Monday, 10 October 2016

Kriteria Calon

| |



“Mas, cepet  nikah sana” Ujar Mira pada Ucup, kakak kelasnya yang sudah hampir kepala tiga namun masih jomblo.

“Wee... kamu tuh, udah mau jadi perawan tua, pacar aja belom punya” Ucup memang ceplas ceplos, apalagi sama teman yang sudah dianggapnya saudara seperti Mira, ngga peduli bakal sakit hati atau gimana. Yang dituduh mau jadi perawan tua hanya melotot sengit.

“Eh, mas.. inget umur. Kamu kan udah berumur. Masa gebetan aja belom punya? Rugi deh, kamu itu nunggu apa sih? Atau siapa? Haha,..” Mira bergeser tempat duduk tepat di depan Ucup. Mereka sedang nongkrong di rumah Dedi, mumpung weekend. Biasa, mantan anak mapala SMA kumpul bareng. Yang lain belum pada dateng. Sedangkan Dedi,  masih mandi. “Tampang, ngga jelek2 amat. Kerjaan punya, rumah udah ada. Kurang apa lagi coba?” Ujar Mira sambil sok memperhatikan sosok lelaki cool di depannya.

Ucup memang cool, sejak SMA tidak pernah terlihat sangat dekat dengan makhluk bernama perempuan. Padahal teman-temannya suka merangkap beberapa pacar, ia sama sekali tak terpengaruh. Dan saat ini, ketika temannya sudah banyak yang menikah, banyak yang heran kenapa dia belum menikah juga? Mustahil kalau ngga ada satupun perempuan yang suka padanya. Secara materi dia sudah cukup berada. Kendaraan, rumah pribadi sudah tersedia. kesibukannya sebagai marketing di sebuah perusahaan ternama membuatnya mampu secara ekonomi.

“Ntar, nunggu calon yang pas Mir...” Ucup menatap serius mata Mira. Sementara gadis itu hanya mengerjap tak paham. “Eh, yang pas itu yang gimana mas?” Rasa penasaran memaksanya bertanya. “Yang cantik kaya Maudy, ada mbak Rara cinta sama mas gitu eh ditolak. Ada yang kaya kemana-mana naik mobil, mbak Retno itu juga kamu cuekin. Yang manja imut kaya boneka ada mba Niken juga kamu ngga peduliin. Nyari yang gimana sih mas? Heran aku.” Mira nyerocos sambil mengupas kacang goreng kesukaannya.

“Eh Mir, kamu  pikir cantik, kaya, manja, imut aja cukup buat jadi istriku? Hemmm, matangkan dulu pemikiranmu anak muda. Baru kita bicara. Kalau gini, ngga nyambung. Yang ada kamu bakal nyalahin aku terus Mir, kaya anak-anak itu yang bisanya cuma ngeledek.”

“Oh, gitu ya mas. Ceritain dong, kriteria calon istri yang baik itu yang gimana? Kan biar aku belajar juga mas, hehe..” Mira mulai tertarik dengan topik ini. Sementara ucup masih cuek, menyeruput  segelas kopi yang mulai dingin.

“Hemm, yang dewasa Mir. Sia-sia nanti umurku kalau dapet istri yang kekanakan.” Ucup menjawab santai.

“Eh, kok bisa? Bukannya cowok itu suka cewek manja ya mas?” Mira menyimak dengan tampang serius. Ia benar-benar penasaran.

“Ya ngga papa manja, tapi tau waktu dan tempat. Aku sih ngga suka pamer mesra di tempat umum. jadi kalau liat cewek yang model begitu males ih. Terus nih ya, kalau cewek itu belum dewasa taunya cuma belanja. Ngga jelas visi misinya apa. Ogah ah.”

“Oh, berarti aku ngga masuk kriteria ya mas? Aku kan suka manja. Maunya apa-apa tersedia..haha” Mira tertawa lepas, menertawakan dirinya sendiri.

“Lah, emang Mira mau jadi istriku?” Ucup balik bertanya heran.

“Eng, ngga juga sih mas. Aku suka cowok romantis. Mas Ucup apa-apa dicuekin. Ogahlah aku.”

Ha ha ha... ternyata, sama saja. Tapi mereka merasa lebih baik begini. Bisa saling berbagi tanpa ada canggung antara keduanya. Cerita masih berlanjut...

“Kalau kamu Mir, cowok macam apa yang mau kamu terima jadi suami?” Ucup balik bertanya pada makhluk mungil di depannya. Bagi Ucup, Mira sudah dianggap seperti adiknya sendiri.

“Eng, ngga tau mas. Yang aku ngerasa cocok aja lah. Selama ini yang deketin aku belum ada yang cocok sih. Masa ngajakin aku keluar, tapi kusuruh minta ijin ayah ngga berani. Ada juga yang sikapnya itu mas, duh...bikin dag dig dug tiap aku ketemu dia. Tapi apa? Ngga pernah tuh bahas cinta. Yaudah daripada aku sakit hati kan mending dijauhi aja. Ada lagi nih, yang ngajak kenalan tapi aku tanya, udah siap nikah? Dia jawab belum. Kalau model begini sih biar jadi temen aja mas. Aku males ambil pusing sama orang yang ngga mau serius.”

“He, baguslah itu. Percaya aja, pasti ada. Nanti akan hadir yang terbaik di saat yang tepat. Yang penting satu, kalau cari suami atau istri itu cari yang beneran “mateng”. Jangan yang hasil ‘karbitan’. Hahaha.. “ Ucup tergelak dengan kata-katanya sendiri. Sementara Mira menatapnya heran, tak mengerti.

“Mateng? Karbitan? Ngga mudeng aku mas”

“Oalah nduk, kamu kuliah sampai sarjana kok yang begini aja ngga paham?” Ucup menggodanya.

“Serius mas, yang begini ngga ada di bangku kuliah. Apalagi jurusan akuntansi. Hehehe” Mira tersipu. Dia benar-benar tidak paham apa maksudnya mateng dan karbitan.

“Hem,, kamu kan tau anak jaman sekarang. Ngakunya udah siap nikah. Anak-anak gadis baru lulus SMA, kerja beberapa bulan udah pulang minta nikah. Remaja laki-laki baru kerja setahun, kredit motor aja masih ditanggung orang tua, sudah minta nikah. Lalu ketika benar-benar menikah, mereka punya anak. Iya kalau masih rukun dan baik-baik saja sama istrinya. Ngga sedikit loh yang hampir tiap hari bertengkar karena hal sepele...” Ucup bicara panjang lebar. memang demikian yang sering ia lihat di lingkungan rumah dan kerjanya. Pasangan muda yang bertengkar, akhirnya cerai, padahal usia pernikahan mereka baru seumur jagung.

“Terus mas? Apa hubungannya mateng sama karbitan?” Mira masih tak paham.

“Jadi gini, pasangan-pasangan remaja yang mengaku siap nikah itu ujiannya ya setelah nikah. Mampu ngga mereka membuktikan kesiapannya? Ngga sedikit diantara mereka yang sebenarnya belum siap punya anak. Ketika menikah, punya anak, ya mendidik anak sekedarnya aja. Ngga paham ilmunya. Asal nurut apa kata tetangga. Anak tetangga ikut bimbel, anaknya suruh berangkat. Anak tetangga beli sepeda, ikutan, begitu seterusnya dan seterusnya. Yang udah jadi bapak sama saja. Ketika mereka belum cukup dewasa mengemban tanggung jawab sebagai kepala keluarga, yang ada capek kerja, dirumah ketemu anak yang rewel bisanya marah. Istrinya jadi sasaran pula. Coba, yang begitu berlangsung setiap hari, mau jadi apa anaknya nanti? Kasihan kan mereka jadi korban. Mereka inilah yang aku bilang “dewasa karbitan”, hasil pendidikan instan. Beda dengan yang mateng beneran. Yah, mereka yang jauh hari sudah mempersiapkan diri sebagai ayah dan ibu. Sudah tau bagaimana harusnya menyikapi suami, mendidik anak, mengatur keuangan keluarga. Yah semua pasti perlu belajar dan perlu proses. Tapi usahakan jangan milih yang produk instan.”

“Oh, karbitan, instan. Iya juga ya. Hehe.. tapi mas, kan setiap orang juga butuh waktu. Apalagi karakter tiap orang pasti beda?”

“Iya, beda orang beda cerita pastinya. Tapi ya diusahakan saja mendapat yang terbaik. Maka kita juga harus belajar menjadi yang terbaik buat pasangan kita. Begitu kan yang Allah tetapkan? Lelaki yang baik untuk perempuan yang baik. Itu ayat dari kitab suci Mir,  jangan dianggap sepele. Itu standar kebenaran. Bukan kata orang.”

“He, iya mas iya...” Mira mengangguk. Ia mengerti, begitu juga hidupnya selama ini. Tak mudah menyerah pada lelaki bukan berarti ia tak ingin segera menikah dan menyempurnakan agama, tapi lebih dari itu, ia sedang mempersiapkan diri.

Sementara Ucup tak lagi peduli, ia sudah menekuni buku yang ia temukan di rak meja dekat TV, pasti milik Dedi: Jalan Cinta Para Pejuang, karya Ust. Salim A.Fillah.

#OneDayOnePost
#Cerita
#Doa

9 comments:

Wiwid Nurwidayati said...

Ini aslinya habis wawancarai siapa dik saki

Sakif said...

Hihi..ngga ada mbak. Lg ngetem dirumah nerjemahin jurnal. Kepikiran itu...tulis aja..hehe

MS Wijaya said...

keren kayak aku cowoknya ahaha

Ciani Limaran said...

Jadi tipe kak saki yg kayak gmn?

Unknown said...

Yang 'matang' dari pohon. :D

Unknown said...

Yang matang disimpan di kolong dipan, ehehehe

Unknown said...

Yang matang disimpan di kolong dipan, ehehehe

Uncle Ik said...

Eh buset, 90% tulisan dialog semua. Tapi bacanya nggak bikin bosen. Harus belajar sama ahlinya nih. Keren

Uncle Ik said...

Eh buset, 90% tulisan dialog semua. Tapi bacanya nggak bikin bosen. Harus belajar sama ahlinya nih. Keren

Post a Comment

Popular Posts

Blogger templates

Blogroll

About

Search This Blog

Powered by Blogger.
 

Designed by: Compartidísimo
Images by: DeliciousScraps©