Sunday, 5 June 2016

Surat Buat Hasna 24

| |




Sampai dirumah, masih terekam jelas semua kejadian tadi.

Kalimat perpisahan kakak, pertemuan dengan mbak Finda, dan ketika kakak dipapah lalu dibawa ke rumah sakit. Begitu cepat. Kasihan kakak... tapi aku bisa apa?

Dan... tanggal 15? Tadi Ustadz Adhan telepon memberitahu agar aku ikut acara wafa tanggal itu, sangat diharapkan, katanya. Aku menghitung hari, masih tiga minggu lagi. Acara tahsin plus training hafalan. Oh my Allah... hafalanku!! Ufff... harus tutup muka pakai bantal!

Kalau besok saat training harus setor hafalan.. aduh, gimana nih??

Masih tiga minggu. Terasa lama jika hanya menunggu. Tapi jika harus menyiapkan hafalan minimal juz 29-30..cukup ngga ya?

Bismillah...insya Allah lah ya..ya?? please otakku, bekerjasamalah!

Menjelang hari raya begini otomatis dirumah sibuk persiapan ini itu. Bikin kue lebaran, bersih-bersih. Nyiapkan tempat untuk para tamu dan keluarga yang datang berkunjung, dan sebagainya. Sementara rutinitas lain seperti tilawah dan kajian juga ngga boleh ketinggalan. Disela-sela itu, kucoba terus untuk menguatkan hafalan yang tak seberapa. Sementara kakak, hanya kusapa dalam do’a.

Hingga saat itu tiba.
***
15 Juli 2015. Sekitar seminggu setelah hari raya.

Pagi sekali, aku sudah bersiap pergi. Sendiri ke ibukota provinsi bukan yang pertama ku jalani. Menempuh perjalanan motor sekitar 2 jam atau kurang kalau jalanan sepi, aku sampai. Beberapa kali sebelumnya, biasa kalau ada training, rapat, atau perlu menemui para ustadz aku harus datang kesini.

Jam menunjuk angka 07.30 saat aku memarkir motor dan masuk ke ruang training seperti instruksi ustadz Adhan sebelumnya. Mbak Wihda yang biasa mengurus administrasi Wafa menyambutku dengan ramah. Selesai mengisi daftar hadir, ia memberiku sekotak nasi bakar dan sebotol air mineral, buat sarapan katanya. Ah, beberapa bulan tak bersua, mereka tetap baik sikapnya. Tak ada canggung, semua serasa saudara.

Wajah-wajah para perindu surga mulai berdatangan, aku meletakkan tas dan kotak makan tadi di salah satu kursi, lalu menyapa peserta yang lain. Sebagian sudah kukenali. Mereka datang dari berbagai pelosok negeri. Wafa mengundang mitra dari seluruh Indonesia rupanya. Aku baru sadar, ini acara besar, tak seperti biasanya yang peserta dari jawa timur saja.

Mumpung tahun ajaran baru, para guru butuh ilmu baru, semangat baru. Agar anak-anak didik yang menjadi tanggungjawab kami bisa lebih semangat mengaji. Mengenal illahi, dan merekam setiap ilmu yang kami bagi. Sementara aku, kenapa ada disini? Entahlah, akupun masih tak mengerti kenapa ustadz Adhan memintaku untuk datang. Padahal beliau tahu, aku sudah tidak mengajar lagi dan sekarang hanya fokus studi. Mungkin diam-diam beliau masih berharap nanti aku kembali mengajar lagi, mungkin.

Setelah berbincang ringan, sebenarnya aku bisa sarapan. Tapi perutku tidak begitu lapar, tadi ummi memaksaku sarapan sebelum berangkat. Aku memilih menyepi sejenak ke musholla, menunaikan dhuha agar tak tertunda.

Ketika kembali, ustadz Adhan sedang memberi sambutan dan salam pembuka. Memperkenalkan trainer yang akan mengisi acara seharian nanti.

“Ustadz kita kali ini sangat luar biasa. Bagaimana tidak, beliau masih muda, sudah hafidz 30 juz plus pemegang sepuluh sanad qiro’at. Beliau masih mahasiswa S2 di salah satu perguruan tinggi tertua di dunia. Cita-citanya, ingin menjadi penulis dan yang paling penting, beliau masih single....”

Ustadz Adhan memperkenalkan sosok pemateri yang akan mengisi training kami. Aku penasaran. Siapa?

Beliau tidak menyebut nama. Nanti biar kenalan sendiri katanya. Hmm...

Materi pertama muroja’ah dipimpin ustadz Mashuda al hafidz. Muraja’ah dua juz dalam waktu sekitar 90 menit, lumayan menguras energi. Sebagian belum kuhafal benar, kadang mencuri pandang pada mushaf ditangan. Kukira aku sendiri yang tertinggal begini. Untunglah..beberapa pesserta lain juga melakukan hal yang sama. Astaghfirullah.. lemahnya otakku.. aku menggerutu.

Aku telah berusaha menghafal semua, tapi percuma. Ah sudahlah.. mungkin aku butuh pendamping yang bisa memaksaku meneruskan dan menjaga hafalan nantinya. Lalu membangun keluarga para penghafal Al Qur’an bersama. Ah indahnyaa..

*Loh, ngelamun!!

Tak terasa, saat masuk materi kedua, tahsin dan tajwid. Ustadz Mashuda sudah mempersilahkan pemateri masuk ruangan. Namanya, Ustadz Syamsi Al Ghifari.

Seseorang melangkah masuk, perlahan. Melangkah pasti, menyapa kami.

Ohh????
***

Speechless!! Lidahku kelu sesaat.

Kenapa.... Ada dia disini?

Jadi..??

Aku ingin berlari keluar saja dari sini!!

Huffttt..ituuu...........

Oh Allah... kenapa dia?? Kenapa kenapa?? Batinku histeris sendiri.
Setelah beberapa minggu tanpa kabar, kenapa harus ketemu disini??

Penasaran kenapa aku shock??







Itu...pemateri yang mengisi acara kami adalah... mas Syamsi!

Ternyata??

Dia seorang.. hafidz? Oh..speechless. aku tak ingin bersuara. Biar ngumpet aja di bawah meja.

Apa karena ini ustadz Adhan memintaku kesini? Tapi mana mungkin? Beliau kan ngga tau kalau mas Syamsi kenal aku?

Uh, aduuuhh... asli. Selama trining berjalan aku berusaha sekuat hati bersikap profesional. Beberapa kali tatapan mata kami bertemu. Tapi ekspresinya biasa saja. Ia sangat profesional dan...dewasa!

Bagaimana mungkin aku berlari dari situasi ini? Tidak!! Ini harus kuhadapi.

Meski kusadari, ada yang bergejolak... jauh di dalam hati. Aku berusaha tak mengerti.

Kuabaikan perasaan ini, sendiri.
***

Saat makan siang, aku kebagian tempat duduk tak jauh dari meja rombongan para ustadz. Kulirik sekilas, ada mas Syamsi disana. Sementara aku merapat dengan para ustadzah lainnya. Kami berbincang, bercanda sambil menguatkan rasa memiliki saudara.

Selesai acara makan dan shalat, kami masuk lagi ke ruang materi. Karena pemateri dan panitia belum datang, aku bisa cek Hp. Eh, ada pesan masuk ternyata. Mas Syamsi!

“Risaki, nanti selesai acara jangan langsung pulang ya”

Aku tak tahu harus membalas apa. Kubiarkan saja pesannya. Berminggu-minggu tanpa kabar, tiba-tiba saja bersuara. Tanpa salam pembuka, uh!

Tetiba Ustadz Adham masuk dan melewati dekat tempatku duduk, beliau melihatku. Lalu melangkah mendekat, menyapa.

“Ustadzah Risa, apa kabar? Alhamdulillah, saya senang antum bisa datang. Sudah selesai S2 nya?”

“Hee... alhamdulillah baik ustadz, kebetulan pas longgar jadi bisa datang. Ana kan masih semester 2 ustadz....” Jawabku sambil tersenyum.

“Oh, tapi sudah longgar kan? Nanti selesai acara jangan langsung pulang ya? Ada yang perlu saya sampaikan.” Pintanya.

“Baik ustadz,” Jawabku mantap. Meski tak tahu ada apa?

#OneDayOnePost
*bersambung ke Surat Buat Hasna 25

6 comments:

Lisa Lestari said...

dikhitbah sama Syamsi kah? Aaiihh ikut senang jika itu benar

Lisa Lestari said...

dikhitbah sama Syamsi kah? Aaiihh ikut senang jika itu benar

Nindyah Widyastuti said...

Ini cerbung ya, mba? Saya baru baca yang ini. Jadi penasaran.

Wiwid Nurwidayati said...

Dicintau Dan dikhitbah syamsi
Oh mb kifa andai ini kenyataan hidupmu..aku akan lebih bahagia
Ditunggu kelanjutannya y..
Gak sabar

Vinny Martina said...

Mbak kifa hebatan banget.. ceritanya yerus berlanjut..

Dewie dean said...

Baper mba risakinya..

Post a Comment

Popular Posts

Blogger templates

Blogroll

About

Search This Blog

Powered by Blogger.
 

Designed by: Compartidísimo
Images by: DeliciousScraps©