Edited by canva |
"Iya Ki, insya Allah kamu dapat yang terbaik."
Kalimat kakak mengingatkanku pada kalimat banyak orang
sebelumnya. Orang tua, saudara, kerabat, bahkan teman-teman dan sahabat yang
kupercaya untuk tahu siapa dan bagaimana aku. Memang, aku bukan type introvert sepenuhnya.
Ada orang-orang, tidak semua orang yang mengenalku -tentu saja-, sering menyuntikkan
kalimat positif itu di benakku. Alhamdulillah, dikelilingi orang-orang baik
adalah anugerah.
Yang terbaik, tentu saja ini urusan jodoh. Sudahlah, tak
perlu menebak atau menduga. Aku bisa membaca pikiranmu. #Eh, tapi aku bukan
dukun. Frase "yang terbaik" membuatku berpikir banyak, sebenarnya
seperti apa sih sosok "jodoh yang terbaik" itu? Jangankan kamu (yang
mungkin mengenalku), bahkan diriku sendiri tak tahu apa sebenarnya kriteria
seseorang bisa jadi jodoh terbaik itu.
Orang mengira, jenjang pendidikan yang baru kuselesaikan
tahun lalu, latar belakang pribadi, dan sebagainya, dan seterusnya, membuat
mereka berpikir aku memasang banyak kriteria untuk masalah jodoh ini. Harus
setara pendidikannya, se-se-se- apalah, entah, aku tak selalu paham cara
berpikir mereka. Dan memang tak harus paham, kan?
Kembali pada frase "yang terbaik". Bagiku, tak ada
jodoh yang sempurna. Siapakah aku, yang masih banyak dosa, banyak kekurangan,
banyak cela, menuntut Allah menghadirkan lelaki dengan selaksa cinta dan rupa
penghuni surga untuk memelukku di dunia? Anggap saja itu khayalan tingkat dewa.
Ah, jadi pengen tanya balik, jodoh terbaik itu apa sih kak?
Apa lelaki dengan celana cingkrang, berjenggot, pakai jubah
tiap hari, yang menyapa dengan kata akhy wa ukhty?
Atau seorang lulusan magister, orang kantoran, minimal dosen
barangkali? Biasa pakai setelan jas dan sepatu?
Umm, mungkin juga seorang hafidz, lulusan pondok, anak kyai,
pewaris tunggal tahta keluarga, sekaligus bawa mobil kemana-mana?
Mungkin juga, jodoh terbaik itu orang biasa, penampilan
biasa, dengan senyum yang tak pernah pudar dari wajahnya? Eh, semoga senyum
tanpa henti bukan berarti gila ya.
Ah, entahlah kak. Semakin dipikir, semakin rumit. Urusan
jodoh memang rahasiaNya kan ya? Kita, eh aku (sebagai wanita) hanya perlu
menunggu dengan terus memperbaiki diri sendiri, menyiapkan hati dan segala tentang
diri, untuk menyambut suami, eh si jodoh terbaik itu, nanti.
Pasti ada yang pengen nyeletuk, "Jodoh kok cuma
ditunggu, jemput dong.." atau begini, "Jodoh itu di tangan Allah,
kalau ngga diambil ya di tangan Allah terus..." Atau senada dengan itulah.
Ada, kan? Ehm, gitu ya? Seriusan? Masa sih?
Hehe, pernah baca kalimat berikut, mungkin?
Jodoh itu rahasia Tuhan.
Yang namanya rahasia, kita mampu merobohkan gunung sekalipun,
mengeringkan lautan, kalau tidak berjodoh, tidak akan pernah terjadi.
Sebaliknya, mau benci setinggi bulan, mau menghindar ke ujung dunia, kalau
memang berjodoh, tetap akan terjadi, ada saja jalannya.
Banyak sekali yg paham dan manggut-manggut membaca kalimat
ini. Sayangnya, lebih banyak yang cuma manggut-manggut doang, di dunia nyata
tetaaap saja galau, memaksakan cerita, tidak sabaran dan sekian banyak kelakuan
lainnya. Kenapa nggak ditunggu saja sih? Sambil terus belajar banyak hal.
Repost dari FP resmi *Tere Liye
Percayalah, jodoh selalu bisa nenemukan jalan. Cinta tak akan
tersesat untuk sampai di hati tujuan. Tuhan selalu punya cara untuk menyampaikan
pesan hati dua insan, apalagi membuat mereka bersatu dalam ikatan pernikahan.
Tak peduli berapa jauh jarak terbentang, atau berapa lama perbedaan waktu yang
jadi penghalang. Cinta selalu menemukan jalan.
Dan aku, memilih menunggu cinta itu datang menjelang, menjemput
sepenuh rencana masa depan, menawarkan perjalanan panjang hingga ujung
kehidupan. Aku siap, meski mungkin kehidupan tak memiliki ujung. Hanya ada
tepi, yang mengantar pada tepi yang lain, perjalanan yang berbeda. Masih dalam
lingkup kehidupan
Pusing ya? Udah jangan dipikirin. Soal jodoh terbaik, aku hanya
ingin seorang yang bisa dan mau menjadi imanku dunia akhirat. Dalam pernikahan,
kita tak bisa melakukannya hanya atas dasar suka atau rasa nyaman, kan? Ada
komitmen dan tanggung jawab yang harus diutamakan. Wanita itu dipilih, bukan
memilih. Wanita itu dinikahi, bukan menikahi. Dan sebaik-baik wanita adalah
yang baik imannya, bukan? Maka biarkan aku terus berusaha memperbaiki iman.
Sampai kapan?
Sampai kutemukan seorang teman, yang rela mendengar dan
menyimak setiap cerita ngga pentingku, mau menganggapku sebagai wanita biasa
yang tak sempurna, mau menjadikanku sahabat terbaik dalam hidupnya, mau
bermimpi bersama hingga mungkin jika orang lain tau mereka menganggap gila, mau
bahagia bersama hingga usia senja, mau menjadi tumpuan kasih sayang dan pengabdian
terbaik dariku, menjadikanku ibu dari anak-anak dengan cita-cita luar biasa
mereka. Ah, mau..
Aku hanya mau bahagia. Meski orang bilang, hidup itu penuh
suka dan duka. Mana ada mau sukanya saja? Eits, maksudku meskipun nanti harus
menghadapi duka, kita bisa melakukannya dengan tetap merasa bahagia, kan? Jangan
lupa, setiap peristiwa itu terjadi atas izinNya. Kalau “pas” yang harus terjadi
itu ujian, ya tetap saja kita berhak berbahagia atas ujian itu, kan tanda akan
segera naik kelas? Au ah Ki, puyeng. Ya
sudah, ga usah dipikirin.
Kak,…
Wanita memang bisa jadi sumber fitnah dunia. Aku tak
menyangkalnya. Allah sendiri sudah menegaskan dalam Q.S. Ali Imron ayat 14,
bahwa wanita dan anak-anak dijadikan indah dalam pandangan manusia (laki-laki),
meski, tentu saja, “indah” disini bersifat relative. Seperti kala kita
menerjemahkan kata “cantik, ganteng, menarik, dsb”. Meskipun ada orang yang
mengatakan bahwa terjemah kata “jelek” bersifat mutlak. Uhuks
Jadi, ketika seorang lelaki tertarik karena fisik semata, itu
biasa. Keinginan untuk memiliki, bersama, menikahi, jika alasannya adalah
karena rupa, sungguh dangkal sekali dan tak akan bisa bertahan lama. Karena,
ya, tentu saja. Pesona fisik akan memudar. Kecantikan bisa hilang, segala
sesuatu bisa menggores luka tubuh dan menyemai luka, bahkan meninggalkan
bekasnya. Tentu kita tidak menginginkan pernikahan yang demikian, bukan?
Kak, cinta selalu memiliki sebab, dan akan hilang bersama
hilangnya sebab. Aku lupa baca dimana kalimat itu. Hanya ingat, kukutip dari
kalimat Ibnu Qoyyim Al Jauziyah, dari kitabnya: taman orang-orang jatuh cinta. Sedangkan
Rasulullah teladan kita berpesan: “Wanita dinikahi karena empat perkara: Nasab,
harta, kecantikan, dan agamanya….” Kakak pasti paham lanjutan hadits itu. Kenapa
cinta tidak termasuk dalam alasan wanita dinikahi?
Aku sering berpikir, menjadikan cinta sebagai alasan pernikahan
adalah kebohongan paling indah yang diterima oleh manusia. Karena faktanya,
cinta itu sendiri lahir dari kecenderungan manusia memberi perhatian pada
dirinya sendiri. maksudku, seorang lelaki yang perhatian pada harta, tertarik
pada kemilau dunia, pada rupa-rupa benda, akan dengan mudah jatuh cinta pada
gadis kaya atau pewaris tahta keluarga. Begitu pula lelaki yang memberi
perhatian lebih pada pangkat, jabatan, status sosial, akan sangat mudah jatuh
cinta pada gadis dengan kedudukan terpandang, anggun membawa diri dalam
lingkungan sosial,dan sebagainya, dan seterusnya. Kiranya akan sangat mudah
membaca kelajutan kalimat ini, maka izinkan aku sampaikan hal yang lain lagi.
Kembali soal jodoh terbaik, adalah yang Allah hadirkan saat
aku siap, saat dia juga siap dengan kehidupan penikahan. Ibadah terpanjang
ummat Rasulullah, pengabdian terbaik seorang wanita sebagai istri dan ibu. Perjuangan
terindah seorang lelaki sebagai suami dan ayah. Juga sebagai wujud ketaatan dua
anak manusia dihadapan Allah dan para orang tua.
Dikisahkan dari hadits riwayat Ibnu Majah, dari Ibnu Abbas
bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah lalu dia berkata, “Kami
memelihara seorang anak perempuan yatim, ia dilamar oleh seorang laki-laki yang
miskin dan seorang laki-laki yang kaya. Sedangkan anak itu suka kepada yang miskin
tetapi kami suka kepada yang kaya.” Maka Rasulullah bersabda, “Tidak terlihat
diantara dua orang yang saling mencintai (sesuatu yang sangat menyenangkan)
seperti pernikahan.” Kupikir saat itu, Rasulullah lebih setuju si gadis yatim menikah dengan lelaki yang disukainya, bukan yang disukai pengasuhnya.
Kita mungkin sama-sama belum tahu, wujud jodoh terbaik itu
siapa, Kak. Tapi aku yakin, Allah akan menetapkan hati kita untuk memilih yang paling
tepat ketika saatnya tiba. Memberi keyakinan pada kita dan kemudahan demi
kemudahan menuju pernikahan. Sampai saat itu, kita hanya perlu terus saling memantaskan
diri dan berdo’a memohon petunjukNya. Karena kita hanya manusia biasa, bukan
malaikat yang dicptakan sempurna. Maka wajarlah jika sifat-sifat manusiawi
melekat erat. Bersabarlah wahai diri, dengan kesabaran yang baik. Tetaplah
teguh, dengan keteguhan sebagai muslim sejati.
#NasehatDiri
1 comments:
Amin, keep spirit 😍😘
Post a Comment