Percakapan dalam sebuah group kali ini perlu diabadikan dalam catatan.
Biar jadi pelajaran di masa depan. Aku tak akan menyebut nama, walau kau tahu
siapa yang masuk dalam cerita ini. Tidak, ini hanya perlu dicatat supaya kita lebih
waspada menanggapi pribadi yang berbeda.
Ada yang mau baso?
Ada yang mau jamur
crispy?
Mau dong...
Ambil sendiri kesini ya
kak...
Alamatnya dimana?
Hihi... *emot nyengir
Aku nanya alamat, bukan
minta emoticon. Karena emot ngga bisa bawa aku kesana
Ahahaha... *Emot cemas
Lupakan soal alamat, ya
kakak
Okey. Gampang... Asal
jangan nawarin sesuatu yang akhirnya suruh ambil sendiri ya... *nada slow, ngga ada tanda seru, apalagi full huruf kapital. Lalu
kutinggal mandi, hp di kamar.
Setelah mandi....buka chat group lagi
Ih kakak sinis sama
aku....kenapa mesti kalau aku ngomong ditanggapi sinis gitu? Sama yang lain
engga. Aku kan ngga mau cari musuh. Nyebelin ah. (versi aslinya dapat dibaca dengan
kalimat yang lebih *Nylekit* dihati. Sempat heran sih, apanya yang sinis?
Perasaan itu kalimat biasa aja).
Sepahamku, sebuah kalimat bisa menjadi sinis, kasar, menyebalkan adalah
ketika diucapkan dengan intonasi yang menyentak, tidak enak didengar, dan penuh
kebencian. Sedangkan pada tulisan, bisa ditandai dengan adanya tanda seru,
huruf kapital, atau titik-titik panjang diiringi dengan banyak tanda seru. Tapi
kalimat yang kutulis tadi, jelas tidak ada indikasi bisa dibaca dengan nada
keras. Hanya prasangka yang bisa mengubah intonasinya ketika membaca.
Sampai disini, ada Wapri masuk, tanya: Dek itu mau dibiarin atau diterusin
sekalian? Lalu kujawab singkat : ah udah terlanjur basah mbak, mandi sekalian
aja deh *emot tertawa*. Lalu kuketik balasan di group:
Astaghfirullah.. ehm,
bolehkah kujelaskan pelan-pelan? Sama sekali ngga ada maksud sinis loh. Cuma
kalau ditawari makanan terus aku pengen beneran lalu kamu jawab suruh ambil
sendiri, aku mau ke situ. Kalau aku bener-bener pengen makanan itu sekaligus
ketemu kamu, terus aku harus gimana? Kalau kamu bilang sekalian, “jangan
kesini”, gitu kan jelas. Ngga ada yang pengen cari musuh, apa untungnya coba?
Ini cuma beda gaya bahasa aja. Maaf kalau sudah bikin salah sangka. *masih berusaha slow
Lalu kutinggalkan chatroom sampai sekitar satu jam kemudian.
Unread chat : 438 chat!
Private chat : 4
Aku memilih buka privat chat dulu, salah satunya kabar kalau “dia” yang
menyangka kalimatku sinis tadi sudah keluar group. Ada yang mengingatkan untuk
tidak mengambil hati teks yang dituliskan nanti jika baca di group, anggap saja
angin lalu katanya.
Hah? Apa karena aku?
Setelah kutelusuri chat memang dia beberapa kali mengetiks teks dengan
bahasa tuduhan padaku berdasarkan perasaannya semata, lalu ketemu chat dia
sendiri yang mengancam keluar group kalau terus-terusan dibuat merasa tidak
nyaman di group (padahal tidak seorangpun bermaksud begitu, ah prasangka memang
bisa saja meraja). Kemudian ancaman itu diamini oleh anggota lain, beliau
bilang, “silahkan saja kalau mau keluar. Ngga ada yang mencegah...” bla..bla
bla.. lalu dia keluar, ah ya sudahlah.
Padahal masih ada beberapa hal yang ingin kusampaikan dalam setiap
percakapanku di group dengannya. Entah dia akan membaca tulisan ini atau tidak,
entah kapan akan terbaca. Aku tidak akan mengirimnya link cerita ini, tidak akan
menandainya di link yang kubagi di FB, tidak akan menyuruhnya membaca. Biarkan
saja jika memang takdirnya untuk membaca, semoga mengerti akhirnya. Atau jika
ada yang berkenan mengirim link cerita ini kepadanya, silahkan saja.
Kalau akhirnya ngga paham juga, ya sudahlah. Yang penting sudah berusaha,
semoga dia berkenan untuk bertanya perihal catatan kecil ini kepada orang yang
dianggapnya bijak. Siapa tahu bisa membantu.
Seperti dia yang berharap dimengerti lewat bahasa kiasan, sebenarnya aku
dan teman-teman lain juga ingin dimengerti lewat apa yang kami ucap lewat
tulisan, tapi sadarkah dia? Entah, semoga waktu memberi jawaban terbaiknya.
Teman adalah representasi diri, cermin yang lebih jujur dari kaca benggala
milik para putri raja. Dari teman kita bisa tahu siapa kita sebenarnya, orang
seperti apa yang akan merasa nyaman bersama kita, maka sesungguhnya pribadi
kita tidak jauh dari itu.
Teman adalah investasi, awalnya mungkin kenal biasa saja, tapi semakin
lama akan ada kebutuhan hidup yang muncul begitu saja, lalu kita membutuhkan
teman untuk memenuhi kebutuhan itu. Entah butuh bantuan tenaga, pikiran,
materi, sampai ajang curhat. Itulah kenapa sesungguhnya teman itu tak ternilai
harganya, apalagi teman hidup tempat berbagi segalanya #eaa.
Kita bisa menjadi saling akrab, meski belum pernah bersua sekalipun,
adalah karena merasa saling cocok. Kecocokan itu bisa disebabkan banyak hal,
hobi yang sama, perasaan yang saling terbuka, atau nyaman karena bisa menjadi
penampungan cerita. Nah kalau ngga bisa terbuka, mau dapat teman dekat yang
seperti apa?
Sedikit yang ku tahu tentang dia, adalah gadis dengan label “syar’i” yang
ingin di sandangnya. Kami tergabung dalam satu group lebih dari setengah tahun
yang lalu. Sepertinya dia bercadar, tapi pernah bilang beberapa kali lepas
juga. Menurut penuturan beberapa teman dekat, dia berusia 24 tahun. Sudah cukup
dewasa ya? Tapi rasanya tidak seimbang dengan tingkat kedewasaan yang
ditampakkan dalam percakapan, bukan hanya menurutku, banyak yang bilang ia
masih kekanakan. Sedikit-sedikit, merasa dicuekin. Inginnya diperhatikan,
disayang-sayang, tidak suka ada yang bicara tegas padanya (dalam versi dia,
“tegas” tidak jauh beda dengan keras atau kasar, mungkin dia belum tahu bedanya.
Termasuk bedanya kritis dan sinis, dimatanya selalu tampak sama, soal ini aku
sedih mengenangnya).
Beberapa hal yang aneh adalah, dia mengaku tinggal dan dibesarkan di kota
X, salah satu kota di pulau jawa, tapi tidak paham bahasa daerahnya sendiri.
Berbagai jenis makanan lokal yang familiar seperti duwet/juwet, nama-nama
daerah sekitar yang masih satu kabupaten, bahkan bahasa sehari-hari sering
tidak dia pahami. Kenapa?
Soal bahasa, jika dia benar-benar tinggal dan di besarkan di salah satu
kota di Indonesia, kenapa bahasa tulisannya tidak menggunakan kaidah bahasa
indonesia yang baik dan benar? Aksen dan susunan kata yang digunakan cenderung
ke bahasa melayu. Tapi menurut teman-teman yang paham bahasa melayu-pun, tidak
seperti itu seharusnya. Jadi sebenarnya dia orang mana?
Okelah, kalau memang itu gaya bahasa tulisannya, untuk menunjukkan ciri
khas dirinya sebagai penulis, adakah penulis yang ingin membuat pembaca merasa
“tersesat” ketika membaca tulisannya? Pertama kali membaca hasil tulisannya di
blog, aku sempat berfikir mungkin memang masih proses belajar menyusun kalimat
yang baik. Tapi lama kelamaan, membaca cerpen yang dikirim untuk proyek
antologi aku merasa bingung dengan alur, tokoh, dan gaya bahasanya. Ketika
kuberi kritik atas karya itu, dia banyak sekali bertanya kenapa dan bagaimana
bisa aku menilai begitu? Loh, kan aku hanya menilai berdasarkan apa yang kubaca
dan pengetahuan saja? Kalau diterima silahkan, engga juga ngga maksa. Tapi dia
keburu salah sangka, ya sudahlah.
Selanjutnya, beberapa kali terlibat percakapan dalam group. Aku yang
dasarnya biasa bicara apa adanya, tidak terlalu banyak basa basi, hanya ingin
berteman dengan “apa adanya diriku”, bukan “apa yang sebaiknya orang tahu
tentang aku”. Berharap bahwa siapapun yang menjadi temanku, menunjukkan pula
siapa dirinya. Aku tidak anti berteman dengan golongan tertentu. Bagiku semua
bisa jadi teman yang baik, eh ini beda kriteria sama teman hidup ya #ops.
Selama seseorang itu bisa menerimaku apa adanya, ya aku harus bisa
menerima dirinya juga. Sebaik atau seburuk apapun pribadi seseorang, rasanya
masih layak diterima sebagai teman selama dia jujur, memang seperti itulah
dirinya. Toh tak ada manusia sempurna yang masih hidup di dunia ini kan?
Tidak ada yang salah dengan keburukan seorang teman. Setiap orang pernah
melakukan salah, setiap orang punya kekurangan, selama dia sadar dan berusaha
menjadi lebih baik, maka selalu ada kesempatan untuk memperbaiki masa depan.
Tapi dia? Tampaknya ingin sekali pribadinya tidak dikenali, tapi ingin
selalu dimengerti, aneh ngga sih? Pertama tidak ingin berbagi foto, kita semua
menghormati. Mungkin akan lebih mudah kita terima jika sejak awal dia bilang,
“maaf aku tidak bisa berbagi foto karena ideologiku yang seperti ini....” jika
di jelaskan, akan lebih mudah dimengerti. Bukan dengan balas senyum dan
tertawa, tapi tak ada kejelasan ujungnya. Membuat orang menerka-nerka, lalu jika
tak sesuai, disalahkan pula! Oh, hampir lupa! Dia ingin dimengerti ya? Menuntut
kita semua untuk mengerti tanpa penjelasan? Ehm, sejujurnya itu bukan cara
berteman yang baik menurutku. Karena jika seseorang itu ingin dimengerti orang
lain, maka dia sendiri juga harus mengerti orang lain.
Saat diajak ketemuan, dia bilang iya iya, tapi tidak pernah ada
kelanjutannya. Termasuk soal alamat tadi, tidak hanya sekali dua kali
kutanyakan hal yang sama dan dia terus menghindar. Awalnya aku menyangka dia
benar-benar tidak ingin ditemui, tapi dalam beberapa percakapan dia mengelak,
bilang kalau mau berteman, mau ketemu, tapi ditanya alamat atau ketemu dimana
ngga mau jawab. Bilangnya sih mau berteman, tapi ngga bisa ngerti teman. Ada ya,
orang model begini?
Maunya apa sebenarnya? Aku sering gagal paham dengan bahasa dan setiap
ucapannya. Maka lebih memilih diam ketika dia muncul dalam percakapan, cari
aman. Dari pada dianggap salah kan? Eh, tapi tetap salah juga. Ketika ngga ada
yang nanggapi dia merasa diasingkan, seperti hantu yang ada tapi dirasa tidak
ada, kehadirannya sebagai anak bawang atau bayangan semata. Nah jadi sebenarnya
kami harus bagaimana?
Jangankan bicara sebagai teman, mengalirkan percakapan sesuai topik yang
sedang dibicarakan, sering dia anggap tidak sesuai keinginannya. Ini yang salah
orang banyak, atau hatinya yang terlalu banyak berprasangka? Oh, wajar jika
kita sebagai manusia biasa dibantahnya. Tapi kasus dia memang beda, percaya
atau tidak, ilmu pengetahuan juga sempat dinafikannya.
Seorang teman pernah menegur, jika seseorang itu cenderung menggunakan
kata ganti namanya sendiri dalam sebuah percakapan yang sudah akrab, maka
secara ilmu psikologi orang tersebut sedang mencari perhatian, ada
kecenderungan sifat kekanakan, childist dan masih belum benar-benar “dewasa”
(Catatan: dia selalu menyebut namanya sendiri untuk mengucapkan “aku” dalam
percakapan sehari-hari di group). Karena orang yang cukup dewasa cenderung
menggunakan kata “aku” atau “saya” untuk forum yang formal, ini secara
psikologi ya, bukan pendapat pribadi.
Kemudian kau tahu apa jawabannya? Ah, yang pernah baca blognya pasti
paham. Dia merasa tidak benar begitu, kata ganti nama biasa dia gunakan karena
merasa sudah akrab saja. Menurutnya tidak benar bahwa dia suka cari perhatian,
bahkan merasa aneh dituduh mencari perhatian dengan selalu menyebut nama begitu.
Mungkin dia tidak atau belum sadar bahwa caranya merajuk, minta dibalas
setiap chatnya, juga diajak ngobrol dengan bahasa yang hanya sesuai menurut dia
adalah bentuk-bentuk strategi manusia mencari perhatian. Masih mau mengelak? Silahkan
saja, tapi jangan lupa bahwa ilmu pengetahuan mengandung kebenaran lebih banyak
dibanding prasangka manusia yang berjalan tanpa pertimbangan logika.
Ah, hampir saja aku berandai-andai jika dia masih ada di group. Apa?
Rindu? Padanya? Ehm, seharusnya kau bilang perasaan ini wajar, aku baru saja
kehilangan “calon teman baik”. Yah, memang sekarang belum jadi teman yang baik.
Tapi siapa tahu nanti suatu hari dia kan mengerti? Ah semoga dia punya kesempatan
untuk memiliki teman yang benar-benar baik untuknya nanti, bukan yang selalu
membenarkan, tapi yang menunjukkannya pada kebenaran.
Satu hal penting yang ingin kusampaikan adalah, bahwa jika dia ingin
merahasiakan identitasnya, maka gunakanlah kamuflase yang sempurna. Jangan
setengah-setengah karena akhirnya bukan kami, tapi hatinya sendiri yang terluka
karena prasangka.
Semoga dia tidak lupa bahwa sebagian dari prasangka adalah dosa. Semoga
dia mengerti bahwa dewasa memang tidak terpaut pada usia, mengerti bahwa tidak
seorangpun di group yang ingin melukai hatinya, semoga dia bisa berdamai dengan
prasangka yang selalu menemaninya kemana-mana. Semoga diluar sana, dia temukan
teman yang bisa mengerti dan memahami apa yang dia mau, sekaligus menjadi
perantara agar dia memahami kesalahannya sendiri. Semoga.
Sekali lagi, tidak kusebutkan satupun nama dalam cerita ini. tidak pula
inisial atau petunjuk yang akan membawamu menemui sang tokoh utama, karena
memang tidak perlu. Tapi jika nanti, atau suatu hari nanti ada yang meninggalkan
komentar mengaku sebagai pemeran utama dalam cerita ini, maka cukuplah kita
tahu siapa dan bagaimana dia sebenarnya. Oke, semoga langkah kita selalu
berpijak pada kebenaran dan kebaikan.
Aamiin
Adakah teman-teman yang ingin ikut menyampaikan pesan? Boleh sertakan di
kolom komentar ya, hehe
#OneDayOnePost
15 comments:
Kak, nasehati aku juga jika kelewat batas yah :)
bisa diatur. asal kau mau juga menegurku kalau memang salah, ok
Analisisnya puanjang ya mbak kif.. 😂😂😂 keren...
Wow.. Panjang banget, mba. Ini sudah mewakili, lah ya. Tambahan doa semoga bisa lbh baik aja kedepannya. Karena setahu saya (ini bukan bentuk prasangka, kalau prasangka, bahasanya di mulai dengan:perasaan saya) Jika tidak berhasil menyelesaikan satu masalah lantas lari dari permasalahan tersebut, maka Tuhan akan memberikan masalah (biar lebih enak dibaca:ujian) yang sama dengan versi berbeda.
Jadi, selama hambanya tidak lulus, ujiannya akan berulang terus.
Mudah-mudahan setelah ini, teman kita itu dapat memetik hikmah dari masalah yang dihadapinya tentunya juga jadi lebih dewasa.
Untuk Mba Saki, caranya sudah sangat Indah sekali, mba.
Dan saudara (panggilan untuk dia) jika suatu waktu dapat membaca tulisan ini. Banyak harapan dan doa dari teman-teman dan tentu juga saya, agar saudara bisa lebih baik dan lebih baik lagi nanti. Aamiin.
Aamiinn...
makasih kakak tambahan nasehatnya, semoga doa yang baik dr kita semua berbuah kebaikan pula
Aamiin aamiin aamiin
Setiap kita, pengen yg baik2. Jd harapan dan doa jg harus yg baik2.
Untuk dia... ia dia semoga bisa lebih baik ya di luar sana
Mmmm... Aku juga Pernah merasakan pengalaman seperti itu -_-.
Aamiin
Perasaan pagi td komen. Lom ada yaaa..
tak sepanjang jalan kenangan kak ^_^
ngga enak ya kak -_-
ini udah ada mba ^_^
Semoga hal ini bisa menjadi renungan untuk si dia. Tidak hanya dirinya yang ingin diperhatikan kita juga lhoh. Hehehe
Untuk kamu yang selalu merasa diperlakukan tidak baik "perlakukan orang lain seperti apa kamu ingin diperlakukan". Jangan hanya berharap lebih banyak jika memberi sedikit aja tak mampu.....
Mudah mudahan satu saat yang bersangkutan bisa membaca ini dan bisa menanggapi nya dengan lebih baik bukan malah makin ngambek..
Post a Comment