Wednesday, 22 June 2016

Sahabat Hati

| |




Sejenak bersama
Mengobati kemelut rindu
Berbagi cerita perihal hidup
Bertukar kunci pembuka risalah hati


Tak ingin berpisah
Walau dalam hitungan detik
Karena kelemahan
Karena ketakutan
Karena kebimbangan
Bila jauh darimu

Maafkan inginku
Mencuri waktu luangmu
Karena akan sakit
Karena terus menjerit
Tanpa hadirmu
Disisiku

Wahai penenang hatiku
Wahai sahabat hatiku
Perjelas langkahku
Agar tak tersesat lagi                                                               

Pukan-16 juni 2005-

Kertas kumal itu masih tergenggam ditanganku. Tulisan keriting hasil karya Pukan lebih dari sepuluh tahun yang lalu, tadi tiba-tiba jatuh dari selipan buku masa SMA yang baru sempat kurapikan.

Aku tertegun. Membaca kata demi kata, baris demi baris tulisan itu. Benarkah perasaannya dulu sedalam itu?

Aku tak menyangka, persahabatan yang berjalan begitu saja memberi banyak warna di dinding hatinya. Juga hatiku, benarkah?

Aku sudah melupakannya. Oh...Hampir, mungkin kata yang lebih tepat.

Untuk setiap luka yang ia cipta dari sikap acuh, aku pantas melupakannya

Untuk setiap canda yang melewati batas asa, aku pantas membencinya

Untuk setiap gurau yang menandakan bahwa tak ada rasa yang sama dihatinya, aku pantas menjauhinya.

Baris puisi yang mungkin ungkapan isi hati, tapi tak tercermin dari sikapnya. Sepuluh, sebelas tahun bahkan. Pasti sudah banyak yang berubah dari pribadinya. Ia yang dulu pandai bercerita, lewat barisan kata dan puisi ciptaannya. Kini lebih suka menulis dalam denotasi asa. Semua begitu tampak biasa.

Ia yang dulu romantis dengan sejuta kejutan dan senyum manis, kini hanya ada wajah tegas pengiring profesinya sebagai abdi negara.

Aku tak ingin lagi menyapanya, walau hanya dalam canda.

Aku tak ingin tahu tentangnya, meski orang memaksa.

Biarkan saja ia jauh. Aku tak lagi ingin bertemu dengannya! sudah terlalu banyak air mata yang pernah tumpah karenanya.

“Sa.... Risa.... dicariin temenmu tuh di depan...” Suara Ibu memanggilku dari luar kamar.

“Iya bentar bu...” Aku bergegas keluar. Siapa? Perasaan aku ngga ada janji dengan siapapun hari ini. Aku melangkah kedepan. Diteras suara berisik sudah mulai terdengar. Perlahan kubuka pintu ruang tamu.

“Assalamu’a.....laikumm....” Salamku hampir saja tak selesai, setelah melihat siapa yang membuat gaduh sore ini.

“Haiiiii...........Risa...... wa’alaikumsalaaam..... sini, sini..duduk. anggep aja rumah sendiri...” Heboh banget sihhh???? Duh, lagian ini rumah siapa coba??

Ucup, Said, Evi, Ferryal, dan satu lagi.... Hiday!!

Mereka adalah teman seangkatan saat SMA. Teman gila, tepatnya. Iya, karena kami tergabung dalam satu organisasi yaang.... membuat kami bersatu layaknya saudara kembar dari tujuh sudut dunia. Tunggu, tujuh? 

Mereka yang datang baru lima, ditambah aku, jadi enam. Satu lagi?

Pukan??!!!

Aku mengedarkan pandangan....mereka juga saling pandang. Lama tak bersua, karena kami sudah punya kesibukan yang berbeda. Entah dari mana mereka tahu kalau aku dirumah hari ini, dan aneh bin tumben, mereka bisa datang bersamaan. Janjian? Tapi Pukan?

“Hei... bidadari kita nyari pangerannya....” Ucup berseloroh.

“Sabar Sa.... Dia kan masih tugas, jangan diharapkan kedatangannya ya. Cukup kita aja..” Evi menghiburku. Mereka tahu, sangat tahu siapa yang kumaksud. Aku mengangguk, sedikit kecewa.

Kenapa masih ada sisa kecewa?

“Happy birthday sayaang.....” Hiday memelukku erat, memberi sebuket bunga warna merah, kuning, putih, ungu. Entah bunga apa saja, harum baunya. Aku menyambut pelukannya.

Happy birthday to you...
Happy birthday to you..
Happy birthday..happy birthday...

Semua menyanyikan lagu, lalu sejenak hening. Aku menatap mereka satu per satu. Terpana, bagaimana mereka masih ingat??

Happy birthday Risa...

Seseorang muncul dari balik pintu depan, membawa sepotong kue ulang tahun dengan liliin menyala diatasnya.

“Pukaan??”

Aku...speechless. cuma melongo kehabisan kata.

Teman-teman bertepuk tangan meriah.

“Risa, ..” Pukan mendekat, ke hadapanku.

“Happy birthday, dan...maafkan aku”

“Maaf? Untuk?”

“Maafkan aku pernah menyakitimu..dan maafkan aku telah mencintaimu”

Ehm...ehmm...

Teman-teman berdehem,  mengingatkan bahwa diruang ini tak hanya ada kami berdua.

Aku masih bingung mau menjawab apa. Kuminta pendapat mereka. Para sahabat gila. Semua tersenyum, menyerahkan keputusan sepenuhnya padaku.

“Aku...bingung. emang kalau kamu mencintaiku.. terus kenapa?” tanyaku polos. Diiringi ekspresi aneh teman-teman.

Bukankah seharusnya aku menjawab dengan kata “iya, atau tidak?” bukan malah nanya balik...

Tapi, aku memang tak tahu apa maksudnya bilang cinta. Ngajak pacaran? Nikah? 

Atau...cuma mau bilang aja kalau dia ada rasa cinta? Perlu diperjelas, kan?

Aku menatap Pukan lurus, menikmati pandangan matanya yang juga menatapku.

“Kita sudah dewasa, maaf jika selama ini terlalu banyak luka yang kucipta diantara kita. Sekarang, aku sudah lelah dengan pencarianku. Karena setiap usahaku mencari sosok wanita paling istimewa, selalu bermuara pada satu nama.”

Aku tak bergeming, masih menatap matanya, tanpa kata.

“Hanya ada satu nama, Risaki Sastradiana, maukah kau menikah denganku?”

Aku menahan nafas mendengar kalimat terakhirnya. Seluruh semesta terasa bergemuruh dalam dada. Mendadak ada aliran deras menuju puncak logika. Itu pasti darah yang memastikan otakku tak kehabisan oksigen. Aku masih berdiri kokoh diatas kakiku sendiri. Mataku mengerjap, memastikan masih dalam kesadaran saat kudengar kalimat terakhirnya.

Beritahu aku, harus menjawab apa?

#baperlicious
#OneDayOnePost

2 comments:

Sang Mahadewa said...

Mauuuu !!!
Gt aja sulit jawabnya ... hehehe

Wiwid Nurwidayati said...

Wah risaki lagi tokohnya. Sekarang pukan. Apakah pukan ITU nama lain Dari syamsi

Post a Comment

Popular Posts

Blogger templates

Blogroll

About

Search This Blog

Powered by Blogger.
 

Designed by: Compartidísimo
Images by: DeliciousScraps©