu Susah atau brubah dari karakter aslinya?

Post a Comment

Popular Posts

Blogger templates

Blogroll

About

Search This Blog

Powered by Blogger.
 

Designed by: Compartidísimo
Images by: DeliciousScraps©