Saturday, 4 November 2017

Adek Ngga Mau Shalat!

| |



Ya, telingaku tak salah dengar. Kalimat itu meluncur begitu tegas, “Adek ngga mau shalat!”. Mendengar kaliat itu dari seorang muslim, tentu ada rasa kesal yang menjalar. Wajar. Karena shalat adalah salah satu ibadah yang “tidak bisa ditawar”.


Tapi mendengar itu dari lisan seorang anak, tentu kita tidak bisa menyikapinya dengan cara orang dewasa. Sore itu, hanya aku dan adik tinggal di rumah ini. Adik sepupu, mama dan ayahnya ke luar kota selama 3-4 hari, dengan tujuan berbeda. Beruntung, kali ini adik tidak lagi marah karena ditinggal orang tua. Mungkin karena sudah cukup terbiasa setelah sebelumnya ditinggal haji lebih dari 30 hari, mungkin juga sudah mulai nyaman denganku, jadi ketika orang tuanya tidak ada, dia tetap merasa aman dan nyaman.

Sore itu, setelah acara drama adik merajuk minta dibuatkan kolak yang membuat telapak tanganku dicium pisau, dia asyik menikmati semangkuk kolak kacang hijau kesukaannya sambil nonton my little pony. Adzan maghrib berkumandang. Dia harus menepati janji yang telah diikrarkan sebelumnya, boleh nonton tv sampai adan berkumandang sambil makan. Nah, adzan itu membuatku menagih janjinya. “Dek, sudah adzan, tadi janji apa?” ujarku pelan sambil mengerjapkan mata, dia menjawab datar, “Matikan TV-nya ta?”

“Iya, terus kita shalat ya, ke musholla?” Dia mengangguk. Ternyata tak sulit. Oke, aku mengambil air wudhu dan menawarinya sekalian, tapi dia tidak mau ambil wudhu. Memaksanya pasti tak akan baik, bisa gagal rencana ke musholla. Sambil bersiap mengenakan mukena, kuajak adik juga mengenakan mukenanya, dia menolak sambil menjawab tegas, “Adek ngga mau shalat!” diiringi teriakan. Aku tertegun sejenak. Bisa jadi perang nih kalau dipaksa.

“Adek, tau ngga, makhluk Allah yang ngga mau shalat itu namanya apa?” Dia diam, sambil cemberut.

“Namanya setan, adek ngga mau kan jadi temannya? Yuk berangkat, keburu telat kita nanti…” Ujarku sambil menggandeng tangannya. Sedikit tak peduli dengan raut wajahnya yang tertekuk. Mukenanya yang masih terlipat rapi dalam tas tetap kubawa, anak kecil biasanya cepat berubah pikiran. Siapa tahu nanti sampai di musholla dia mau pakai, kan?

“Gendong….” Dia mulai merajuk. Duh!

“Ngga ah, kalau adek ngga mau ikut sahalt jalan sendiri ke musholla-nya, tinggal beberapa langkah doang kan…” Aku menolak rajukannya. Dia masih cemberut, mulut kecil itu semakin mengerucut. Aku ingin tertawa menatapnya, tapi dia pasti tak suka ditertawakan saat sedang kesal. Jadi cukup kutahan saja. “Ayo cepet, pakai sandalnya, keburu telaattt…ayo cepet cepet, hurry up please….” Kututupi rasa ingin tertawa itu dengan menarik tangannya dan bergegas. Dia menurut, melangkahkan kaki menuju musholla yang hanya beberapa langkah dari rumah. Ah, dasar anak-anak.

Sesampainya di musholla, kubiarkan di berekspresi. Berjalan-jalan, memperhatikan sekitar, sampai bermain sendiri. Masuk rakaat kedua, dia mulai bermain menyentuh mukenaku, lalu masuk. Aku mengenakan mukena parasit (dengan kerudung di dalamnya, biar ngga terawang) warna pink, warna kesukaan adik (aku juga suka, sih). Dia berandai-andai sedang masuk dalam tenda. Ya, imajinasi anak memang sedikit absurd. Mungkin kita dulu juga begitu. Tak kusangka, dia mengikuti gerakan shalat, pelan-pelan mengikuti imam, dengan tetap bersembunyi di dalam mukena. Bagiku tak masalah, meski akhirnya dia berkeringat karena cuaca memang sedikit panas.

Tidak masalah meski shalatku sedikit terganggu karena mukena yang kadang tertarik akibat ulah adik. Ngga bisa khusyuk, dong? Ehm, kekhusyuk’an macam apa yang sebenarnya kita cari? Bukankan dalam sepi dan sendiripun hati dan imajinasi kita masih bisa berlari? Bagiku, khusyu’ itu ada dalam ketenangan hati dan keyakinan, bahwa shalat itu adalah moment penting mengadukan diri pada sang pencipta, menyerahkan dunia dan segala prasangka atasnya, lalu berserah dalam do’a-do’a.

Rasanya tenang, senang, sedikit drama tadi berhasil membuatnya melaksanakan shalat. Memang perlu sedikit dipaksa agar anak terbiasa. Sebisa mungkin, usahakan “paksaan” ‘itu tetap menyenangkan bagi anak. Karena jika dibiarkan, kasihan ketika nanti mereka besar tidak mengerti pentingnya menjaga shalat.


0 comments:

Post a Comment

Popular Posts

Blogger templates

Blogroll

About

Search This Blog

Powered by Blogger.
 

Designed by: Compartidísimo
Images by: DeliciousScraps©