Thursday, 23 March 2017

Dia Adalah Aku

| |


Jam dinding menunjuk angka dua belas tepat. Ini sudah tengah malam dan tidak ada kabar apapun dari Sajid. Lelaki itu bak ditelan bumi. Menghilang begitu saja sejak seminggu yang lalu. Jaani gelisah dibuatnya, menunggu dan menunggu.


Sesekali ia melihat riwayat percakapan, belum ada tanda-tanda lelaki itu membaca pesan, padahal sudah dikirim tiga hari yang lalu. Pesan terakhir yang ada tanda sudah terbaca adalah lima hari yang lalu, itupun tanpa balasan. Apa yang harus dilakukan? Jaani tidak mungkin ke rumah Sajid di seberang pulau, itu sangat berisiko. Apalagi jika pergi sendiri. Tidak, Jaani hanya akan menunggu lelaki itu datang lebih dulu, menemui orang tuanya, seperti rencana mereka.

Maafkan aku Jaani, tapi aku tidak bisa...

Jam 00.03, pesan itu masuk ke HP Jaani. Sang pemilik sudah terlelap semenit sebelumnya.

Jam 4 pagi, Jaani membuka pesan itu. Apa maksudnya?

Ia tidak ingin membalas, panik, atau berprasangka. Pesan itu ditinggalkannya begitu saja. Masih banyak hal lain yang harus dipikir dan diselesaikan.

Tugas kuliah
Pekerjaan rumah
Bisnis
Termasuk juga naskah-naskah tulisan, sudah menanti jemarinya menari di atas tombol-tombol huruf.

Jaani, gadis muda yang siap menikah, secara mental. Sedangkan secara finansial, ia belum punya tabungan. Tapi bukankah pernikahan anak gadis adalah tanggung jawab lelaki dan orang tua? Maka ia tidak begitu memikirkan. Toh ia tidak menginginkan pesta mewah. Sedangkan Sajid adalah lelaki yang beruntung bisa menunjukkan rasa cinta padanya, dan Jaani percaya itu. Mereka terpisah laut dan darat karena tinggal di pulau berbeda. Namum kecanggihan teknologi  memperkenalkan mereka. Jangan tanya bagaimana, yang jelas perkenalan dan cinta mereka nyata. Meski belum pernah bertemu secara raga.

Jaani percaya, jika Sajid adalah jodohnya, maka selalu ada cara. Sajid akan datang ke rumah, menemui orang tua dan meminangnya. Sesederhana itu. Perkenalan mereka di dunia maya lebih dari cukup. Sudah banyak hal prinsip yang saling dipertimbangkan, dan keduanya sama rela. Tunggu apa lagi? mereka sadar benar, bahwa meski di dunia maya, setan tidak berhenti menggodanya.

Malam kembali datang, saat Jaani bisa bersantai dengan handphone kesayangan. Ya, sejauh ini status online sangat membantunya berhubungan dengan Sajid.

Jaani, aku harus menikah. Maafkan aku, tidak bisa menjadikanmu istriku, seperti mimpi-mimpi kita. Aku mencintaimu, sungguh. Tapi tak ada yang bisa kulakukan sekarang. Ini, sangat menyiksa.

Pesan itu datang lagi, dari Sajid. Jaani segera sadar. Lelaki itu tak akan pernah datang, menemuinya, menemui orang tuanya, pernikahan, dan semua rencana itu sekarang berhambur ke udara. Habis tanpa sisa.

Entah apa yang terjadi di sana. Mungkin Sajid dijodohkan, mungkin orang tuanya melarang, mungkin... Ah, entahlah. Yang penting sekarang semua jelas, sejelas luka yang tersayat dihatinya, mengalirkan dara segar. Darah bening bernama air mata.

Jaani tak ingin menangis, ia adalah gadis tegar. Ia sudah siap dengan segala kemungkinan, bahkan yang terburuk sekalipun. Tapi kenapa air mata bisa mengalir begitu saja? Tak terbendung, begitu deras. Sederas hujan yang turun di luar, gemuruh yang sama dirasakannya jauh, di dalam hati.

Marah? Jelas.

Kecewa? Pasti.

Tapi untuk Apa? Sajid tak akan pernah datang. Hidup harus berlanjut jika tak ingin hal lain yang lebih besar jadi korban.

Jaani, aku tidak bisa mencintainya seperti aku mencintai dirimu. Sekarang aku hanya bisa tenggelam dalam pekerjaan. Kutinggalkan istri di rumah, biar dia yang menjaga ibu. Aku tak sanggup, entahlah.

Seminggu kemudian, pesan itu datang lagi, dari Sajid. Jaani hanya menahan sendu. Sudah tak ada lagi sisa air mata. Meski masih terasa sesak di dada mengingat semuanya, mimpi-mimpi mereka. Ah... Kenapa semua terasa begitu berat?

Sajid bukan siapa-siapa, ia hanya pernah mampir dalam hidupnya, mewarnai dengan bunga-bunga, dan ia bahagia. Tapi cintanya? Tentu tak sebanding dengan cinta Tuhannya. Allah pasti punya rencana lain. Jaani tak mengerti, kenapa rencana pernikahan Sajid begitu mendadak, tanpa menjelaskan apa pun sebelumnya.

Pesan-pesan berikutnya dari Sajid, hanya emoticon lambang kesedihan, penuh air mata. Lelaki itu tidak cukup berani menjelaskan langsung, meski hanya lewat telepon! Jaani memilih diam.

Marah, sedih, kecewa semua berbaur. Namun satu hal, Jaani menyadari cinta Tuhannya. Pasti ada hikmah dibalik semua ini. Jika tidak bisa dimengerti sekarang, mungkin nanti. Jika tidak saat ini, suatu saat pelajaran itu akan terbuka sendiri. Ia tak ingin menyesali apa yang sudah terjadi.

Tidak ada lagi air mata.

Nafas berat dihembuskannya pelan-pelan.

Butuh keberanian untuk melepaskan. Sekuat ketika ia menginginkan.

Bukankah hakikat mencintai adalah melepaskan sepenuh hati?

Ia mengerti kini. Mencintai Sajid bukan sebuah kesalahan, itu hanya bagian dari perjalanan yang harus ditempuhnya. Ia tak akan membenci, bahkan merutuki ketetapan Illahi, biarlah yang harus terjadi, terjadilah.

Dari sudut hatinya yang masih mencintai, Jaani bisa mengerti betapa sedih Sajid saat ini. Lelaki itu, mungkin memang tak punya pilihan. Sekuat-kuatnya ia, pasti tak akan bisa melawan kehendak orang tua. Memang begitu seharusnya seorang lelaki. Bukankah ia masih milik ibunya? Apapun yang dia inginkan, wanita itulah yang paling berhak diutamakan. Apa yang bisa Jaani lakukan untuk membantu Sajid?

Setidaknya, ia tidak bisa membiarkan Sajid terus menyesali keputusan itu. Ia juga tak akan memaksa Sajid untuk datang, itu tak akan baik untuk semua orang. Biarkan semua belajar merelakan, menyerahkan setiap keputusan pada jalan masing-masing.

Kau tak perlu memaksakan diri untuk mencintainya, Sajid. Kau hanya perlu memperlakukannya seperti engkau memperlakukanku. Bahkan lebih baik lagi. Anggap dia adalah aku. Biarkan cinta hadir di saat yang tepat, diantara kalian. Aku sudah siap dengan masa depan, apapun yang akan terjadi nanti. Biarkan aku merelakan semua ini, tanpa harus menyesal atas apa yang sudah kita lalui.

Terkirim. Pesan terakhir Jaani untuk Sajid.


5 comments:

MS Wijaya said...

Itu tipo atau bukan kak saki, yang gsajids??

Sakif said...

hihi,, udah dibenerin. efek replace tadi. ngga teliti lagi *tepokjidat
Makasih bang ian.. ^_^

Dewie dean said...

Kasian jani

Ciani Limaran said...

Puk... Puk... Jodoh dunia akhirat, namamu rahasiaaa... Tp kau ada di mass depanku..

#KangAbayModeOn

Wiwid Nurwidayati said...

Sedih

Post a Comment

Popular Posts

Blogger templates

Blogroll

About

Search This Blog

Powered by Blogger.
 

Designed by: CompartidĂ­simo
Images by: DeliciousScraps©