Friday, 15 April 2016

Nilai Shiddiq

| |

Nilai Shiddiq

Entah, sejujurnya hari ini tak ingin menulis. Hanya ada sedikit waktu. Entah kenapa hari ini terasa waktu berlari begitu cepat. Sejak bangun tidur, sampai sekarang belum sempat menulis. Apalagi posting? Hufft, padahal malam ini rencana bertolak ke Surabaya dan besok sampai ke Jombang. Tapi jari tak mau kompromi. Ada cerita yang harus dibagi, sedikit saja. Siapa tahu bermanfaat, kan?

Suatu hari, seorang pemilik perusahaan sedang berfikir keras untuk memilih seseorang menjadi pemimpin menggantikan posisi yang selama ini ditangani sendiri di perusahaannya. Beliau sudah memutuskan untuk pensiun dan menikmati sisa usia. Dari seluruh karyawan diseleksinya begitu ketat sehingga ia memutuskan beberapa menjadi kandidat dari berbagai posisi. Ada lima orang kandidat, katakanlah A, B, C, D, dan E.

Sang pemilik memberi masing-masing satu biji kedelai dalam sebuah mangkuk yang berisi tanah dan sudah sedikit basah. Ia memberi waktu lima hari kepada semua kandidat untuk merawat masing-masing biji tersebut dan kembali lima hari kemudian. Siapa yang berhasil merawatnya dengan baik akan mendapat apresiasi.

Kelima orang kandidat pemimpin perusahaan itu pulang kerumah masing-masing membawa sebutir biji kedelai dari pemilik perusahaan tempat mereka bekerja. Jam demi jam, hari berganti hari, semua berjalan begitu cepat. Sampailah pada hari kelima.

Masing-masing kandidat sudah siap di ruangan sang pemilik perusahaan dengan biji yang lima hari lalu mereka terima. Semua biji itu diletakkan di atas meja. Ada yang sudah tumbuh satu senti, dua senti, bahkan ada yang nampak subur hingga tumbuh paling tinggi sekitar 3,5 cm. Semua kandidat tersebut terlihat bangga dengan karya dihadapannya. Kecuali pak E, yang nampak ragu meletakkan mangkuk bijinya diatas meja. Wajahnya pucat pasi. Sejak berangkat pagi tadi ia sudah enggan sebenarnya. Namun istrinya mendorong agar tetap berangkat apapun hasilnya. Jadilah ia “terpaksa” berangkat, pasrah. Toh apresiasi apa yang akan diberi pemilik perusahaan, ia tidak tahu. Bijinya tak mau tumbuh barang setengah senti.

Sang pemilik perusahaan meminta semua kandidat duduk di kursi yang sudah disediakan. Bertepuk tangan dan memberi selamat kepada semua kandidat.

“Selamat Bapak-Bapak semua, kalian telah memenuhi permintaan dan undangan saya. Hari ini akan menjadi saksi keberhasilan anda semua di perusahaan ini. Saya harus memilih salah satu dari kalian untuk menggantikan posisi saya memimpin perusahaan ini. Satu saja, diantara kalian semua yang sudah saya beri satu biji tempo hari. Tahukah anda siapa yang terpilih?”

Semua saling pandang, berwajah sumringah dan berharap dirinya terpilih. Beberapa sedikit ragu ingin mengangkat tangan dan mengajukan diri bahwa dirinya pantas menjadi pemimpin.

“Apakah Bapak A yang sudah berhasil merawat biji tersebut hingga tumbuh paling tinggi? Atau bapak B, C, atau D yang juga sudah membuat bijinya tumbuh subur?”

Suasana semakin tegang. Tak seorangpun berani menyela.

“Baik, untuk mempersingkat waktu, saya memilih Bapak E untuk menjadi pemimpin perusahaan saya.” Singkat, jelas, dan membuat semua terlonjak kaget. Termasuk pak E yang sejak tadi pucat pasi. Bengong. Sementara yang lain protes. Kenapa?

Sang pemilik perusahan tersebut bersikap tenang, menatap semua kandidat satu persatu.

“Anda tidak tahu atau pura-pura tidak tahu? Saya hanya ingin seorang yang jujur untuk memimpin perusahaan saya. Bagi saya, jujur adalah satu sifat yang tak ternilai harganya. Dan hari ini, saya bisa membuktikan bahwa hanya Pak E yang berani jujur”, semua heran, masih tak mengerti. Atau pura-pura tak mengerti? Entahlah.

Sang pemilik melanjutkan, “ asal bapak semua tahu, biji tang saya berikan tempo hari memang tampak baik. Tapi sungguh, saya sudah merendamnya beberapa menit dalam air mendidih dan mengeringkannya sehingga tampak biasa. Tapi menurut logika yang saya pahami, biji tersebut tidak akan pernah tumbuh meski disiram setiap hari. Dan hari ini dapat kita saksikan bersama hanya biji milik pak E yang tidak tumbuh. Saya kira anda semua sudah mengerti. Terima kasih”

Semua terdiam.

Cerita ini di sadur dan ditulis kembali dengan imajinasi penulis dari cerita yang disampaikan dosen kam, Bapak Muhammad Akhyar Adnan di kelas KPS reg UIN Suka Yogyakarta, sore ini.
Shiddiq atau jujur, adalah salah satu sifat yang harus ditanam sejak dini dalam setiap pribadi. 
 
Yogya, 15 April 2016
18.21
#ODOP

0 comments:

Post a Comment

Popular Posts

Blogger templates

Blogroll

About

Search This Blog

Powered by Blogger.
 

Designed by: Compartidísimo
Images by: DeliciousScraps©