Hari ini, dalam
kelas pelajaran structure untuk menaklukkan TOEFL, terselip cerita tentang
pernikahan. Aku menuliskannya, supaya kau bisa ikut menyimak.
“Jadi ibu saya
itu pendek, ngga cantik. Orangnya sederhana, ngga neko-neko. Rambutnya keriting,
kulitnya gelap. Maka jangan heran kalau saya juga gelap. Dipanggang satu jam
saja sudah semakin kelihatan hitam.”
Ggrr…
“Tapi beda,
bapak saya orangnya tinggi, putih, cakep. Saya yakin, waktu muda pasti banyak
sekali yang naksir. Sayang, cuma anak pertama yang mendapat warisan dari
fisiknya. Iya, kakak saya itu putih, hidungnya mancung. Dijemur dua bulanpun
paling cuma merah-merah gitu kulitnya. Setelah itu ya balik putih lagi. Jujur
saya pernah penasaran, kenapa bapak saya milih ibu ya?”
Seisi kelas
hening, menyimak cerita Miss tutor yang baik hati sekaligus tegas ini.
“Teman-teman,
cantiknya fisik wanita itu bisa dibeli. Tinggal perawatan ini itu, sudah bisa
tampil cantik, modis, menarik, yang penting berani modal. Tapi cantiknya hati
dan kecerdasan wanita, itu jauh lebih berharga dari fisik semata. Makanya Rasul
kita mengajarkan untuk memilih wanita karena agamanya. Bukan fisik, harta,
apalagi nasab semata.”
Kelas kembali
riuh, saling lirik dan senyum-senyum. Ah, ketauan kan mayoritas jomblo di sini.
“Terus, bapak milih ibu kenapa Miss?” salah satu penduduk kelas EFast 3
memotong keriuhan.
“Jadi saya
pernah bertanya, Bapak kenapa pilih ibu yang ngga cantik?” Miss tutor
melanjutkan ceritanya dengan semangat dan aura seorang anak yang bangga dengan
kedua orang tuanya. Kami semakin menanti kelanjutan cerita.
“Cukup bapak yang
tahu seberapa cantik sebenarnya ibumu. Itu jawaban bapak saya. Ternyata bagi
seorang lelaki, ada kondisi dimana dia tak ingin orang lain menikmati
kecantikan sang istri. Mungkin beliau berpikir, kalau memiliki istri cantik,
orang lain juga akan menikmati kecantikan itu dan dia tak akan rela. Kemudian bapak
saya melanjutkan -Karena kecantikan ibumu, membuat bapak yakin menitipkan
generasi penerus bapak di tangannya-, padahal mereka ketemu cuma tiga kali
dalam sebulan, sebelum menikah.” Miss Tutor bercerita dengan sangat yakin.
“Hahhh??” Kami
sekelas bengong, kok bisa?
“Ya, ketikas
eorang lelaki sudah merasa yakin, dia tak butuh waktu lama untuk mengambill
keputusan. Ibu saya meninggal 3 tahun yang lalu, dipangkuan bapak, dengan
sangat tenang dan tanpa sakit berkepanjangan. Sungguh, saya jadi yakin bahwa
puncak kehidupan seseorang itu ada di akhir hayatnya. Tak peduli sebaik apapun
seseorang sekarang, atau seburuk apapun perangainya, tidak bisa menjamin akhir
hidupnya seperti apa. Itu murni hak prerogative
Allah. Kita tak bisa berprasangka atau berandai-andai untuk itu. Hanya saja,
kita selalu perlu menyiapkan diri saat akhir hidup itu datang.”
Kelas kembali
hening.ah,
“Teman-teman,
tidak ada pasangan yang sempurna. Cukuplah bagi seorang lelaki menyandarkan
cintanya pada seorang wanita yang menyenangkan sekaligus menyenangkan. Ukurannya
tentu sangat subjektif. Lelaki yang beriman akan merasa senang dan nyaman dengan
wanita yang juga beriman. Tapi lelaki yang tidak menjaga agamanya, bisa jadi
tertipu dengan merasa senang dan nyaman dengan perempuan yang juga demikian. Akhirnya,
kesenangan dan kenyamanan dalam rupa itu bia jadi menipu. Maka, berhati-hatilah
dalam memilih pasangan.”
Sungguh, virus
baper menyebar sporadic dalam kelas. Menyerang siapapun, termasuk aku. Ah,
sudahlah bukakah cukup Allah sebagai sandaran dari setiap ketetapan?
Aku tahu,
setelah menikah nanti, akan ada ekspektasi yang terlalu tinggi harus diturunkan
bahkan dibuang. Bukan karena tak percaya harapan itu akan menjadi nyata, tapi
menghindari rasa kecewa dan terluka. Kita harus bersiap menghadapi segala
kemungkinan kan, kak? Untuk perkara sepele, aku ingin sampaikan, " "Kak, kau boleh lupa mengucapkan selamat malam, selamat tidur, atau bertanya sudah makan atau belum. Kau boleh lupa membalas pesan, atau tanggal lahirku sekalian. Silakan. Tapi satu hal, kuharap kau tak pernah lupa untuk sholat tepat waktu, berbakti pada Bapak dan Ibu, dan tawakkal pada Allah dalam setiap nafas yang memburu."
#OneDayOnePost
#Menikah
#Setelah Menikah Nanti
#Menikah
#Setelah Menikah Nanti
11 comments:
Ingat pesan terakhirnya ya Kak..
Ketampol sama pesan d paragraf trakhir.
Ada sedikit catatan mba mungkin typo atau sjnisnya hehe
"Cukuplah bagi seorang lelaki menyandarkan cintanya pada seorang wanita yang menyenangkan sekaligus menyenangkan." Ini kok dauble hehe
Aku kok baper ya...
“Teman-teman, cantiknya fisik wanita itu bisa dibeli. Tinggal perawatan ini itu, sudah bisa tampil cantik, modis, menarik, yang penting berani modal. Tapi cantiknya hati dan kecerdasan wanita, itu jauh lebih berharga dari fisik semata. Makanya Rasul kita mengajarkan untuk memilih wanita karena agamanya. Bukan fisik, harta, apalagi nasab semata.” NOTE
catat itu, wahai para baperan, wkwkwk...
Ada kata "sporadic" mba, apa maksudnya sporadis ya?
ngena pesan terakhirnyaa, keren kaa kifah
Kakak siapakah gerangan, hayooo?
Pesan terakhirnya ngena kali yaa
Ingaaat kak...hmm, Semoga kakak nya baik2 saja...suka banget nih ceritanya, apalagi kalaimat" cukup bapakmu yang tahu seberapa cantik ibumu"
Baper positif ini mah :')
Aku baper 🙈
Post a Comment