Walaupun bank syariah di Indonesia sudah berdiri lebih dari dua
dekade, saya masih sering mendengar pertanyaan, “kenapa sih bunga bank itu
haram? Emang bunga bank sama dengan riba? Apanya yang sama sih? Perasaan beda
deh...”. sering, berarti tidak hanya sekali atau dua kali. Tapi berkali kali.
Lalu saya bingung hendak menjelaskan, berdasarkan dalil atau teori?
Baik, saya coba dari keduanya ya. Tapi pelan-pelan saja. Semoga
mudah di pahami. Kalaupun kurnag jelas, bolehlah tinggalkan pertanyaan di kolom
komentar nanti. Untuk dalil, saya letakkan di akhir saja ya. Bukan apa-apa,
manusia jaman sekarang lebih paham dijelaskan pakai contoh nyata dibanding
dalil yang berbaris-baris jumlahnya. Walaupun yah, akan sulit menjelaskan
karena riba ini berhubungan langsung dengan hukum agama. Baik, saya coba pakai
analogi saja ya.
Begini, riba itu berarti “tambahan” yang diperoleh tanpa alasan
syar’i. Alasan syar’i maksudnya, alasan yang bisa dibenarkan secara syari’at.
Jaman dahulu (sampai sekarang juga masih banyak sebenarnya) manusia banyak
bertransaksi dengan manusia lain, karena kebutuhan tentu saja. Nah, riba ini
bisa uncul dari dua transaksi utama sebagai penyebabnya : jual beli dan hutang.
Riba dalam jual beli, adalah ketika seseorang bertukar barang yang
sejenis tapi tidak sama kualitasnya. Misal, tukar menukar kurma basah dengan
kurma kering, kurma kualitas baik dengan kualitas rendah, beras sembako dengan
beras organik, jagung kualitas rendah (sudah dimakan bubuk sebagian, mungkin)
dengan jagung kualitas tinggi. Tukar menukar seperti ini tidak benar menurut
syari’at. Kenapa? Karena tukar menukar semacam ini sangat berpotensi merugikan
salah satu atau kedua pihak, apalagi ukurannya tidak ada standar yang jelas.
Lalu solusinya? Jika transaksi semacam ini memang dibutuhkan, maka Rasulullah
memberi solusi dengan mengukurnya sesuai harga. Jadi kurma, jagung, beras,
ataubahan yang ingin ditukar tadi dihitung sesuai harga pasar saat itu, berapa?
lalu jika dibelikan kurma, jagug, beras atau lainnya yang kualitas baik, dapat
seberapa?
Ini akan lebih adil bagi semua pihak, bukan? beginilah riba dalam
jual beli, berupa “tambahan” yang dapat merugikan pihak lain.
Lalu riba dalam bentuk hutang, bagaimana?
Ini yang sering sekali kita jumpai prakteknya di masyarakat. Jika
seseorang memberikan pinjaman kepada orang lain, maka kreditur atau pemberi
pinjamna ini “mensyaratkan” kelebihan kembaliannya nanti. Misal seseorang
pinjam satu juta, orang yang memberi pinjaman bisa saja berkata, “ nanti
kembalinya satu juta seratus ribu rupiah, ya?” dan hal ini dimaklumi sekali
oleh si peminjam. Yang kemudian mengembalikan dengan sukarela sesuai
permintaan. Dari pada ngga boleh pinjem, iya kan?
Nah, sebenarnya jika “tambahan” ini tidak di syaratkan di awal,
Rasulullah sudah menganjurkan orang yang meminjam untuk memberi kelebihan saat
mengembalikan. Iya, tanpa syarat harus berapa, tentu saja. Tapi apa semua
peminjam mau begini? Tentu saja, terserah peminjam mau mengembalikan pas atau
lebih, ini hak peminjam. Kalau tidak lebih juga tidak apa-apa.
Menurut teori ekonomi klasik, uang yang di pinjam itu bernilai
lebih rendah setelah melewati sekian waktu. Nilai 100 ribu sekarang dapat
membeli 10 mangkok bakso, mungkin hanya akan dapat 8 mangkok saja tahun depan.
Penurunan ini dianggap sebagai akibat dari inflasi dan hilangnga kesempatan si
peminjam memanfaatkan uang. Kalau saja uang itu tidak dipinjamkan, si pemilik
bisa memanfaatkan uang itu untuk usaha atau investasi lain, yang berarti bisa
bernilai lebih setelah satu tahun. Seratus ribu setelah dijadikan investasi
bisa jadi 200 ribu setahun lagi. Itulah kenapa teori ekonomi ini membenarkan
adanya syarat pengembalian lebih dari nominal pinjaman. Dan inilah yang
dianggap riba. Tambahan yang tidak dibenrkan secara syari’at.
Kenapa?
Karena teori ini mengabaikan kemungkinan investasi bisa juga
mengalami kerugian. Belum pasti uang 100 ribu akan menjadi 200 ribu tahun
depan, kan? Bisa jadi malah habis karena rugi, atau kembali impas tetap seratus
ribu. Maka kelebihan yang di syaratkan di awal ini dianggap sebagai riba, haram
hukumnya.
Dalam islam jika seseorang meminjam 100 ribu, ya harus kembali 100
ribu itu. Tapi jika 100 ribu di niatkan untuk investasi usaha, maka jika ada
keuntungan bisa dibagi dengan pemberi pinjaman, dan jika mengalami
kerugian pemilik modal juga harus siap
menanggungnya. Harus siap dengan risiko, dong.
Nah sekarang, apa beda atau persamaannya dengan bunga bank?
Perhatikan, dalam sistem bank berbasis bunga, pinjaman yang
diberikan selalu mensyaratkan “bunga” sekian persen dari nominal pinjaman. Jika
mau pinjam ke bank konven, ya syaratnya begitu. Kalau ngga mau bayar bunga, ya
jangan pinjam. Begitu kan?
Disinilah, konsep bunga sama dengan riba. Mensyaratkan kelebihan
dalam pengembalian pinjaman tanpa mempertimbangkan kerugian. Tanpa peduli
pinjaman itu mau digunakan untuk usaha atau kepentingan konsumsi. Lalu apa
bedanya dengan konsep riba? Tidak ada.
Inilah alasan kenapa bunga dinilai sama dengan riba. Lalu jelas,
haram hukumnya.
Dan kau pasti tau, dari mana bank bisa memberi pinjaman dan
mendapat bunga? Yah, tentu saja dari dana nasabah penabung. Kan fungsi bank
hana sebagai lembaga intermediary, yaitu sebagai perantara mereka yang punya
dana (menitipkan uang di bank lewat tabungan, giro, atau deposito) lalu menyalurkannya
kepada mereka yang butuh pinjaman. Bank mendapat keuntungan dari selisih
bunga-nya tadi. Mau tau berapa besar keuntungan bank? Yah.. lihat saja
bagaimana bank berbasis bunga bisa membangun gedung,membayr gaji karyawan,
membuat ATM, berbagai fasiilitas dan sistem perbankan, itu semua adalah wujud
betapa menguntungkannya bisnis berbasis bunga (riba).
Jelas kan?
Jadi, siapapun anda, jika punya rekening si bank konvensional, maka
tak bisa dipungkiri bahwa anda adalah pendukung transaksi berbasis bunga (riba).
“Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Q.S. Al Baqoroh ayat 275)
Inilah ayat terakhir yang mempertegas bahwa riba adalah haram. Lain
waktu akan saya coba jelaskan kenapa riba dianggap sama dengan jual beli. See u
soon, insya Allah.
#OneDayOnePost
1 comments:
Jadi solusi untuk pinjam meminjam yang tidak termasuk riba, gimana ya mba?
Post a Comment