Saturday, 1 April 2017

Catatan 1 April 2017

| |



Bismillah,

Semoga apa yang perlu kuabadikan dalam catatan kecil ini tersampaikan semua. Tidak ada yang tercecer walau sebongkah batu.


Pagi ini, aku sadar benar bahwa hari di bulan baru sudah di mulai. Pukul tiga lewat sekian menit, mataku sudah seperti dikomando terbuka begitu saja, padahal alarm HP belum juga berbunyi. Alhamdulillah, melewati fase ini tanpa ingin tidur lagi adalah anugerah tersendiri. Sejujurnya, kondisi ini hanya terjadi jika iman di hati sedang cukup stabil. Sedangkan ketika labil, rasa kantuk dan malas cenderung mendominasi.

Baik, mari kita lewatkan ritual pagi yang tidak perlu dibahas terlalu panjang. Karena mungkin uraian berikutnya menuntut penjelasan lebih detail. Shubuh sudah berlalu, segera kubereskan pekerjaan pagi. Sudah terjadwal dalam agenda hari ini, aku harus berangkat sekitar jam enam pagi. Atau kalaupun lewat, bisa sampai jam setengah tujuh, itu maksimal!

Tapi nyatanya? Jam ditanganku menunjuk angka 06.38 saat aku benar-benar siap berangkat. Fiuuhh!

Baiklah, tidak ada waktu untuk berdebat, segera berangkat!

Mau kemana, sih?

Ummm... Hari ini aku ada janji penting. Menghadiri seminar nasional integrasi ekonomi islam dalam pembangunan ekonomi nasional di UMY. Sebagai rangkaian dari acara Shari’ah Economic Week yang ke-V. Selain janji kepada panitia bahwa aku sudah daftar ikut acara ini, aku juga harus menepati janji kepada salah satu pemateri untuk ikut. Jadi, harus ditepati!

Kupacu motor dengan kecepatan normal. Menurut jadwal, acara dimulai pukul 07.30, jadwal registrasi, sepahamku. Tapi aku masih harus menjemput Ilmi ke kosnya, yang walaupun satu arah, namun masuk beberapa gang sehingga cukup menyita waktu. Belum lagi ketika sampai di kamarnya, aku masih tergoda untuk menunaikan shalat dhuha! Ah, untung tadi sudah punya wudhu. Jadi masih bisa dipenuhi. Pukul 8 kurang sekian menit, kami siap berangkat.

Sayang, panitia mengubah tempat acara tanpa pemberitahuan sebelumnya. Jadilah kami harus sedikit berputar-putar untuk sampai ke lokasi. Untung belum telat. Kami masih termasuk golongan “tepat waktu” jika dibandingkan dengan peserta lain dan pemateri yang belum datang, #Eh.. Hari ini memang UMY sepertinya sibuk sekali, banyak agenda terlaksana bersamaan. Jadi mungkin wajar jika acara ini sempat tidak tepat waktu. Semoga SEW-VI berikutnya semua lebih sesuai jadwal, ya adik-adik HIMEPI-UMY, salut buat acara kalian, semangat!!

 Baik, mari langsung membahas inti acara. Pemateri seminar hari ini adalah Prof.Dr. Riawan Amin. Tahu, kan? Mantan Dirut Bank Muamalat, salah satu pelopor berdirnya bank syari’ah di Indonesia. Pengen tahu reputasi beliau? Googling saja. Satu hal yang harus kucatat dalam jejak rekam beliau sejauh ini, bahwa selama menjabat sebagai Dirut, Pak Wawan (sapaan akrab beliau) pernah menulis buku “Satanic Finance”, yang beredar luas dikalangan akademisi maupun praktisi. Sampai sekarang, ebooknya juga bisa didownload bebas. Bahkan ketika beliau pergi ke Perancis, seseorang mengabarkan bahwa buku itu sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Rusia, tanpa sepengetahuan beliau sebelumnya. Mereka sempat bertanya tentang royalti, tapi beliau sama sekali tidak meminta haknya sebagai penulis. “Untuk apa? Yang penting apa yang saya tulis di dalamnya bisa tersebar luas, bebas. Ilmu itu kalau sudah meluas yang pertama kita bebas dari kewajiban menyampaikan. Yang kedua, kita juga ikut mendapat pahala jariyah jika ada yang mengamalkan sebagai amal kebaikan. Bukankah itu semua sudah cukup lebih dari nilai royalti?” Masya Allah... Rasanya “nyess” dalam hati.

Pembicara kedua, adalah Bapak Ahmad Ifham Sholihin. Beliau adalah founder ILBS, SEO Shari’a Amanah Consulting, dan penulis yang produktif. Hasil tulisan lepasnya bisa disimak di www.ahmadifham.com, ada ribuan tulisan yang membahas tentang berbagai kasus dalam perkembangan sejarah keuangan Islam di Indonesia beserta solusinya. Silahkan di kunjungi kalau mau belajar dan penasaran tentang ekonomi dan lembaga keuangan Islam. Free. Kalau referensi, beberapa buku yang sudah beliau tulis dan beredar di gramedia atau toko buku lainnya, ada Logika Fikih Bank Syariah, Ini Lho Bank Syariah, Buku Pintar Ekonomi Islam, Bedah Akad Pembiayaan Syari’ah, dan masih banyak lagi. Di sesi ini, saya mendapat doorprise satu buku beliau, Logika Fikih Bank Syari'ah. Mau baca? Boleh pinjam, asal dikembalikan. Atau, beli sendiri ya di Gramedia, hehe.

Dalam catatanku, Pak Ifham yang menyampaikan materi pertama membahas tentang permasalahan dan solusi ekonomi di Indonesia. Apa sih yang terjadi sebenarnya dengan ekonomi kita? Lalu kenapa bank syariah dan lembaga keuangan Islam lain tidak dapat tumbuh pesat di Indonesia? Padahal negeri ini masih dihuni oleh mayoritas penduduk yang mengaku muslim.

Kemudian Pak Riawan, menyampaikan betapa buruk kondisi ekonomi makro kita sebenarnya. Apa akibatnya jika kondisi ini terus berlangsung. Penyebab, sekaligus solusinya. Yang satu ini jelas, bapak-bapak pemateri, para hadirin seminar, atau bahkan jika seluruh ahli ekonomi Islam negeri ini bersatu untuk melakukan solusi tersebut, tidak akan cukup! Kami perlu kalian semua, siapapun yang mengaku muslim untuk menyadari hakikat pentingnya ekonomi Islam tegak di bumi pertiwi. Kita tak pernah bisa sendiri. Karena kekuatan kita baru akan terasa nyata ketika kita bergerak bersama, dalam satu irama jiwa.

Sungguh, bertatap muka, mendengar, merasakan langsung semangat para pejuang ekonomi Islam selalu mampu menyulut api dalam hati. Kini aku mengerti, kenapa masih harus belajar ekonomi Islam hingga sejauh ini. Sungguh, tak ada satupun hal sia-sia yang sudah terlewati, karena setiap hal memiliki arti.

Rasanya, aku rela menghabiskan sisa usia untuk mengabdikan diri demi penerapan ekonomi islam di setiap jengkal bumi ini. Semoga Allah ridha, menjadikan setiap kesempatanku bermanfaat bagi ummat. Rasanya, hilang segala ragu untuk memulai langkah baru. Aku tahu kemana harus menuju, kepada siapa harus berguru. Allahu ya Waasi’, izinkan aku melangkah di jalanMu, selalu. Tak peduli apa kata mereka tentangku, hanya ridhaMu yang kutuju.

Beberapa hari kedepan, akan kutulis beberapa hal penting yang sempat menjadi pembahasan media akhir-akhir ini. Diantaranya tentang maksud Kyai Agil Siraj dengan mengutip kalimat Ibnu Taimiyah tentang pemimpin non muslim lebih baik daripada pemimpin muslim yang dholim, Ahok sesungguhnya tidak berbahaya, bagaimana harusnya seorang muslim memilih, jadi muslim yang logis, masa depan ekonomi kita, dan beberapa tulisan lain yang –mungkin- akan membuat telinga atau hati panas ketika membacanya, tapi semoga tidak.

Kita sudah sama-sama dewasa untuk memahami setiap kata, bukan? Jadi mari kita selesaikan ini dengan cara yang benar, sesuai logika. Saya siap di debat dengan bahasa yang baik lagi santun, dan selama memang perlu ditanggapi, akan saya tanggapi. Tunggu tulisan berikutnya, ya?

Sampai jumpa,

Eh, sebentar. Hari ini juga ada kejadian langka. Menjelang maghrib tadi, saat perjalanan pulang aku harus membawa motor memanjat gunung. Ya, m e m a n j a t!!

Gegara ada macet panjang dan semrawut, rasanya cukup tidak sabar karena terbayang entah jam berapa bakal sampai rumah dengan aman. Polisi yang turun ke jalanpun tampak kuwalahan mengatur lalu lintas.

Akhirnya aku terbawa arus mas-mas dan bapak-bapak yang mengambil jalur kompas. Dan ternyata, itu jalannya miring 45-50°! Di tengah perjalanan, jujur rasanya ingin kembali dan menyerah. Jeri terkumpul di perut bagian atas. Seperti ribuan kupu menggigit bersamaan. Antara khawatir dan takut jatuh, membayangkan apa yang akan terjadi jika aku gagal membawa motor sampai atas, dan berbagai macam pikiran buruk kucoba tepis sekuat mungkin, merapal doa-doa yang melekat di kepala. Apalagi jalan yang dilalui, hanyalah jalan setapak yang jika tergelincir bisa fatal, dibawah sana ada jurang menjulang. Sedangkan jalan setapak itu meski tidak lagi tersusun dari tanah, namun cor dan bebatuan cukup licin, khas jalan pegunungan. Ngeri, kan? Apalagi menjelang maghrib yang remang-remang. Ahh!

Sekitar 6-10 menit ngetrack dan mengumpulkan sisa rasa berani, tampak ujung jalan, salah satu gapura disebelah bukit bintang. Jujur, lega rasanya. Sempat tak percaya bisa berhasil sampai atas tanpa kendala. motor kembali kupacu dengan kecepatan normal, sambil menyaksikan baris panjang mobil dan motor di jalur berlawanan sampai sekitar 4 km berikutnya. Kebayang kan, berapa jam kemacetan itu akan terurai? Bisa tidur di jalan kalau kuikuti jalur normal. Untunglah, otak hari ini bisa diajak berpikir sedikit tidak normal, #ops

Sekarang, mari kita istirahat. Esok sudah menanti dengan tulisan berikutnya. Sleep tight....


3 comments:

Ciani Limaran said...

Kakak... Hati2 atuh... Masih ditunggu loh ulasannya..

#nyimak

Suparto Parto said...

Baca tulisan mbak Kifa serasa ikut dalam seluruh gerak dan nafasnya.

Luar biasa...

Dewie dean said...

Buku yang satanic finance kerenn

Post a Comment

Popular Posts

Blogger templates

Blogroll

About

Search This Blog

Powered by Blogger.
 

Designed by: Compartidísimo
Images by: DeliciousScraps©