“Lalu apa yang hars kulakukan agar Hasna
tak lupa? Aku ayahnya dek, setidaknya aku masih bisa berharap do’a darinya
kan?”
Oh,... aku memutar otak untuk
menjawabnya. Lama aku terdiam.
“Kak, aku tau caranya. Agar Hasna
tak lupa sama ayahnya. Agar ia tetap bisa merasakan kehadiran kakak, agar ia
tetap terhubung dengan ayahnya meski kakak sudah tak disini lagi” entah dari
mana, jariku mengetik lancar sekali.
“Benarkah? Mana ada transportasi
dari akhiirat kesini dek, ah kamu mengada-ada. Atau kamu mau menyuruhku bawa
HP, agar nanti aku bis asms Hasna dari sana?”
Hahhaha...aku tergelak membacanya.
Seolah kematian kami anggap mainan. Seolah antara hidup dan mati hanya terbatas
tirai tipis. Aku meringis.
“Kenapa ngga kakak pikir, sekalian
aja nanti kakak disana rekrut malaikat jadi asisten buat kakak. Jadi kalau
perlu apa-apa tinggal minta sama malaikatnya?”
“Ngawur kamu!!” sejenak aku senang,
ia tidak ngeri membayangkan kematian yang ada didepan. Semoga husnul khotimah
kakak, doaku dalam hati.
“kak, kakak bisa tetap dampingi Hasna
sampai dewasa, bahkan sampai kapanpun kakak mau...” aku kembali ke jalur
serius.
“iya gimana caranya...jangan
bercanda lagi ya?” ia muai mengancam. Aku hanya tersenyum membacanya.
“surat kak, ... kakak bisa menulis
buat Hasna. Suatu ahri ia akan bisa membaca, ia akan merasakan kehadiran
ayahnya meski tak ada disisinya. Surat itu akan banyak bercerita tentang
perasaan kakak, harapan ayahnya. Nasehat, bahkan peringatan. Apapun yang kakak
ingin sampaikan padanya...” aku mulai menjelaskan.
“Tapi, bagaimana caranya? Bisa saja
surat itu hilang sebelum sampai di tangannya. Bisa saja surat itu tak akan
pernah ia baca....” oh, please..jangan pesimis!! Aku tak mau melihatmu berjalan
seolah “tanpa nyawa” begitu kakak...
“Hello kakak, ini abad 21. Apasih
yang ngga mungkin? Kakak bisa kan nitip sama orang yang kakak percaya, agar
suatu hari menyampaikan surat itu buat Hasna? Atau gini, kakak tulis saja semua
suratnya. Akan ku ketik dan kirimkan buat Hasna nanti kalau sudah dewasa.
Sesuai pesan kakak kapan surat itu harus tiba. Aku siap jadi pos yang baik
tenang saja” aku menghiburnya.
Setelah itu, sang kakak lebih sibuk
dari biasanya. Ia banyak berbagi waktu dengan siapapun disekitarnya. Ia banyak
memberi, mengajar mengaji, apapun dilakukannya untuk bekal mati. Dan satu lagi,
setiap malam ia buat satu, atau kadang dua surat sekaligus untuk Hasna. Ia
banyak bercerita, memberi nasehat, dan mengutarakan harapan.
Surat yang akan
memperpanjang umurnya, yang akan mewakili kehadiran untuk anaknya. Disetiap
sampul surat itu tertera tanggal penulisan, dan diusia berapa ia bayangkan Hasna
membacanya, mungkin aku harus menyampaikan disetiap ulang tahunnya nanti. Dan
satu lagi, disetiap sampul surat itu terukir indah: surat buat Hasna.
Tunggu cerita selanjutnya yaa di Surat Buat Hasna -3
Selesai?
Tidak!!
Lhoh?
Tunggu cerita selanjutnya yaa di Surat Buat Hasna -3
#ODOP
1 comments:
Hemmm merinding
Post a Comment