Musik positif
itu ada karena adanya musik yang dianggap negatif. Konten positif itu ada
karena banyak konten dianggap negatif. Semua yang ada di dunia memang tercipta
berpasangan. Ada positif dan negative, baik dan buruk, benar dan salah, jauh
dan dekat, juga aku dan kamu. #eh
Maaf, ngga usah
baper. “Kamu” nya belum tau siapa. Hehe
Ngga usah
kelamaan baper. Karena banyak hal penting lain yang butuh kontribusi kita di
dunia nyata #mendadakserius. Okelah, kalau baper bisa jadi sumber penghasilan
dan kehidupan yang layak, silakan. Tapi kalau ngga, lebih baik kita fokus mewujudkan
cita-cita, tujuan, salah satunya menjadi penulis. Iya kan?
Percayalah,
untuk menjadi penulis tak akan semudah membalik telapak tangan. Kecuali anda punya
kekuatan menulis seribu halaman per hari dan menerbitkannya setelah sekali
baca. Faktanya, kita sering bingung sendiri mau nulis apa atau harus bagaimana
menuliskannya ketika menemukan ide.
Coba Tarik nafas
dalam, hembuskan pelan-pelan. Lewat hidung ya? Hehe
Ketika kita
mengalami peristiwa sehari-hari, melakukan banyak aktifitas, bukankah sering
menemukan hal-hal “janggal”? yah, bisa jadi berita yang beredar di TV atau
media, ulah orang-orang di sekitar kita, bahkan kesalahan kita sendiri yang
mungkin seharusnya bisa dihindari.
Semua itu adalah
sumber tulisan. Saya pernah mendengar bahwa “setiap tulisan itu berawal dari
kegelisahan”, entah siapa yang pertama mengatakan atau menuliskannya, maaf
tidak ingat. Sepertinya benar, kegelisahan membuat ide kita mengalir bebas,
memicu kita menuliskannya sampai tuntas. Nah, kalau kehabisan ide untuk
menulis, coba teliti kembali, apa yang membuat kita gelisah hari ini?
Misal, di televisi
banyak sekali beredar berita tentang narkoba yang dengan mudah masuk ke
lingkungan anak-anak sehingga banyak dari mereka yang menjadi korban. Kita bisa
menelaah ulang apa yang kita tahu
tentang berita itu. Narkoba? Bahayanya? Siapa pihak yang harus bertanggung
jawab/ dan sebagainya, dan seterusnya. Selanjutnya, otomatis akan tersusun
dalam benak kita sebuah kesan tentang masalah tersebut. Nah, tinggal dituang
dalam bentuk tulisan. Apakah kesan kita baik atau sebaliknya, akan tampak
sendiri nanti dari hasil tulisan itu.
Semakin banyak peristiwa yang kita alami, semakin bayak bahan yang bisa kita jadikan tulisan. Semakin banyak kita merasa perlu menulis, semakin pula kita merasa dituntut untuk belajar banyak hal, lagi dan lagi. Karena satu peristiwa saja, seringkali butuh banyak dukungan data dan wawasan untuk mewujudkannya menjadi sebuah tulisan.
Semakin banyak peristiwa yang kita alami, semakin bayak bahan yang bisa kita jadikan tulisan. Semakin banyak kita merasa perlu menulis, semakin pula kita merasa dituntut untuk belajar banyak hal, lagi dan lagi. Karena satu peristiwa saja, seringkali butuh banyak dukungan data dan wawasan untuk mewujudkannya menjadi sebuah tulisan.
Tentang korupsi
di negeri ini, tentang tetangga sebelah yang pantas jadi tauladan, tentang
tugas mata kuliah, ilmu yang baru kita dapat, semua itu layak dibagi kepada
siapa saja, lewat tulisan. Mungkin kita juga gelisah dengan keadaan, misal
tentang situasi negeri ini, isu PKI, dominasi ekonomi oleh warga asing,
keprihatinan sosial, dan masih banyak lagi. Mungkin kita ingin berperan aktif
dalam memperbaiki keadaan tersebut. Ingin melihat generasi muda Indonesia aktif
berkarya, tidak sibuk pacaran di usia belia, ingin orang-orang di sekitar kita
mau ikut serta membudayakan hal-hal baik seperti membuang sampah pada
tempatnya, dan masih banyak lagi. Banyak sekali ide yang bisa kita gali agar
menjadi tulisan.
Percaya atau
tidak, tulisan punya kekuatan untuk merubah sesuatu. Entah itu orang,
masyarakat, bahkan bangsa dis ebuah negara. Tulisan memiliki kekuatan untuk
menggerakkan. Kita membaca novel thriller, cenderung terengaruh untuk merasa
penasaran, ingin terus dan terus membaca. Kita membaca petualangan, bisa jadi
ikut merasa menggebu-gebu dan ingin melakukan hal yang sama. Maka sungguh,
tulisan juga bisa membuat sesuatu yang baik menjadi buruk. Dalam kasus
perselingkuhan misalnya, tidak sedikit yang diawali dengan “chat” (notabene
adalah tulisan), kejahatan, bisa dipelajari lewat tulisan. Paham komunis, radikal,
sampai pembantaian masal itu bisa terjadi karena tulisan, yang mempengaruhi
pola pikir seseorang atau beberapa orang sebelum akhirnya gelap mata.
Pun, tulisan
bisa menjadikan yang buruk menjadi baik. Penjahat bisa taubat karena tulisan,
seorang pemarah bisa melembut karena tulisan. Bahkan kita sendiri, bisa insaf
dari kesalahan, salah satunya mungkin karena tulisan.
Betapa tulisan
bisa menggerakkan, maka teruslah menulis. Tulislah segala tentang kebaikan,
agar perubahan ke arah yang baik menjadi jalan kita dan para pembaca memperbaiki diri pula.
Biar, jika masih
ada tulisan yang buruk, menyesatkan, bahkan melenakan, biar saja. Memang sunnatullah,
dunia begini adanya. Kita hanya perlu memastikan apa yang kita tulis dan
lakukan, bukan apa yang orang lain tulis dan lakukan. Maka jika ada tulisan yang buruk atau negatif, pastikan itu bukan tulisan kita.
Soal tulisan sendiri yang mungkin rasanya belum "sebaik" tulisan orang lain, kita harus tetap percaya diri, sambil terus belajar. Nanti tulisan-tulisan sederhana itu akan membaik dengan sendirinya. Percaya? Buktikan saja.
Soal tulisan sendiri yang mungkin rasanya belum "sebaik" tulisan orang lain, kita harus tetap percaya diri, sambil terus belajar. Nanti tulisan-tulisan sederhana itu akan membaik dengan sendirinya. Percaya? Buktikan saja.
Selamat Ng-OneDayOnePost,
semoga hanya tulisan baik yang lahir dari jemari kita.
#OneDayOnePost
0 comments:
Post a Comment