sumber: google
Kerjarlah rupiahmu, wanita
mengikuti
-sentilan sentilun-
Ungkapan tersebut diatas
menuai kontroversi. Terbukti ketika menjadi status di akun sosmed salah seorang
teman, dibawahnya ada komentar:
Yakin mau diikuti hanya demi rupiah?
Lalu dibawahnya muncul lagi
komentar:
Iya wanita bakal ngikut rupiah... nilai tukar turun..ikut turun
pula cintanya =))
Tapi ada juga yang setuju.
Dengan komentar:
Cocok!
Persis salah satu dialog
khas si MaCan di sinetron AJ.
Sang empunya status masih
bertahan dengan argumennya. Tak lama kemudian ia membalas beberapa komentar
diatas dengan satu kalimat singkat,
Yakin merasa cukup, sekedar cinta?
Amboi, sebagai wanita yang
sekaligus mengaku seorang muslimah, rasanya seperti makan cabe rawit dengan
garam membaca status dan komentar dibawahnya.
Apa iya semua wanita hanya
mengejar rupiah?
Atau muslimah itu akan
cukup hidup hanya dengan cinta?
Jika hanya mengamati wanita
dari kedua sudut pandang tersebut, rupiah dan cinta, maka selamanya hal ini
akan menjadi perdebatan tak berujung. Debat kusir, kata para mahasiswa –padahal pak kusir ngga suka debat, kerjaannya
cuma narik kekang kuda. Debat macam ini sudah seperti masuk ke lingkaran setan.
Hanya akan berputar tanpa ada habisnya.
Manusia mana ngga doyan
rupiah? Tak hanya wanita loh, lelaki juga sama! bahkan banyak diantara sekian
lelaki itu yang pengeluarannya melebihi wanita modern. Ngga percaya? Coba saja
hitung harga kemeja plus celana panjangnya, yang sedikit bermerk (alias merk
standar) bolehlah di kisaran lima ratus ribu. Belum underwear, katakanlah sekitar
50.000. Alas kaki macam sepatu atau
sandal di kisaran dua-tiga ratus ribu, buat rata-rata 250.000 lah ya? Belum
parfum, tas, apalagi kalau perlu rokok dan makan. Gengsi beli di pedagang kaki
lima, mampirlah ke cafe. Total berapa? Hitung saja sendiri, kan makannya belum
tau pakai menu apa? Paling murah paket lah ya. Harga mahasiswa kelas bintang
lima. *eh
Wanita? Model wanita modern
harga bajunya ratusan ribu hingga sekitar sejutaan, jangan heran. Anggaran ke
salon, parawatan rambut, wajah, kulit, kaki, kuku, masing-masing beda harga.
Minimal sekitar lima ratus ribuan kalau rutin ke salon. Eh budget segitu jangan
harap ke salon bermerk internasional ya. Belum anggaran jalan-jalan, makan,
tranpostasi, kebutuhan sehari-hari. Apalagi muslimah kan bajunya udah panjang,
banyak rangkap pula. Belum hijab yang modern, berapa harga tuh? Apalagi kalau
biasa pakai make up wajib dan perawatan salon. Tas bermerk, sandal, kaos kaki,
semua ada harganya.
Apa iya, kalau menikahi
muslimah cukup dinafkahi dengan cinta? Jelas engga!
Duh, tak perlu naif bahwa
semua orang butuh rupiah (baca: uang, karena manusia yang tinggal di LN bisa
jadi ga butuh rupiah sama sekali). Tapi siapa yang bisa jamin rupiah bisa
membawa wanita kemana-mana? Mungkin tubuhnya
iya, tapi hatinya? Oh please, jangan terlalu simple memandang mereka.
Wanita tak pernah cukup
puas dengan materi. Berapapun yang diberi, bisa saja meminta lagi dan lagi. Ia
punya selaksa cinta, tapi tak akan bisa bertahan lama hanya dengan cinta. Ini
rahasia, yang sudah jadi milik kita.
Lalu apa bedanya wanita “kebanyakan” dengan muslimah?
Muslimah punya cara berbeda
memandang cinta dan rupiah kawan.
Muslimah yang baik,
mendapat pendidikan dan memiliki pemahaman serta iman yang benar tidak akan
meng-oriantasi-kan hidupnya pada kesenangan duniawi semata. Tidak pada cinta,
tidak pula pada uang semata. Visinya jauh menembus angkasa. Bahkan melewati
batas usianya. Baginya, dunia ini hanya kehidupan sementara. Kehidupan
sebenarnya ada setelah kematian yang jadi kenyataan.
Seperti apa kehidupannya
di dunia?
Ia akan pandai bersyukur
dengan segala yang tersedia untuknya. Diberi nafkah cukup ia bersyukur, diberi
nafkah sekedarnya pun ia terima. Tanpa mengeluh atas apa yang ia tak punya.
Bukan karena ia tak pernah ingin hidup mewah. Fitrahnya sebagai manusia biasa
menginginkan kemewahan yang tampak indah di depan matanya. Tapi percayalah,
hati dan imannya tak akan membiarkan sifat dan sikapnya mengambil jalan yang
salah. Bisa saja ia bekerja dan mendapat penghasilan melebihi jatah sari sang
suami, tapi itu tak akan membuatnya tinggi hati. Paling buat keperluannya
sendiri. Para suami, semoga tak perlu merasa iri jika ini terjadi.
Ia akan mencintai karena
Allah semata. Bukan semata membalas cinta dari suaminya. Suami dicintai bukan
sekedar karena materi yang ia beri kepada sang istri. Tapi karena cintanya
kepada Allah, yang menuntunnya untuk menghormati suami lebih dari orang tuanya
sendiri. Disayang suami, akan menjadi penyejuk hati. Pun jika suaminya ternyata
tak cukup mengerti, ia akan tetap berusaha memahami.
Ia akan mencintai
anak-anaknya, bukan sekedar karena naluri pribadi. Tapi ia sadar sepenuhnya
bahwa anak-anak adalah titipan dari Sang Maha Besar. Ia tahu kewajibannya untuk
mendidik mereka, bukan memanjakannya dengan harta. Ia tahu kewajibannya
mengajarkan kemandirian dan mengabdi pada Tuhan. Diberi sedikit atau banyak
anak ia tak akan mengeluh, karena ia percaya Allah tak akan mengujinya diluar
batas kemampuan.
Baginya cinta kepada sesama
manusia bukan segalanya. Percayalah, hatinya mungkin saja memilih seseorang
yang tidak memilihnya. Tapi cintanya pada Allah, melebihi kekaguman pada
makhlukNya. Ia tak akan lari dari suami sahnya, tak akan mengkhianati ikatan
sucinya, bahkan jika ia harus memilih, ia akan memilih Allah sebagai tujuan
akhir apapun yang harus terjadi.
Uang dan cinta tak akan
membuatnya silau menatap dunia. Tak akan membuatnya menderita menikmati usia.
Dan jika engkau menemukannya, akankah engkau biarkan ia mendampingi lelaki
lain?
Sedangkan wanita “biasa”,
banyak kau dapati terbuai cinta dan materi. Atas nama cinta, ia rela berkorban
raga. Atas nama rupiah semata, ia mampu mengumbar nafsunya pada dunia. Ah
sudahlah, kau pasti tahu maksudku. Itulah kenapa seorang penyair berkata:
“Cinta datang bersama datangnya sebab, dan akan hilang bersama hilangnya
sebab”
Mana ada cinta tanpa sebab?
Itu tipuan dunia. Bukankah 14 abad yang lalu Rasul kita tercinta telah
bersabda:
“Wanita dinikahi karena empat perkara: hartanya, nasabnya,
kecantikannya, dan agamanya. Pilihlah karena agamanya maka engkau akan selamat”
(al hadits)
Kenapa Rasulullah tidak ada
menyebut wanita dinikahi karena cinta? Apakah itu berarti sesungguhnya lelaki
menikahi wanita bukan karena cinta? Mungkin saja, para lelaki lebih berhak
menjawab. Bukankah Nabi kita lelaki? Aku percaya soal ini beliau jauh lebih
paham dari pada semua lelaki yang pernah kukenal. Tapi jelas kan, harta bisa
jadi salah satu sebab adanya pernikahan (termasuk rupiah) tentunya.
Dalam hadits yang lain
dijelaskan lebih detail tentang apa jadinya jika menikah karena harta,
keturunan, atau kecantikan. Semua membuat rugi saja. Maka Rasulullah
menganjurkan untuk tidak memilih wanita yang hanya mengutamakan harta,
keturunan, dan kecantikan diatas perhatiannya pada agama.
Maka, masihkah kau ingin
mengejar rupiah agar diikuti oleh wanita?
Sungguh, tak masalah jika
engkau ingin mengejar rupiah. Mungkin si rupiah sedang berlari hingga engkau
harus mengejar untuk mendapatkannya? Ah, absurd sekali dibayangkan. Tapi bukan itu
inti paragraf ini. Muslim yang baik, akan berusaha memenuhi kebutuhan istri dan
keuarganya tanpa diminta. Ia tak hanya bisa memberi cinta yang berupa rasa.
Tapi cintanya lebih nyata dibanding terangnya dunia. Terpatri dalam keyakinan
pada sang pencipta, bahwa rezeki ada dalam kuasaNya. Ia hanya wajib berusaha,
dan menaati aturanNya.
Maka nikmat tuhan yang mana
pantas engkau dustakan?
0 comments:
Post a Comment