Begitu pentingkah tema ini, sehingga
harus kutuliskan dalam sebuah artikel panjang? Mungkin bagimu, tidak. Tapi,
bagiku ini cukup penting buat masa depan. Jika suatu hari kehilangan arah, aku bisa menengok kembali tujuan
yang pernah kuimpikan. Atau setidaknya, jika suatu hari kau temukan tuisanku
melenceng dari misi ini, bisa kau tampar aku agar kembali ke jalan yang benar. Sederhana,
bukan?
Entah apa yang sebenarnya membuatku
suka menulis. Kenangan,kah? Masa depan, kah? Atau justru, mimpi-mimpi itu?
Mimpi yang hingga saat ini belum selesai bermetamorfosis sempurna dalam
kehidupan nyata. Menjadi penulis? Terlalu istimewa, sepertinya.
Mungkin kegemaran membacalah yang
banyak mendorong niatku untuk menulis. Karena ilmu itu harus terus mengalir
agar bertambah. Maka ketika menerima, aku harus bisa menyalurkannya agar siap
menerima ilmu lain yang antri entah dari mana. Melihat realita kehidupan,
begitu banyak yang dimataku terkesan harus diluruskan. Namun aku tak sanggup
menjadi orator karena suaraku tak selantang Bung Hatta dalam setiap pidatonya
yang mengguncang jiwa.
Ya, keterbatasanku sebagai manusia
biasa yang hidup sederhana cukup mencegah keinginan yang lebih besar untuk
menguasai dunia dengan harta. Namun begitu, aku tak pernah ingin ilmuku
terbatas pada kemampuan uang menciptakan kesempatan. Aku suka membaca, lalu ingin
sekali mengelilingi dunia dengan membawa satu misi penting, menyalakan pelita
agama di setiap sudut kehidupan yang kutemui. Kulang sekali lagi apa yang
selalu ingin kulakukan adalah menyalakan pelita agama disetiap sudut hati yang
kutemui. Agama siapa? Jelas, agamaku sendiri. Bagaimana mungkin aku menyalakan
pelita agama yang tak kuketahui? Ah sudahlah, ku yakin kau mengerti.
Keinginan itulah yang kupikir, bisa
tercapai jika aku menulis. Siapa yang tahu, suatu hari nanti tulisanku dibaca
di setiap rumah, lalu setiap pembaca dapat melakukan satu saja kebaikan sebagai
cermin kehidupan beragama dari apa yang kutulis. Indah, bukan?
Langkahku mungkin saja terhenti
suatu hari nanti, ragaku akan mati. Tapi tulisanku? Semoga tetap abadi.
Menebarkan benih kebaikan pada setiap insan, menjawab setiap kegelisahan dengan
secercah cahaya iman. Dengan begitu, semoga hidupku membawa arti dan ini bukan
sekedar tentang materi.
Hal inilah yang juga, diam-diam menyuntikkan
energi over dosis pada sendi semangatku untuk terus belajar. Disaat teman-teman
kecilku bertanya, kenapa mesti sekolah lagi? Engga capek apa duduk menghadapi
ilmu sepanjang hari? Kapan mau kaya? Aku bisa tersenyum menjawab, inilah
duniaku. Biarkan aku kaya ilmu agar bisa berbagi denganmu. Jangan lagi tanyakan
padaku tentang harta. Karena sungguh, aku tak ingin mencintainya. Meski jujur,
aku juga membutuhkannya. Tapi, salahkah jika aku lebih berharap para harta itu
yang mencintaiku terlebih dahulu?
Kenapa? Sederhana, karena aku tahu
perihnya mencintai tanpa dicintai.
*eh.. maaf jadi baper #tutupmuka.
Tenang, sekarang aku tahu apa itu
cinta. Ia adalah sebuah kata kerja, punya saudara kembar bernama “memberi” dan
perasaan berbunyi “tak berharap kembali”. Maka, jangan ada baper diantara kita.
Haha #maksa.
Kembali ke tema utama. Lalu kemana
tulisanku harus bermuara? Oh Allah, tuntunlah tulisanku agar bermuara pada
ridhaMu semata.
Dan tentang aliran yang ingin
kulukiskan, jujur aku tak suka menulis genre horor. Bukan karena jeri atau
penakut. Sungguh, hanya aku bukan seorang yang menguasai detail tentang itu.
Bukankah lebih baik menuliskan apa yang memang kita tahu? Hmm, tema cinta
sepertinya tetap menyenangkan sepanjang masa ya? Haha. Iya, aku selalu terpesona
pada cinta.
Ah, soal fiksi dan non fiksi.
Sungguh, aku ingin bisa menulis keduanya. Karya fiksi yang sampai saat ini
masih jadi mimpi tertinggi adalah novel. Ingin sekali rasanya menjadi penulis
novel yang diterima penerbit mayor dan masyarakat luas semua kalangan.
Percayalah, saat ini ada dua cerita yang sudah mengendap di draft file-ku.
Pertama kisah tentang mix-marriage. Seorang teman telah menceritakan padaku
suka duka membangun hubungan dengan foreigner
hingga akhirnya mereka menikah dan
sekarang hendak memutuskan untuk bercerai. Menyimak ceritanya sungguh mengaduk
perasaanku. Antara gregetan dan bangga melihatnya bertahan sejauh ini dan
sekuat itu. Ah, ingin sekali menuliskannya dalam novel agar banyak yang bisa
mengambil pelajaran dari kisahnya.
Naskah kedua sebagian awal ceritanya sudah
kutuangkan di blog ini, dalam “surat buat Hasna”. Perjalanan surat itu masih
panjang untuk sampai ke tangan Hasna. Dan efeknya pada diri Hasna, ternyata tak
sesuai dugaan pembaca. Keduanya inspirasi dari kisah nyata, meski bumbunya
fiksi semua. Adalah yang ingin pre-order? Hehehe... mungkin bisa jadi
semangatku untuk segera menyelesaikan naskah itu.
Sedangkan karya non fiksi yang ingin
kutuliskan dalam bentuk buku dan jurnal (biar keren? eh bukan!! Biar bisa jadi
referensi untuk generasi mendatang) adalah semua tentang ekonomi islam. iya
sih, sesuai bidang yang kupelajari hingga saat ini. Keinginan ini adalah
fragmen dari sebuah mimpi besar “membumikan ekonomi islam”. Masih banyak sekali
pembahasan tentang ekonomi islam yang perlu dituangkan dalam laporan penelitian
dan buku. Ekonomi islam yang hingga saat ini masih jauh lebih muda daripada
ekonomi kapitalis, harus melakukan percepatan-percepatan agar setara dan segera
menggantikan ekonomi kapitalis dari muka dunia. Percaya saja, pasti bisa!
Urusan kapan, serahkan pada sang pemilik semesta.
Fiksi dan non fiksi, sama penting
bagiku. Maka untuk memudahkan akses pembaca, tulisan tentang ekonomi islam
kuposting di kompasiana. Sedangkan di blog ini, lebih banyak curahan hati. *eh,
jangan baper lagi kali ini. Sekedar ungkapan dari apa yang terlintas saja,
semoga memberi arti bagi pembaca.
Tapi, dibalik mimpi itu, kini aku
masih berdiri diantara teman-teman penulis yang jelas jauh lebih keren dalam
lingkaran One Day One Post Batch 2.
Aku masih harus banyak belajar lagi dan lagi untuk bisa menghasilkan tulisan
yang baik, apalagi untuk mewujudkan mimpi-mimpi itu. Doakan aku bisa kawan,
untuk dapat menyelesaikan studiku dengan hasil maksimal. Untuk menyelesaikan
naskah itu sebaik mungkin secepatnya. Untuk membuat harta dan dunia mencintaiku
seutuhnya meski aku tak ingin benar-benar jatuh cinta pada mereka. Untuk segera
menikah dan mewujudkan keinginan orang tua memiliki menantu idaman. *eh, baper
lagi. Hihihi... maafkan. Beginilah do’a para jomblo bahagia.
Sedangkan untuk menulis di surat
kabar, majalah atau sejenisnya, kepikiran juga sih. Suatu hari kalau tulisanku
sudah siap, insya Allah akan nampang juga disana. Doakanlah.. J
Sudah ya, inilah sekilas tentang
mimpi kepenulisanku. Sampai jumpa pada mimpi-mimpi berikutnya..
#ODOP
0 comments:
Post a Comment