Semester akhir,
adalah tingkat tertinggi dalam tangga studi di perguruan tinggi. Mahasiswa
manapun beserta orang tua dan keluarga mereka pasti ingin segera menyelesaikan
studi. Setelah itu berharap mendapat pekerjaan yang layak, kemudian menikah
dengan pasangan idaman.
What a wonderful life!
Untuk lulus
dari semester akhir, setiap mahasiswa perlu menyusun tugas akhir, skripsi,
tesis, apapun itu. Tugas akhir ini merupakan hasil laporan dari sebuah proyek
penelitian yang sebelumnya dirancang dan disetujui rancangannya oleh dosen
pembimbing. Setelah proposal disetujui, mahasiswa harus menyelesaikan penelitiannya
dan membuat laporan sesuai dengana rahan dari dosen pembimbing.
Untuk
menyelesaikan penelitian dan laporan inilah, setiap mahasiswa bisa jadi
mengalami cobaan yang berbeda-beda. Namanya juga mau lulus dari perguruan
tinggi, ujiannya jauh lebih “nyata” dibanding dengan UN yang tersedia jawaban
pilihan ganda. Ah, tapi kan mending jawaban essai dibanding dengan pilihan
ganda? Yang jika salah satu saja, maka nilainya 0. Sedangkan jawaban uraian
masih memungkinkan mendapat nilai sekalipun jawaban dari pertanyaan tersebut
kurang tepat?
Ehm, mungkin
perlu dibuktikan bahwa ujian untuk lulus kuliah ini rasanya jauh lebih “nano-nano”
ketimbang UN sekolah dasar hingga menengah atas?
Gampang. Coba
saja kuliah, lalu sampai di semester akhir ... rasakan sendiri!
Dan disinilah
aku sekarang.
Lalu apa
hubungannya judul tulisan ini dengan tugas akhir?
Entah, tadi
jari-jari begitu saja ingin mengetik hubungan antara pilihan untuk menikah
dengan penyelesaian studi.
Bagi laki-laki,
mungkin menikah tidak selalu menjadi tujuan utama setelah selesai studi. Mereka
dibebani “tanggung jawab” atas nafkah lahir dan batin setelah emnikah. Bagi
yang belum siap, memiliki sumber penghasilan mungkin menjadi prioritas yang
lebih penting dibanding pernikahan.
Sedangkan bagi
perempuan, sebagian iya sih memprioritaskan karir sebagai target utama setelah
lulus. Tapi sebagian yang lain memilih menikah sebagai prioritas utama.
Mengingat permintaan orang tua, saudara yang akan melangkahi jika tidak segera,
atau usia yang tidak lagi muda bisa jadi pendorong untuk segera menggenapkan
separuh agama.
Masalahnya
adalah, ketika ingin menikah tapi belum ada calon. Mau menikah dengan siapa?
Sama seperti
lelaki yang belum tahu mau kerja di mana setelah lulus. Tidak punya target
perusahaan yang akan dituju, Bahkan belum pernah mencoba menyusun daftar
riwayat hidup atau CV.
Dapatkah studi
segera selesai?
Tanpa motivasi
tertentu, studi itu tidak akan pernah selesai. Percayalah. Kuliah tidak akan
sama dengan sekolah yang UN terjadwal pasti, program belajar tambahan disusun
rapi oleh para guru, termasuk try out menjelang ujian penentu kelulusan itu.
Kuliah? Selama kita tidak memprogram diri sendiri untuk segera selesai, maka
lulus hanya akan jadi mimpi dan bunga tidur yang selamanya hanya jadi angan
semu.
Maka, jika
ingin segera lulus, prioritaskan! Tentukan motivasi terbesar apa yang membuat “harus”
segera selesai studi ini. Bisa jadi, permintaan orang tua, tunggakan sewa kos
yang membayang, tagihan SPP yang akan mekar bak bunga jika waktunya tiba,
termsuk target akan kerja di mana atau akan menikah dengan siapa.
Menetapkan
prioritas dan motivasi terbesar itu, sesungguhnya jauh lebih penting ketimbang
menetapkan judul penelitian. Ngga percaya? Buktikan!
Lalu rasakan,
karena tanpa motivasi istimewa dan prioritas yang benar-benar penting, semangat
untuk lulus itu tidak akan tercipta begitu kuat: untuk mahasiswa.
#LulusSegera
#Harapan
3 comments:
Aku no comment wkwkwk
Ahahaha bismillah tahun ini selesailahh
Bismillah tahun....selesai
Post a Comment