Thursday, 25 January 2018

Kunyit

| |


“Gimana mau jadi menantunya orang jawa kalau kamu ngga bisa membedakan kunyit sama lengkuas.” Ejeknya. Aku tersenyum getir. Bagaimana mungkn aku bisa tahu bumbu, sementara dua puluh tahun usiaku menghirup udara dunia, tidak sekalipun mama mengizinkanku melakukan riset di dapur.


“Jangan, Ren. Biar mama masak sndiri aja. Dapur ini jadi sempit kalau buat berdua.” Begitu kata mama setiap kali aku mencoba membantunya. Akhirnya aku beringsut ke kamar, menghabiskan waktu untuk membaca buku atau nonton film streaming. Jauh lebih menyenangkan, bukan?

Sekarang, mana mungkin aku terus-terusan “cupu” urusan dapur? Bisa-bisa ibunya Ilham tidak menerimaku menjadi menantu! Ini bahaya. Kata Ilham, ibunya tipkal orang yang keras dan teguh pendirian. Kalau sudah memutuskan sesuatu, tidak bisa diganggu gugat leh siapapun. Apalagi urusan memilih menantu?

“Ibuku paling suka sama gadis yang pandai memasak, Ren.” Begitu Ilham bilang tempo hari. Rumit! Sungguh, urusan ini kenapa jadi rumit sekali? Setelah lulus S1 jurusan sastra Indonesia, aku memilih menjadi wartawan lepas salah satu media. Tentu saja, kesibukanku hampir tak mengenal waktu. Selama ini aku lebih sibuk merayapi jalanan, mengamati peristiwa demi peristiwa, lalu merangkainya menjadi baris-baris kata. Berlembar-lembar naskah itulah yang akhirnya kugunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, termasuk makan. Aku tak punya waktu dan memang tidak begitu tertarik dengan dunia dapur. Ah, apakah perempuan harus selalu pandai memasak?


0 comments:

Post a Comment

Popular Posts

Blogger templates

Blogroll

About

Search This Blog

Powered by Blogger.
 

Designed by: Compartidísimo
Images by: DeliciousScraps©