Sejenak bersama
Mengobati kemelut rindu
Berbagi cerita perihal hidup
Bertukar kunci pembuka risalah hati
Tak ingin berpisah
Walau dalam hitungan detik
Karena kelemahan
Karena ketakutan
Karena kebimbangan
Bila jauh darimu
Maafkan inginku
Mencuri waktu luangmu
Karena akan sakit
Karena terus menjerit
Tanpa hadirmu
Disisiku
Wahai penenang hatiku
Wahai sahabat hatiku
Perjelas langkahku
Agar tak tersesat lagi
Pukan-16 juni 2005-
Kertas kumal itu masih tergenggam ditanganku. Tulisan
keriting hasil karya Pukan lebih dari sepuluh tahun yang lalu, tadi tiba-tiba
jatuh dari selipan buku masa SMA yang baru sempat kurapikan.
Aku tertegun. Membaca kata demi kata, baris demi
baris tulisan itu. Benarkah perasaannya dulu sedalam itu?
Aku tak menyangka, persahabatan yang berjalan
begitu saja memberi banyak warna di dinding hatinya. Juga hatiku, benarkah?
Aku sudah melupakannya. Oh...Hampir, mungkin kata
yang lebih tepat.
Untuk setiap luka yang ia cipta dari sikap acuh,
aku pantas melupakannya
Untuk setiap canda yang melewati batas asa, aku
pantas membencinya
Untuk setiap gurau yang menandakan bahwa tak ada
rasa yang sama dihatinya, aku pantas menjauhinya.
Baris puisi yang mungkin ungkapan isi hati, tapi
tak tercermin dari sikapnya. Sepuluh, sebelas tahun bahkan. Pasti sudah banyak
yang berubah dari pribadinya. Ia yang dulu pandai bercerita, lewat barisan kata
dan puisi ciptaannya. Kini lebih suka menulis dalam denotasi asa. Semua begitu
tampak biasa.
Ia yang dulu romantis dengan sejuta kejutan dan
senyum manis, kini hanya ada wajah tegas pengiring profesinya sebagai abdi
negara.
Aku tak ingin lagi menyapanya, walau hanya dalam
canda.
Aku tak ingin tahu tentangnya, meski orang
memaksa.
Biarkan saja ia jauh. Aku tak lagi ingin bertemu
dengannya! sudah terlalu banyak air mata yang pernah tumpah karenanya.
“Sa.... Risa.... dicariin temenmu tuh di depan...”
Suara Ibu memanggilku dari luar kamar.
“Iya bentar bu...” Aku bergegas keluar. Siapa? Perasaan
aku ngga ada janji dengan siapapun hari ini. Aku melangkah kedepan. Diteras suara
berisik sudah mulai terdengar. Perlahan kubuka pintu ruang tamu.
“Assalamu’a.....laikumm....” Salamku hampir saja
tak selesai, setelah melihat siapa yang membuat gaduh sore ini.
“Haiiiii...........Risa...... wa’alaikumsalaaam.....
sini, sini..duduk. anggep aja rumah sendiri...” Heboh banget sihhh???? Duh,
lagian ini rumah siapa coba??
Ucup, Said, Evi, Ferryal, dan satu lagi....
Hiday!!
Mereka adalah teman seangkatan saat SMA. Teman gila,
tepatnya. Iya, karena kami tergabung dalam satu organisasi yaang.... membuat
kami bersatu layaknya saudara kembar dari tujuh sudut dunia. Tunggu, tujuh?
Mereka yang datang baru lima, ditambah aku, jadi
enam. Satu lagi?
Pukan??!!!
Aku mengedarkan pandangan....mereka juga saling
pandang. Lama tak bersua, karena kami sudah punya kesibukan yang berbeda. Entah
dari mana mereka tahu kalau aku dirumah hari ini, dan aneh bin tumben, mereka bisa datang bersamaan. Janjian? Tapi Pukan?
“Hei... bidadari kita nyari pangerannya....” Ucup
berseloroh.
“Sabar Sa.... Dia kan masih tugas, jangan
diharapkan kedatangannya ya. Cukup kita aja..” Evi menghiburku. Mereka tahu,
sangat tahu siapa yang kumaksud. Aku mengangguk, sedikit kecewa.
Kenapa masih ada sisa kecewa?
“Happy birthday sayaang.....” Hiday memelukku
erat, memberi sebuket bunga warna merah, kuning, putih, ungu. Entah bunga apa
saja, harum baunya. Aku menyambut pelukannya.
Happy birthday to you...
Happy birthday to you..
Happy birthday..happy birthday...
Semua menyanyikan lagu, lalu sejenak hening. Aku menatap
mereka satu per satu. Terpana, bagaimana mereka masih ingat??
Happy birthday Risa...
Seseorang muncul dari balik pintu depan, membawa
sepotong kue ulang tahun dengan liliin menyala diatasnya.
“Pukaan??”
Aku...speechless. cuma melongo kehabisan kata.
Teman-teman bertepuk tangan meriah.
“Risa, ..” Pukan mendekat, ke hadapanku.
“Happy birthday, dan...maafkan aku”
“Maaf? Untuk?”
“Maafkan aku pernah menyakitimu..dan maafkan aku
telah mencintaimu”
Ehm...ehmm...
Teman-teman berdehem, mengingatkan bahwa diruang ini tak hanya ada
kami berdua.
Aku masih bingung mau menjawab apa. Kuminta pendapat
mereka. Para sahabat gila. Semua tersenyum, menyerahkan keputusan sepenuhnya
padaku.
“Aku...bingung. emang kalau kamu mencintaiku..
terus kenapa?” tanyaku polos. Diiringi ekspresi aneh teman-teman.
Bukankah seharusnya aku menjawab dengan kata “iya,
atau tidak?” bukan malah nanya balik...
Tapi, aku memang tak tahu apa maksudnya bilang
cinta. Ngajak pacaran? Nikah?
Atau...cuma mau bilang aja kalau dia ada rasa
cinta? Perlu diperjelas, kan?
Aku menatap Pukan lurus, menikmati pandangan
matanya yang juga menatapku.
“Kita sudah dewasa, maaf jika selama ini terlalu
banyak luka yang kucipta diantara kita. Sekarang, aku sudah lelah dengan
pencarianku. Karena setiap usahaku mencari sosok wanita paling istimewa, selalu
bermuara pada satu nama.”
Aku tak bergeming, masih menatap matanya, tanpa
kata.
“Hanya ada satu nama, Risaki Sastradiana, maukah
kau menikah denganku?”
Aku menahan nafas mendengar kalimat terakhirnya. Seluruh
semesta terasa bergemuruh dalam dada. Mendadak ada aliran deras menuju puncak
logika. Itu pasti darah yang memastikan otakku tak kehabisan oksigen. Aku masih
berdiri kokoh diatas kakiku sendiri. Mataku mengerjap, memastikan masih dalam
kesadaran saat kudengar kalimat terakhirnya.
Beritahu aku, harus menjawab apa?
#baperlicious
#OneDayOnePost
2 comments:
Mauuuu !!!
Gt aja sulit jawabnya ... hehehe
Wah risaki lagi tokohnya. Sekarang pukan. Apakah pukan ITU nama lain Dari syamsi
Post a Comment