Monday, 25 December 2017

Cup, Rindu!!

| |

Ucup di atas gardu pandang hasil kreasi bersama

Hai, cup... Ini baru hari ketiga kepergianmu. Rasanya aku sudah rindu. Sangat rindu. Padahal kemarin dulu saat kau masih di sini, aku tak bisa bilang begitu. Aneh ya? Manusia seringkali baru merasa kehilangan saat sesuatu itu tiada.


Ngga cuma aku yang aneh. Kamu tau, bahkan Rahman yang sudah terbiasa dengan segala bentuk kenyataan pahit, memilih menarik diri dari peredaran sementara, karena tak percaya kau benar-benar pergi dari dunia. Dia ngga bisa menerima Allah memanggilmu tiba-tiba, dengan segala rencanaNya yang entah apa saja. Ya, sperti biasa. Dia butuh waktu dan ruang sendiri untuk berproses menghadapi kenyataan. Dia, masih dia yang dulu kita kenal, bukan? Dia bukan ngga mau nerima kenyataan yang Allah hadirkan. Hanya, dia ngga siap dengan kenyataan menyakitkan yang datangnya tiba-tiba begitu. Mungkin jika aku yang harus pergi, pun sama dia akan bereaksi begitu. Ah, cengeng ya? Sama. Aku juga. Sekarang udah pengen nangis lagi. Kangen kamu.

Ngga cuma aku yang shock dengan kepergianmu, Cup. Ferryal juga, Said apalagi. Yang lain? Teman-teman SMA, temanmu kerja, apalagi keluarga dan orang-orang yang dekat denganmu. Jangan tanya soal air mata kami yang mengalir deras mengantar kepergianmu. Itu sama sekali tak sebanding dengan rasa sakit karena kehilanganmu. Rasa sakit bercampur rindu itu, pedih, jendral!

Aku kangen senyummu yang selalu mengembang setiap kita bertemu. kangen kekonyolanmu ketika kita menghadapi situasi sulit bersama. Kangen luapan sayang lewat pandangan matamu yang tak pernah berakhir dengan sentuhan. Kangen caramu menggodaku agar selalu baikan dengan Rahman. Ah, kau ada-ada saja. Aku selalu baik kok dengannya. Ngga percaya? Tanyalah dia. Aku ngga pernah berusaha menyakitinya. Dianya aja yang suka ngeselin, kadang. Hehe...
Bukti betapa konyol kalian saat bertemu

Lalu, apa kabarmu sekarang, Cup?
Sudah ngga sakit lagi, kan?
Sudah ngga perih lagi, ya?
Semoga begitu.

Kamu keren. Dulu terjun bebas dari jalan raya ke sawah kering dekat rumah dengan bonceng bertiga sama said dan fery, ingat? Dan kamu baik-baik saja.

Aku geli sekaligus ngeri mengingat kakimu yang berdarah panjang di tulang kering, meringis saat tiba di depan pintu rumahku. Malah aku yang pengen nangis. Antara pengen ketawa karena kekonyolanmu meminjam sepeda motor adik kelas kita, dan kasihan karena pasti perih kan, rasanya. Ajaibnya, motor dan semua panumpangnya baik-baik saja. Padahal sawah itu sekitar 2 meter dibawah jalan raya.

Aku juga ingat, saat kau kembali mencium aspal dan patah tulang... Kasihan ya sepeda smash birumu yang jadi korban? Lagi-lagi, kau keren sekali karena setelah itu kembali biasa saja. Bahkan entah berapa kali lagi kudengar kau bermesraan dengan karpet hitam jalanan, semua kau lalui dengan akhir baik-baik saja. Kau memang luar biasa, cup.


Reuni usai Ucup kecelakaan, tangannya masih di gips

Maka jangan kaget jika kuharap kau kembali baik-baik saja setelah CRV yang kau kendarai ringsek bagian depannya. Kau kan, luar biasa. Tapi kita tak boleh lupa bahwa ada Allah yang lebih besar kuasanya. Dia memanggilmu. Bukan karena kecelakaan itu. Tapi karena telah habisnya waktumu menemani perjalananku di kehidupan ini.

Bersama Sesepuh, Guru SMA Muhammadiyah 1 Jombang

Cup, aku rindu. Sangat rindu.

Apa yang harus kulakukan saat merindukan senyum dan canda tawamu?
Apa yang harus kuperbuat saat rindu pada nasehatmu yang menggebu?
Apa yang harus kutulis ketika aku rindu pada tingkahmu yang menyebalkan?

Aku masih punya Gen'06 yang lain. Tapi tak ada yang sama sepertimu. Kau selalu istimewa.

Tentang rencana-rencana kita yang belum jadi nyata, apa kabarnya?
Tentang kemah keluarga bahagia? Bahkan engkau belum melihatku punya keluarga!
Tentang mimpi-mimpi mendirikan lembaga sosial, berbagi dan berbakti pada agama dan negeri ini, tentang semuanya, tiba-tiba harus menguap begitu saja?

***

Baik, aku tahu.
Kau tak ingin kami larut dalam kesedihan, kan?
Iya, aku mengerti.

Hei, tepat sekali sebulan sebelum kecelakaan itu, kau menyapa dan menasehatiku? Setelah sebelumnya, entah berapa ratus hari engkau tak menyapaku. Dan aku, tak cukup nyali menyapamu.

Ya, sejujurnya aku sudah merasa sesuatu yang berbeda darimu saat itu. Bodohnya aku, tak bertanya lebih jauh tentang kabarmu. Maaf ya,

Aku hanya tak ingin mengganggu privasimu tentang masalah yang sudah kudengar... Ah, aku masih berharap kabar masalah itu salah. Tapi apapun yang terjadi, aku percaya kamu bisa lalui.

Aku sudah memilih percaya pada keputusanmu.

Hmm... Ungkapan rindu ini terlalu lebay, ya? Pasti pembaca ada yang mengira engkaulah cinta pertama dalam hatiku. Hehe, tentu saja kau tahu jawabannya Cup: bukan. Bahkan aku yakin kau juga tau bahwa aku sendiri masih tak bisa menyebut nama jika ditanya tentang cinta pertama yang kurasa.

Seorang yang jadi sahabat sekaligus saudara bagimu itupun? Bukan. Dia teman yang juga luar biasa ya? Hehe...sudah jangan diteruskan cerita tentangnya. Nanti kamu ketagihan. :-P

Cup, baik-baiklah engkau di sana. Kami sedang dalam perjalanan menuju tempat yang sama. hanya saja, jatah waktu kami belum habis di dunia. Kepergianmu menyadarkan kami, bahwa ujung perjalanan ini tak pernah bisa diduga sama sekali.

Kami tak bisa mengira berapa lama lagi akan tiba ditempat yang sama. Yang kami tahu, persiapan kesana harus dilakukan sekarang juga, di setiap detik yang tersisa.  Cup, semakin kuungkap, semakin dalam rindu yang kurasa. Semakin kubuka lembar-lembar kenangan kita, semakin berharga setiap detik yang kita lalui bersama. Semoga persahabatan kita sampai ke surga, ya?


Salam rinduku untukmu.

#OneDayOnePOst

0 comments:

Post a Comment

Popular Posts

Blogger templates

Blogroll

About

Search This Blog

Powered by Blogger.
 

Designed by: Compartidísimo
Images by: DeliciousScraps©