Ucup di atas gardu pandang hasil kreasi bersama |
Hai, cup...
Ini baru hari ketiga kepergianmu. Rasanya aku sudah rindu. Sangat rindu.
Padahal kemarin dulu saat kau masih di sini, aku tak bisa bilang begitu. Aneh
ya? Manusia seringkali baru merasa kehilangan saat sesuatu itu tiada.
Ngga cuma aku
yang aneh. Kamu tau, bahkan Rahman yang sudah terbiasa dengan segala bentuk
kenyataan pahit, memilih menarik diri dari peredaran sementara, karena tak
percaya kau benar-benar pergi dari dunia. Dia ngga bisa menerima Allah
memanggilmu tiba-tiba, dengan segala rencanaNya yang entah apa saja. Ya, sperti
biasa. Dia butuh waktu dan ruang sendiri untuk berproses menghadapi kenyataan.
Dia, masih dia yang dulu kita kenal, bukan? Dia bukan ngga mau nerima kenyataan
yang Allah hadirkan. Hanya, dia ngga siap dengan kenyataan menyakitkan yang
datangnya tiba-tiba begitu. Mungkin jika aku yang harus pergi, pun sama dia
akan bereaksi begitu. Ah, cengeng ya? Sama. Aku juga. Sekarang udah pengen
nangis lagi. Kangen kamu.
Ngga cuma aku
yang shock dengan kepergianmu, Cup. Ferryal juga, Said apalagi. Yang lain? Teman-teman
SMA, temanmu kerja, apalagi keluarga dan orang-orang yang dekat denganmu. Jangan
tanya soal air mata kami yang mengalir deras mengantar kepergianmu. Itu sama sekali tak sebanding dengan rasa sakit karena kehilanganmu. Rasa sakit
bercampur rindu itu, pedih, jendral!
Aku kangen
senyummu yang selalu mengembang setiap kita bertemu. kangen kekonyolanmu ketika kita menghadapi situasi sulit bersama. Kangen luapan sayang lewat
pandangan matamu yang tak pernah berakhir dengan sentuhan. Kangen caramu
menggodaku agar selalu baikan dengan Rahman. Ah, kau ada-ada saja. Aku selalu
baik kok dengannya. Ngga percaya? Tanyalah dia. Aku ngga pernah berusaha
menyakitinya. Dianya aja yang suka ngeselin, kadang. Hehe...
Bukti betapa konyol kalian saat bertemu |
Lalu, apa
kabarmu sekarang, Cup?
Sudah ngga
sakit lagi, kan?
Sudah ngga
perih lagi, ya?
Semoga begitu.
Kamu keren.
Dulu terjun bebas dari jalan raya ke sawah kering dekat rumah dengan bonceng
bertiga sama said dan fery, ingat? Dan kamu baik-baik saja.
Aku geli
sekaligus ngeri mengingat kakimu yang berdarah panjang di tulang kering,
meringis saat tiba di depan pintu rumahku. Malah aku yang pengen nangis. Antara
pengen ketawa karena kekonyolanmu meminjam sepeda motor adik kelas kita, dan
kasihan karena pasti perih kan, rasanya. Ajaibnya, motor dan semua panumpangnya baik-baik saja. Padahal
sawah itu sekitar 2 meter dibawah jalan raya.
Aku juga
ingat, saat kau kembali mencium aspal dan patah tulang... Kasihan ya sepeda
smash birumu yang jadi korban? Lagi-lagi, kau keren sekali karena setelah itu
kembali biasa saja. Bahkan entah berapa kali lagi kudengar kau bermesraan
dengan karpet hitam jalanan, semua kau lalui dengan akhir baik-baik saja. Kau
memang luar biasa, cup.
Reuni usai Ucup kecelakaan, tangannya masih di gips |
Maka jangan
kaget jika kuharap kau kembali baik-baik saja setelah CRV yang kau kendarai
ringsek bagian depannya. Kau kan, luar biasa. Tapi kita tak boleh lupa bahwa
ada Allah yang lebih besar kuasanya. Dia memanggilmu. Bukan karena kecelakaan
itu. Tapi karena telah habisnya waktumu menemani perjalananku di kehidupan ini.
Bersama Sesepuh, Guru SMA Muhammadiyah 1 Jombang |
Cup, aku
rindu. Sangat rindu.
Apa yang harus
kulakukan saat merindukan senyum dan canda tawamu?
Apa yang harus
kuperbuat saat rindu pada nasehatmu yang menggebu?
Apa yang harus kutulis ketika aku rindu pada tingkahmu yang menyebalkan?
Apa yang harus kutulis ketika aku rindu pada tingkahmu yang menyebalkan?
Aku masih
punya Gen'06 yang lain. Tapi tak ada yang sama sepertimu. Kau selalu istimewa.
Tentang rencana-rencana kita yang belum jadi nyata, apa kabarnya?
Tentang kemah keluarga bahagia? Bahkan engkau belum melihatku punya keluarga!
Tentang mimpi-mimpi mendirikan lembaga sosial, berbagi dan berbakti pada agama dan negeri ini, tentang semuanya, tiba-tiba harus menguap begitu saja?
Tentang rencana-rencana kita yang belum jadi nyata, apa kabarnya?
Tentang kemah keluarga bahagia? Bahkan engkau belum melihatku punya keluarga!
Tentang mimpi-mimpi mendirikan lembaga sosial, berbagi dan berbakti pada agama dan negeri ini, tentang semuanya, tiba-tiba harus menguap begitu saja?
***
Baik, aku
tahu.
Kau tak ingin
kami larut dalam kesedihan, kan?
Iya, aku
mengerti.
Hei, tepat
sekali sebulan sebelum kecelakaan itu, kau menyapa dan menasehatiku? Setelah sebelumnya,
entah berapa ratus hari engkau tak menyapaku. Dan aku, tak cukup nyali
menyapamu.
Ya, sejujurnya
aku sudah merasa sesuatu yang berbeda darimu saat itu. Bodohnya aku, tak
bertanya lebih jauh tentang kabarmu. Maaf ya,
Aku hanya tak
ingin mengganggu privasimu tentang masalah yang sudah kudengar... Ah, aku masih
berharap kabar masalah itu salah. Tapi apapun yang terjadi, aku percaya kamu
bisa lalui.
Aku sudah
memilih percaya pada keputusanmu.
Hmm...
Ungkapan rindu ini terlalu lebay, ya? Pasti pembaca ada yang mengira engkaulah
cinta pertama dalam hatiku. Hehe, tentu saja kau tahu jawabannya Cup: bukan.
Bahkan aku yakin kau juga tau bahwa aku sendiri masih tak bisa menyebut nama
jika ditanya tentang cinta pertama yang kurasa.
Seorang yang
jadi sahabat sekaligus saudara bagimu itupun? Bukan. Dia teman yang juga luar
biasa ya? Hehe...sudah jangan diteruskan cerita tentangnya. Nanti kamu
ketagihan. :-P
Cup,
baik-baiklah engkau di sana. Kami sedang dalam perjalanan menuju tempat yang
sama. hanya saja, jatah waktu kami belum habis di dunia. Kepergianmu menyadarkan
kami, bahwa ujung perjalanan ini tak pernah bisa diduga sama sekali.
Kami tak bisa
mengira berapa lama lagi akan tiba ditempat yang sama. Yang kami tahu,
persiapan kesana harus dilakukan sekarang juga, di setiap detik yang tersisa. Cup, semakin kuungkap, semakin dalam rindu
yang kurasa. Semakin kubuka lembar-lembar kenangan kita, semakin berharga setiap
detik yang kita lalui bersama. Semoga persahabatan kita sampai ke surga, ya?
Salam rinduku
untukmu.
#OneDayOnePOst
0 comments:
Post a Comment