Sampai
dirumah, masih terekam jelas semua kejadian tadi.
Kalimat
perpisahan kakak, pertemuan dengan mbak Finda, dan ketika kakak dipapah lalu
dibawa ke rumah sakit. Begitu cepat. Kasihan kakak... tapi aku bisa apa?
Dan...
tanggal 15? Tadi Ustadz Adhan telepon memberitahu agar aku ikut acara wafa
tanggal itu, sangat diharapkan, katanya. Aku menghitung hari, masih tiga minggu
lagi. Acara tahsin plus training hafalan. Oh my Allah... hafalanku!! Ufff...
harus tutup muka pakai bantal!
Kalau
besok saat training harus setor hafalan.. aduh, gimana nih??
Masih
tiga minggu. Terasa lama jika hanya menunggu. Tapi jika harus menyiapkan
hafalan minimal juz 29-30..cukup ngga ya?
Bismillah...insya
Allah lah ya..ya?? please otakku, bekerjasamalah!
Menjelang
hari raya begini otomatis dirumah sibuk persiapan ini itu. Bikin kue lebaran,
bersih-bersih. Nyiapkan tempat untuk para tamu dan keluarga yang datang
berkunjung, dan sebagainya. Sementara rutinitas lain seperti tilawah dan kajian
juga ngga boleh ketinggalan. Disela-sela itu, kucoba terus untuk menguatkan
hafalan yang tak seberapa. Sementara kakak, hanya kusapa dalam do’a.
Hingga
saat itu tiba.
***
15
Juli 2015. Sekitar seminggu setelah hari raya.
Pagi
sekali, aku sudah bersiap pergi. Sendiri ke ibukota provinsi bukan yang pertama
ku jalani. Menempuh perjalanan motor sekitar 2 jam atau kurang kalau jalanan
sepi, aku sampai. Beberapa kali sebelumnya, biasa kalau ada training, rapat,
atau perlu menemui para ustadz aku harus datang kesini.
Jam
menunjuk angka 07.30 saat aku memarkir motor dan masuk ke ruang training
seperti instruksi ustadz Adhan sebelumnya. Mbak Wihda yang biasa mengurus
administrasi Wafa menyambutku dengan ramah. Selesai mengisi daftar hadir, ia
memberiku sekotak nasi bakar dan sebotol air mineral, buat sarapan katanya. Ah,
beberapa bulan tak bersua, mereka tetap baik sikapnya. Tak ada canggung, semua
serasa saudara.
Wajah-wajah
para perindu surga mulai berdatangan, aku meletakkan tas dan kotak makan tadi
di salah satu kursi, lalu menyapa peserta yang lain. Sebagian sudah kukenali.
Mereka datang dari berbagai pelosok negeri. Wafa mengundang mitra dari seluruh
Indonesia rupanya. Aku baru sadar, ini acara besar, tak seperti biasanya yang
peserta dari jawa timur saja.
Mumpung
tahun ajaran baru, para guru butuh ilmu baru, semangat baru. Agar anak-anak
didik yang menjadi tanggungjawab kami bisa lebih semangat mengaji. Mengenal
illahi, dan merekam setiap ilmu yang kami bagi. Sementara aku, kenapa ada
disini? Entahlah, akupun masih tak mengerti kenapa ustadz Adhan memintaku untuk
datang. Padahal beliau tahu, aku sudah tidak mengajar lagi dan sekarang hanya
fokus studi. Mungkin diam-diam beliau masih berharap nanti aku kembali mengajar
lagi, mungkin.
Setelah
berbincang ringan, sebenarnya aku bisa sarapan. Tapi perutku tidak begitu
lapar, tadi ummi memaksaku sarapan sebelum berangkat. Aku memilih menyepi
sejenak ke musholla, menunaikan dhuha agar tak tertunda.
Ketika
kembali, ustadz Adhan sedang memberi sambutan dan salam pembuka. Memperkenalkan
trainer yang akan mengisi acara seharian nanti.
“Ustadz
kita kali ini sangat luar biasa. Bagaimana tidak, beliau masih muda, sudah
hafidz 30 juz plus pemegang sepuluh sanad qiro’at. Beliau masih mahasiswa S2 di
salah satu perguruan tinggi tertua di dunia. Cita-citanya, ingin menjadi
penulis dan yang paling penting, beliau masih single....”
Ustadz
Adhan memperkenalkan sosok pemateri yang akan mengisi training kami. Aku
penasaran. Siapa?
Beliau
tidak menyebut nama. Nanti biar kenalan sendiri katanya. Hmm...
Materi
pertama muroja’ah dipimpin ustadz Mashuda al hafidz. Muraja’ah dua juz dalam
waktu sekitar 90 menit, lumayan menguras energi. Sebagian belum kuhafal benar,
kadang mencuri pandang pada mushaf ditangan. Kukira aku sendiri yang tertinggal
begini. Untunglah..beberapa pesserta lain juga melakukan hal yang sama.
Astaghfirullah.. lemahnya otakku.. aku menggerutu.
Aku
telah berusaha menghafal semua, tapi percuma. Ah sudahlah.. mungkin aku butuh
pendamping yang bisa memaksaku meneruskan dan menjaga hafalan nantinya. Lalu
membangun keluarga para penghafal Al Qur’an bersama. Ah indahnyaa..
*Loh,
ngelamun!!
Tak
terasa, saat masuk materi kedua, tahsin dan tajwid. Ustadz Mashuda sudah
mempersilahkan pemateri masuk ruangan. Namanya, Ustadz Syamsi Al Ghifari.
Seseorang
melangkah masuk, perlahan. Melangkah pasti, menyapa kami.
Ohh????
***
Speechless!!
Lidahku kelu sesaat.
Kenapa....
Ada dia disini?
Jadi..??
Aku
ingin berlari keluar saja dari sini!!
Huffttt..ituuu...........
Oh
Allah... kenapa dia?? Kenapa kenapa?? Batinku histeris sendiri.
Setelah
beberapa minggu tanpa kabar, kenapa harus ketemu disini??
Penasaran
kenapa aku shock??
Itu...pemateri
yang mengisi acara kami adalah... mas Syamsi!
Ternyata??
Dia
seorang.. hafidz? Oh..speechless. aku tak ingin bersuara. Biar ngumpet aja di
bawah meja.
Apa
karena ini ustadz Adhan memintaku kesini? Tapi mana mungkin? Beliau kan ngga
tau kalau mas Syamsi kenal aku?
Uh,
aduuuhh... asli. Selama trining berjalan aku berusaha sekuat hati bersikap
profesional. Beberapa kali tatapan mata kami bertemu. Tapi ekspresinya biasa
saja. Ia sangat profesional dan...dewasa!
Bagaimana
mungkin aku berlari dari situasi ini? Tidak!! Ini harus kuhadapi.
Meski
kusadari, ada yang bergejolak... jauh di dalam hati. Aku berusaha tak mengerti.
Kuabaikan
perasaan ini, sendiri.
***
Saat
makan siang, aku kebagian tempat duduk tak jauh dari meja rombongan para
ustadz. Kulirik sekilas, ada mas Syamsi disana. Sementara aku merapat dengan
para ustadzah lainnya. Kami berbincang, bercanda sambil menguatkan rasa
memiliki saudara.
Selesai
acara makan dan shalat, kami masuk lagi ke ruang materi. Karena pemateri dan
panitia belum datang, aku bisa cek Hp. Eh, ada pesan masuk ternyata. Mas
Syamsi!
“Risaki, nanti selesai acara jangan langsung pulang
ya”
Aku
tak tahu harus membalas apa. Kubiarkan saja pesannya. Berminggu-minggu tanpa
kabar, tiba-tiba saja bersuara. Tanpa salam pembuka, uh!
Tetiba
Ustadz Adham masuk dan melewati dekat tempatku duduk, beliau melihatku. Lalu
melangkah mendekat, menyapa.
“Ustadzah
Risa, apa kabar? Alhamdulillah, saya senang antum bisa datang. Sudah selesai S2
nya?”
“Hee...
alhamdulillah baik ustadz, kebetulan pas longgar jadi bisa datang. Ana kan
masih semester 2 ustadz....” Jawabku sambil tersenyum.
“Oh,
tapi sudah longgar kan? Nanti selesai acara jangan langsung pulang ya? Ada yang
perlu saya sampaikan.” Pintanya.
“Baik
ustadz,” Jawabku mantap. Meski tak tahu ada apa?
#OneDayOnePost
#OneDayOnePost
*bersambung ke Surat Buat Hasna 25
6 comments:
dikhitbah sama Syamsi kah? Aaiihh ikut senang jika itu benar
dikhitbah sama Syamsi kah? Aaiihh ikut senang jika itu benar
Ini cerbung ya, mba? Saya baru baca yang ini. Jadi penasaran.
Dicintau Dan dikhitbah syamsi
Oh mb kifa andai ini kenyataan hidupmu..aku akan lebih bahagia
Ditunggu kelanjutannya y..
Gak sabar
Mbak kifa hebatan banget.. ceritanya yerus berlanjut..
Baper mba risakinya..
Post a Comment