Lupus kembali memperhatikan gadis yang duduk di
seberang. Seragamnya sama dengan yang ia gunakan. Tapi siapa? Perasaan ngga ada
anak sekolahnya yang secantik itu. Gadis itu benar-benar lain dari yang lain.
Lihat saja, kerudung abu-abu yang dikenakan gadis itu, menambah anggun
sosoknya. Siapa sebenarnya ia? Satu-satunya cara untuk tahu itu anak sekolah
mana, adalah melihat emblem di lengan sebelah kanan. Disana ada nama sekolah
asal, pasti. Demi mengetahui asal sekolah gadis itu, Lupus memperlambat
makannya. Berharap gadis itu lewat lagi di depannya sehingga ia bisa membaca emblem
dan asal sekolahnya.
Benar saja, tak lama kemudian gadis itu melintas
menuju wastafel, saat kembali ke mejanya, ia melalui dekat tempat duduk Lupus,
lagi. Tak mau kehilangan kesempatan, Lupus membaca emblem yang tertera “SMA Patriotisme”.
Mata Lupus berbinar, gadis cantik itu satu sekolah dengannya! Mungkinkah dia
anak baru yang dimaksud? Ah entahlah, yang jelas akan lebih mudah menemukan
jika satu sekolah.
Kembali Lupus menekuni makanannya. Melahap habis
tanpa sisa, sepiring nasi padang porsi besar ditambah rendang, ayam bumbu
merah, ikan bandeng goreng, plus sambel ijo plus merah dan kuah. Termasuk es
jeruk, cukup itu sebagai hidangan penutup. Perutnya kenyang, banget malahan.
Oh, belum selesai. Ia mencari sesuatu di sakunya. Apa lagi? Oh, tentu saja,
permen karet. Pandangannya mulai beredar sambil mengunyah permen karet
kesukaannya.
Lhoh..??
Ia mengernyitkan dahi, mengedarkan pandangan ke
seluruh sudut ruang makan itu. Tapi tak ada. Matanya mencari keluar, mungkin ia
sudah disana?
Gadis itu tak ada!
Bahkan meja di seberang yang tadi diduduki gadis
itu sudah bersih seolah tak pernah ada yang makan disana sebelumnya. Padahal
jelas sekali tadi, belum lama kan? Lupus bergidik ngeri, jangan-jangan gadis
tadi...? tapi ini kan masih siang bolong, masa iya? Satu sisi hatinya protes,
menepis bayangan hantu yang datang dan pergi tiba-tiba.
Ia bahkan masih ingat wangi parfum gadis itu. Tapi
kemana ia sekarang? Pikiran itu benar-benar mengganggunya. Jangan-jangan, dia
penunggu rumah makan ini? Hii.. Lupus ingin sekali segera berlalu dari situ.
Selesai membayar, Lupus langsung ke tempat latihan
Taekwondo. Ia ada jadwal mengajar hari ini sampai satu jam kedepan. Setelah
selesai, Lupus meluncur ke redaksi majalah Hello untuk mengambil honor tulisan
dan menyerahkan karyanya yang sudah selesai.
Hari sudah sore ketika Lupus pulang. Mama belum
pulang dari kantor. Dirumah itu hanya ia sendiri. Bersuara sendiri, mandi,
ganti baju, lalu menghabiskan sore dengan membaca buku. Menjelang maghrib
suasana masih sepi. Angin berhembus perlahan menyapa Lupus yang sedang duduk di
teras. Dingin, diiringi gemerisik dedaunan dari pohon mangga depan rumah. Lupus
yang duduk di teras merinding, teringat hantu yang ia temui tadi siang. Angin
terasa makin kencang, merontokkan dedaunan. Tidak ada mendung, hujanpun tak
turun. Tapi kenapa terasa mencekam?
“Mending abis maghrib langsung cuzz kewarung babe
Somad. Daripada dirumah sendirian....hiii.. “ Lupus segera beranjak mengambil
wudhu saat adzan berkumandang. Selesai sholat ia meluncur ke warung babe Somad
yang hanya sekitar lima belas menit dari rumahnya naik motor.
“Assalamu’alaikum, be....” Lupus menyapa babe Somad
yangs edang asik membakar satenya. Aroma sedap segera menyapa Lupus, mengusik
cacing diperutnya.
“Wa’alaukumsalam, eh elu pus...sendirian aje?” Babe
Somad memang sudah akrab dengan Lupus, karena seringnya Lupus dan kedua
temannya nongkrong disitu. Yang paling suka sate sebenarnya Gusur, makanya dia
paling embul diantara kawanan itu. Sate babe Somad memang paling nikmat.
Dagingnya selalu matang sempurna dan sambal kacangnya.. membuat air liur selalu
meleleh.
“He, engga be.. ntar lagi juga Gusur sama Boim
dateng kok”
“Oh iye, duduk dulu sono. Gatau nih hari ini sepi
amat yak... tadi sore doang pus ramean dikit. Abis maghrib ini baru elu doang
yang dateng. Mau makan sekarang atau minum dulu?” Babe Somad memang ramah,
makanya lupus dan teman-temannya suka betah.
“Errrrm... minum dulu aja deh be, sambil nunggu
anak-anak. Es jeruk ya be...”
“Beress...” Babe mengangguk riang.
Lupus memilih duduk di pojokan, berbatasan langsung
dengan kebun kosong di sebelah warung babe. Warung sate milik babe memang bukan
warung mewah. Hanya berdinding bambu setinggi pinggang dengan hamparan karpet
sebagai alas. Tidak ada kursi, semua pengunjung duduk lesehan kalau makan di
warung babe.
Sepuluh menit menunggu, Gusur dan Boim belum tampak
batang hidungnya. Kebun kosong di belakang Lupus gelap. Hanya terkena bias dari
lampu warung babe yang tak seberapa. Duduk sendiri begitu membuat lupus berfikir
aneh. Soal hantu tadi siang, angin dingin di teras rumah, dan sekarang, duduk
sendiri di tepi kebun kosong. Lupus bukan penakut, pun tak pernah ingin jadi
penakut. Karena itulah ia berani memilih tempat paling pojok warung ini. Karena
disitulah satu-satunya spot yang ada stop kontak. Jadi sewaktu-waktu HP-nya
lowbat, bisa langsung ngechas. Gitu maksudnya.
Ia coba menghubungi Gusur dan Boim, keduanya tak
menjawab. Ah, mungkin masih dijalan, pikirnya. Es jeruknya tinggal setengah.
Tiba-tiba... wusss......... angin lembut menerpa, membuat bulu roma berdiri.
Lupus merinding. Ia menoleh ke belakang, tak ada siapa-siapa. Babe Somad masih
di dekat tungku, asik dengan satenya. Duh, please.. jangan ganggu aku.
Rintihnya dalam hati.
Kebun itu ngga terkenal angker sih, tapi siapa tahu
ada makhluk astral lewat barusan? Lupus merinding lagi. Wuusss........ srek..
srekk...srekk... seperti suara daun jati yang terinjak dan terseret kaki. Lupus
mulai berpikir untuk pindah tempat.
Kling klong....
Alarm di HP-nya berbunyi, tanda baterei lemah. Mau
tak mau, ia harus bertahan disitu. Seharian tadi memang ia lupa mengechas
HP-nya. Kalau dia pindah, baterenya habis ngga bisa hubungi anak-anak. Kalau
tetap disitu, kok ngeri? Atau dichas aja trus ditinggal? Duh, jangaannn....ntar
HP-nya dipinjam makhluk astral gimana? Batinnya tak rela. Ia dilema.
Akhirnya, ia memilih bertahan. Berbalik ke
belakang, ia penasaran dengan suara barusan. Ada orangkah? Namun tak ada
siapa-siapa. Batinnya tak tenang.
Brumm....Brumm.... lalu berhenti.
Oh, untunglah... Gusur datang. Ia lega.
“Waduh, bro.... kirain ga jadi dateng. Kemane aje
lu?” Lupus berusaha menutupi rasa takut, bersikap bisa saja di depan Gusur.
“Sorry.. tadi macet banget, buset dah. Udah nunggu lama ya? Boim mana?”Gusur melepas
jaketnya, duduk di depan Lupus.
“Au nih belon dateng dari tadi gue nungguin kalian
sendirian” Lupus menatap Gusur agak kecewa.
“Eh, btw..lu tadi pagi kenape lari-lari kaya orang
kesetanan?” ia teringat kejadian tadi pagi.
“Oh, iya bro..itu die yang mau gue ceritain.. lu
pasti ga percaye. Tadi pagi gue ketemu hantu cantik!”
“Maksud loh? Gimana ceritanya tuh?” Lupus
penasaran. Mengingat kata “hantu” sudah terlalu banyak menghantuinya hari ini.
#Bersambung
#OneDayOnePost
#TeruslahMenulis
1 comments:
asyik banget baca cerita ginian, berasa masaih SMP
Post a Comment