Lupus melangkah santai menyusuri lorong sekolah
sambil mengunyah permen karet. Lalu duduk di taman dekat gerbang. Hari masih
pagi ketika cowok berjambul itu memarkir vixion advance merah kesayangannya, bel
masuk masih setengah jam lagi. Dia berangkat sekolah pagi-pagi biar ngga
ketinggalan menyapa siswa baru yang katanya bakal jadi primadona paling fenomenal
di sekolah, akan datang hari ini.
Sudah seminggu, kasak kusuk akan hadirnya siswa
baru santer dibicarakan para siswa cowok, terutama jomblowan pencari mangsa.
Kaum cewek pun ngga ketinggalan, mendadak mereka suka sekali bolak balik ke
toilet, terutama geng cerribella yang terdiri dari Chaca, Erin, dan Bella.
Mereka adalah geng cewek paling eksis di SMA Patriotisme. Buat apa ke toitet?
Tentu saja buat benerin bedak, nyisir rambut, atau sekedar masukin baju biar
terlihat makin seksi. Berita akan
munculnya cewek cantik dan seksi jelas jadi ancaman buat mereka. Model Euy!!
Sampai bel masuk tinggal lima menit lagi, yang
ditunggu tak datang juga. Tak satupun
sosok asing yang datang melalui gerbang sekolah. Malah ia melihat gusur yang
lari-lari seperti dikejar maling. Eh? Mengejar maling.
“Sur...., Gusurr.....”, Lupus berteriak sambil
melambaikan angan pada Gusur. Yang dipanggil sontak mengerem larinya kuat-kuat,
hampir saja kecemplung got. Lalu berbelok menghampiri Lupus.
“Ngapain lo lari-lari gitu? Kesambet tukang ojek?
Hah?” Lupus langsung mencecarnya dengan pertanyaan. Sementara Gusur masih
ngos-ngosan, mengangkat tangan tak sanggup menjawab. Meminta lupus yang tak
sabar untuk menunggu. Huh-hah-huh-hah, nafas Gusur sudah macam orang habis
makan cabe rawit sekilo. Mukanya pucat, tangannya memegang dada dan berusaha
keras utuk menelan ludah.
“Nih, minum...” Lupus menyodorkan sebotol air
mineral. Gusur langsung membuka dan menenggaknya hingga tinggal setengah
kurang.
“Wah, tega lu bro... Lu minum apa laper? Gila aja,
ini botol biasanya sama gue baru abis siang, masa sama elu dua detik aja
ludes!”, wajah Lupus mendadak serius, menggerutu membolak balik botol minumnya,
tak percaya Gusur nafsu minumnya tinggi juga.
“Eh, Lu kenapa? Malah bengong ?!” ia menggoyangkan
tanggannya di depan muka Gusur, Gusur Gelagapan.
“Errrr, iya.... gue tadi ketemu hantu cantik!”
“Hah.. Serius loh? Kok bisa? Dimana?”
ke-superkepo-an Lupus langsung on automatically.
“Ting – Tong – Ting – Tong –Ting –Tong” Bel tanda
masuk berbunyi nyaring. Gusur meringis.
“Ntar aja ya bro.. gue cerita, kalo ngga lupa”
sambil mengedipkan sebelah matanya pada Lupus. Yang diajak ngomong cuma monyong
sambil melangkah pergi, masuk kelas.
Hingga istirahat tiba, tak ada sosok baru yang
ditemui Lupus. Padahal waktu istirahat ia sudah mondar-mandir dari depan ruang
kelas X hingga kelas XII. Semua tampak biasa saja. Padahal kemarin teman
sekelasnya super heboh membahas cewek baru ini. Yang katanya cantik, tinggi,
model sampul majalah pula. Kurang apa coba? Lumayan kan bisa masuk datar
gebetan, mumpung Lupus lagi Jojoba, alias jomblo-jomblo bahagia. Hari ini Lupus
rela bela-belain ngga jajan ke kantin saking penasarannya. Alhasil, saat bel
masuk selesai istirahat perutnya bernyanyi riang. Lalu saat pelajaran
matematika, terpaksa ia kentut sembarangan. Akibat perutnya kosong, diajak
mondar mandir dari pagi tanpa sempat sarapan.
Awalnya teman dibelakang Lupus kasak kusuk, lalu
sejenak kemudian seluruh penghuni kelas heboh dengan hadirnya bau telur busuk
tiba-tiba. Soni mengira hantu toilet sedang lewat, Ditya malah mondar mandir
sambil mengendus-endus mencari sumber bau, tapi tak ketemu. Baunya sudah
terlanjur menyebar keseluruh ruang kelas.
“Henang,..henang..hanhak-hanhak... hilahkang
khembhali khe khurshi mashing-mashing... khita hahus melanjutkan matheriii....”
Tok Tok Tok................ Pak Guru mengetukkan spidol keras-keras ke papan
tulis, berteriak sambil memencet hidungnya dengan tangan kiri. Tapi tak
dihiraukan murid-murid. Akhirnya iapun ikut keliling kelas, mencari sumber bau.
Saat teman dan gurunya ribut mencari sumber bau, Lupus
berakting seolah ikut mencari, mondar mandir kesana kemari, jelas saja baunya
ikut nyebar kemana-mana. Dalam hati ia teriak keras, maaf pak guru dan teman-teman... aku kelepasaaaannnn...!!!
Pelajaran hari itu terasa menyiksa Lupus. Rasa penasaran
tak terbayar, perutnya keroncongan. Lelah raga dan perasaan. Bel tanda pulang
hanya mampu menggoreskan segaris senyum diwajahnya. Sedetik kemudian senyum itu
pudar oleh rasa lapar. Ia melangkah gontai tak bertenaga, seolah hampir
kehilangan nyawa. Sungguh, ini bukan Lupus yang biasanya.
Di jalan menuju parkiran, Lupus kembali bertemu
Gusur.
“Lu, makan yok..” Gusur tampak bersemangat
sekarang. Hilang sudah wajah pucatnya pagi tadi. Mau tak mau, Lupus ketularan
senyumnya. Apalagi dengar kata makan, perutnya melonjak riang. Hampir saja ia
kelepasan “kentut” lagi. Kalau sudah ngajak, berarti Gusur siap traktir. Asiik,
makan siang gretongan.
“Boim, ngga diajak?” soal makan, Lupus tak lupa
pada sahabat satunya. Mereka bertiga sudah bersahabat sejak SMP. Meski sekarang
beda sekolah, jarak dan waktu bukanlah penghalang. Mereka masih bisa ketemu hampir setiap hari.
Gusur segera menghubungi Boim.
“Yaah,, masa ngga jadi. Ada yang penting nih mau
gue omongin. Yaudah ntar malem yah di warung babe Somad?... ok deal”.
“Boim ngga bisa sekarang, ntar malem aja ya di
warung babe Somad? Gue yang traktir koq, tenang aja..” sambil menepuk bahu
Lupus, Gusur berlalu.
Tinggal Lupus bengong. Rasa laparnya kian mendera.
Cacing diperutnya kian meronta mendengar acara traktirannya harus tertunda.
Lupus ingin sekali marah, jengkel, kesal, tapi kepada siapa? Kaleng di depan
kakinya jadi sasaran, ia tendang keras-keras. Kerompengan, berguling di hamparan
paving yang terik. Sudah panas, lapar, kesal, campur jadi satu. Lupus segera
mengambil motor dan melaju. Rasa lapar menuntun motornya berbelok ke rumah
makan padang sederhana, tak jauh dari sekolah.
Baru saja lupus duduk hendak menikmati hidangan di
mejanya, dari arah pintu dilihatnya sosok gadis tinggi semampai, wajahnya
bersih, ia tersenyum menyapa pelayan dan mengambil tempat duduk melewati kursi
tempat Lupus duduk. Gadis itu melangkah tenang, sepatu wedges yang digunakan
terkesan mencolok dipadu dengan seragam SMA dan tas ransel. Lupus terpana
melihat gadis itu melangkah didepannya, seolah setengah perutnya terisi
tiba-tiba ketika melihat gadis itu melangkah. Pandangannya mengikuti gadis itu
hingga tiba di meja seberang. Hanya tersisa wangi parfumnya yang tercium,
lembut menyapa hidung Lupus. Sejenak Lupus memejamkan mata menikmati bau itu. Ia
baru sadar setelah baunya berganti rendang dan sambel ijo yang sudah menunggu
di piringnya. Selera makannya kembali, otaknya mulai bekerja normal lagi.
Sebentar, seragam....?
#Bersambung
#OneDayOnePost
4 comments:
Jadi lapar ad rendangnya ��
Ahaaa... Teka-teki pembuka cerita yg menarik...
Wah jadi teringat lupus jaman smp
Wah jadi teringat lupus jaman smp
Post a Comment