Layaknya sebuah perjalanan, kadang kita harus melewati jalan yang lurus, lancar, bebas hambatan.
Adakalanya harus menikung tajam, menepi sejenak, menginjak pedal rem, menahannya, atau menekan pedal gas kuat-kuat. Semua itu demi satu misi: melalui perjalanan dengan selamat dan sampai tujuan sesuai rencana.
Demikian juga dengan perjalanan menulis ku. Kalau kau mau tahu bagaimana dan kapan aku memulai, akan diberitahu kau sebuah rahasia besar. Rahasia itu demikian besar hingga tak seorangpun mampu membantah kebenarannya. Kau sungguh-sungguh ingin tahu?
Baiklah, perjalanan menulis itu kumulai dari: bangku TK!
Ya, disanalah ku belajar mengenal huruf demi huruf. Merangkainya menjadi kata- kata. Tentu saja, itu awal yang seringkali membosankan. Kadang aku ingin menyerah saja, tidak berminat meneruskan belajar baca dan tulis saat itu. Tapi paksaan guru dan orangtua berhasil membuatku bertahan. Sehingga ketika masuk SD, aku sudah mulai lancar membaca dan menulis. Bravo!
Aku tahu, kau pasti kecewa, ya?
Jangan dong. Bersikaplah biasa saja. Toh semua orang sudah pernah mengalaminya. Termasuk kamu, ya?
Iya, iya. Bukan itu yang kau maksud, kan? Baik, akan ku ceritakan sesingkat mungkin.
Perjalanan menulis yang lebih serius adalah ketika SMA. Punya teman anggota redaksi majalah sekolah ternyata bermanfaat menstimulasi kinerja otakku merangkai kata.
Ya, meskipun rangkaian kata itu 'hanya' mendarat dengan selamat di atas lembaran kertas yang kemudian disebut surat, atau barisan kata-kata sederhana yang menghiasi buku diary kala itu. Aku senang. Setelah lulus, selesai sudah kontak dan akses surat-menyurat itu.
Tahun demi tahun berlalu, keinginan untuk terus menulis masih tersimpan rapi. Hingga akhirnya takdir mempertemukan dengan keluarga ODOP, here we go. Mau tak mau, pemaksaan untuk menulis tak tak bisa dihindari.. hehe
Berkumpul dengan orang-orang yang memiliki kesamaan hobi, membuat kita bersemangat dan malu jika kalah dalam karya. Namun sejak 2016 aku bergabung hingga kini, kurasa perjalanan menulis ku masih berjalan lambat.
Aku tahu pasti, ini bukan salah komunitas tempatku menimba ilmu. Tapi karena diri sendiri yang mungkin kurang kuat bertekad, belum berhasil menerapkan disiplin diri, hingga saat ini baru dua antologi yang lahir tanpa berdarah-darah. Sungguh bukan prestasi yang membanggakan.
Maka dengan aktif di kelas kecil, kupikir aku akan bisa belajar banyak dan menyelesaikan naskah buku solo nanti. Insya Allah.
0 comments:
Post a Comment