Menjadi single
merupakan ‘ujian’ tersendiri bagi sebagian orang. Namanya ujian, rasanya ngga
enak, berat, menjadi beban pikiran, begitulah. Namanya juga ujian, adalah tahap
yang harus dilalui sebelum menapak level berikutnya. Sabar ya, mblo. #Eh
Pagi masih berseri saat aku berangkat
ke kampus. Hari sabtu pagi, jalanan lengang. Kendaraan berjalan lancar dan
tidak kutemui satupun titik macet. Ada beberapa agenda yang harus kuselesaikan
setelah bimbingan tugas akhir kemarin sore. Pembimbing kedua meminta untuk
mencari referensi analisis data dan memperjelas interpretasi data dari
penelitian yang kulakukan. Sementara itu, waktu untuk pendaftaran ujian semakin
mendekati batas akhir.
Sampai di luar, aku kembali berlari
ke tempat semula. Motor, tas yang kutitipkan dan pak satpam tidak ada lagi di
sana. Aku menoleh ke pos satpam. Pak satpam dan temannya sudah tersenyum
melihatku.
Mungkin orang lain bisa melihatku
tetap bersikap tenang di tengah situasi kehilangan. Iya, karena aku tetap lebih
banyak diam, tidak teriak atau gegabah bersikap, apalagi berlari ke pos polisi
terdekat. Huft, kalian tidak akan mengerti seberapa panik sejujurnya hati dan
pikiran ini. Tapi aku bisa apa? Berlari? Mau ke mana? Pos polisi? Bawa bukti
apa kalau aku sudah kehilangan seperangkat motor lengkap beserta suratnya? Itu
bukan pilihan yang baik, kan?