Monday, 18 December 2017

Setelah Menikah Nanti-5

| |




Hari ini, dalam kelas pelajaran structure untuk menaklukkan TOEFL, terselip cerita tentang pernikahan. Aku menuliskannya, supaya kau bisa ikut menyimak.


“Jadi ibu saya itu pendek, ngga cantik. Orangnya sederhana, ngga neko-neko. Rambutnya keriting, kulitnya gelap. Maka jangan heran kalau saya juga gelap. Dipanggang satu jam saja sudah semakin kelihatan hitam.”

Ggrr…

“Tapi beda, bapak saya orangnya tinggi, putih, cakep. Saya yakin, waktu muda pasti banyak sekali yang naksir. Sayang, cuma anak pertama yang mendapat warisan dari fisiknya. Iya, kakak saya itu putih, hidungnya mancung. Dijemur dua bulanpun paling cuma merah-merah gitu kulitnya. Setelah itu ya balik putih lagi. Jujur saya pernah penasaran, kenapa bapak saya milih ibu ya?”

Seisi kelas hening, menyimak cerita Miss tutor yang baik hati sekaligus tegas ini.

“Teman-teman, cantiknya fisik wanita itu bisa dibeli. Tinggal perawatan ini itu, sudah bisa tampil cantik, modis, menarik, yang penting berani modal. Tapi cantiknya hati dan kecerdasan wanita, itu jauh lebih berharga dari fisik semata. Makanya Rasul kita mengajarkan untuk memilih wanita karena agamanya. Bukan fisik, harta, apalagi nasab semata.”

Kelas kembali riuh, saling lirik dan senyum-senyum. Ah, ketauan kan mayoritas jomblo di sini. “Terus, bapak milih ibu kenapa Miss?” salah satu penduduk kelas EFast 3 memotong keriuhan.

“Jadi saya pernah bertanya, Bapak kenapa pilih ibu yang ngga cantik?” Miss tutor melanjutkan ceritanya dengan semangat dan aura seorang anak yang bangga dengan kedua orang tuanya. Kami semakin menanti kelanjutan cerita.

“Cukup bapak yang tahu seberapa cantik sebenarnya ibumu. Itu jawaban bapak saya. Ternyata bagi seorang lelaki, ada kondisi dimana dia tak ingin orang lain menikmati kecantikan sang istri. Mungkin beliau berpikir, kalau memiliki istri cantik, orang lain juga akan menikmati kecantikan itu dan dia tak akan rela. Kemudian bapak saya melanjutkan -Karena kecantikan ibumu, membuat bapak yakin menitipkan generasi penerus bapak di tangannya-, padahal mereka ketemu cuma tiga kali dalam sebulan, sebelum menikah.” Miss Tutor bercerita dengan sangat yakin.

“Hahhh??” Kami sekelas bengong, kok bisa?

“Ya, ketikas eorang lelaki sudah merasa yakin, dia tak butuh waktu lama untuk mengambill keputusan. Ibu saya meninggal 3 tahun yang lalu, dipangkuan bapak, dengan sangat tenang dan tanpa sakit berkepanjangan. Sungguh, saya jadi yakin bahwa puncak kehidupan seseorang itu ada di akhir hayatnya. Tak peduli sebaik apapun seseorang sekarang, atau seburuk apapun perangainya, tidak bisa menjamin akhir hidupnya seperti apa. Itu murni hak prerogative Allah. Kita tak bisa berprasangka atau berandai-andai untuk itu. Hanya saja, kita selalu perlu menyiapkan diri saat akhir hidup itu datang.”

Kelas kembali hening.ah,

“Teman-teman, tidak ada pasangan yang sempurna. Cukuplah bagi seorang lelaki menyandarkan cintanya pada seorang wanita yang menyenangkan sekaligus menyenangkan. Ukurannya tentu sangat subjektif. Lelaki yang beriman akan merasa senang dan nyaman dengan wanita yang juga beriman. Tapi lelaki yang tidak menjaga agamanya, bisa jadi tertipu dengan merasa senang dan nyaman dengan perempuan yang juga demikian. Akhirnya, kesenangan dan kenyamanan dalam rupa itu bia jadi menipu. Maka, berhati-hatilah dalam memilih pasangan.”

Sungguh, virus baper menyebar sporadic dalam kelas. Menyerang siapapun, termasuk aku. Ah, sudahlah bukakah cukup Allah sebagai sandaran dari setiap ketetapan?


Aku tahu, setelah menikah nanti, akan ada ekspektasi yang terlalu tinggi harus diturunkan bahkan dibuang. Bukan karena tak percaya harapan itu akan menjadi nyata, tapi menghindari rasa kecewa dan terluka. Kita harus bersiap menghadapi segala kemungkinan kan, kak? Untuk perkara sepele, aku ingin sampaikan, ""Kak, kau boleh lupa mengucapkan selamat malam, selamat tidur, atau bertanya sudah makan atau belum. Kau boleh lupa membalas pesan, atau tanggal lahirku sekalian. Silakan. Tapi satu hal, kuharap kau tak pernah lupa untuk sholat tepat waktu, berbakti pada Bapak dan Ibu, dan tawakkal pada Allah dalam setiap nafas yang memburu."

#OneDayOnePost
#Menikah
#Setelah Menikah Nanti

11 comments:

Wiwid Nurwidayati said...

Ingat pesan terakhirnya ya Kak..

Rene Usshy said...

Ketampol sama pesan d paragraf trakhir.

Ada sedikit catatan mba mungkin typo atau sjnisnya hehe
"Cukuplah bagi seorang lelaki menyandarkan cintanya pada seorang wanita yang menyenangkan sekaligus menyenangkan." Ini kok dauble hehe

Ilmi Tamami said...

Aku kok baper ya...

Bari said...

“Teman-teman, cantiknya fisik wanita itu bisa dibeli. Tinggal perawatan ini itu, sudah bisa tampil cantik, modis, menarik, yang penting berani modal. Tapi cantiknya hati dan kecerdasan wanita, itu jauh lebih berharga dari fisik semata. Makanya Rasul kita mengajarkan untuk memilih wanita karena agamanya. Bukan fisik, harta, apalagi nasab semata.” NOTE

Dwi Septiyana said...

catat itu, wahai para baperan, wkwkwk...

Ada kata "sporadic" mba, apa maksudnya sporadis ya?

Novia Anggraini ej said...

ngena pesan terakhirnyaa, keren kaa kifah

Nana umza said...

Kakak siapakah gerangan, hayooo?

MS Wijaya said...

Pesan terakhirnya ngena kali yaa

De Falahudin (CaritaKita) said...

Ingaaat kak...hmm, Semoga kakak nya baik2 saja...suka banget nih ceritanya, apalagi kalaimat" cukup bapakmu yang tahu seberapa cantik ibumu"

chairulnisaa_ said...

Baper positif ini mah :')

Sovia Triana Anggurela said...

Aku baper 🙈

Post a Comment

Popular Posts

Blogger templates

Blogroll

About

Search This Blog

Powered by Blogger.
 

Designed by: Compartidísimo
Images by: DeliciousScraps©