Nilai Shiddiq
Entah, sejujurnya hari ini tak ingin menulis. Hanya ada
sedikit waktu. Entah kenapa hari ini terasa waktu berlari begitu cepat. Sejak bangun
tidur, sampai sekarang belum sempat menulis. Apalagi posting? Hufft, padahal
malam ini rencana bertolak ke Surabaya dan besok sampai ke Jombang. Tapi jari
tak mau kompromi. Ada cerita yang harus dibagi, sedikit saja. Siapa tahu
bermanfaat, kan?
Suatu hari, seorang pemilik perusahaan sedang
berfikir keras untuk memilih seseorang menjadi pemimpin menggantikan posisi
yang selama ini ditangani sendiri di perusahaannya. Beliau sudah memutuskan
untuk pensiun dan menikmati sisa usia. Dari seluruh karyawan diseleksinya
begitu ketat sehingga ia memutuskan beberapa menjadi kandidat dari berbagai
posisi. Ada lima orang kandidat, katakanlah A, B, C, D, dan E.
Sang pemilik memberi masing-masing satu biji kedelai
dalam sebuah mangkuk yang berisi tanah dan sudah sedikit basah. Ia memberi
waktu lima hari kepada semua kandidat untuk merawat masing-masing biji tersebut
dan kembali lima hari kemudian. Siapa yang berhasil merawatnya dengan baik akan
mendapat apresiasi.
Kelima orang kandidat pemimpin perusahaan itu pulang
kerumah masing-masing membawa sebutir biji kedelai dari pemilik perusahaan
tempat mereka bekerja. Jam demi jam, hari berganti hari, semua berjalan begitu
cepat. Sampailah pada hari kelima.
Masing-masing kandidat sudah siap di ruangan sang
pemilik perusahaan dengan biji yang lima hari lalu mereka terima. Semua biji
itu diletakkan di atas meja. Ada yang sudah tumbuh satu senti, dua senti,
bahkan ada yang nampak subur hingga tumbuh paling tinggi sekitar 3,5 cm. Semua kandidat
tersebut terlihat bangga dengan karya dihadapannya. Kecuali pak E, yang nampak
ragu meletakkan mangkuk bijinya diatas meja. Wajahnya pucat pasi. Sejak berangkat
pagi tadi ia sudah enggan sebenarnya. Namun istrinya mendorong agar tetap
berangkat apapun hasilnya. Jadilah ia “terpaksa” berangkat, pasrah. Toh apresiasi
apa yang akan diberi pemilik perusahaan, ia tidak tahu. Bijinya tak mau tumbuh
barang setengah senti.
Sang pemilik perusahaan meminta semua kandidat duduk
di kursi yang sudah disediakan. Bertepuk tangan dan memberi selamat kepada
semua kandidat.
“Selamat Bapak-Bapak semua, kalian telah memenuhi
permintaan dan undangan saya. Hari ini akan menjadi saksi keberhasilan anda
semua di perusahaan ini. Saya harus memilih salah satu dari kalian untuk
menggantikan posisi saya memimpin perusahaan ini. Satu saja, diantara kalian
semua yang sudah saya beri satu biji tempo hari. Tahukah anda siapa yang
terpilih?”
Semua saling pandang, berwajah sumringah dan
berharap dirinya terpilih. Beberapa sedikit ragu ingin mengangkat tangan dan
mengajukan diri bahwa dirinya pantas menjadi pemimpin.
“Apakah Bapak A yang sudah berhasil merawat biji
tersebut hingga tumbuh paling tinggi? Atau bapak B, C, atau D yang juga sudah
membuat bijinya tumbuh subur?”
Suasana semakin tegang. Tak seorangpun berani
menyela.
“Baik, untuk mempersingkat waktu, saya memilih Bapak
E untuk menjadi pemimpin perusahaan saya.” Singkat, jelas, dan membuat semua
terlonjak kaget. Termasuk pak E yang sejak tadi pucat pasi. Bengong. Sementara yang
lain protes. Kenapa?
Sang pemilik perusahan tersebut bersikap tenang,
menatap semua kandidat satu persatu.
“Anda tidak tahu atau pura-pura tidak tahu? Saya hanya
ingin seorang yang jujur untuk memimpin perusahaan saya. Bagi saya, jujur
adalah satu sifat yang tak ternilai harganya. Dan hari ini, saya bisa
membuktikan bahwa hanya Pak E yang berani jujur”, semua heran, masih tak
mengerti. Atau pura-pura tak mengerti? Entahlah.
Sang pemilik melanjutkan, “ asal bapak semua tahu,
biji tang saya berikan tempo hari memang tampak baik. Tapi sungguh, saya sudah
merendamnya beberapa menit dalam air mendidih dan mengeringkannya sehingga
tampak biasa. Tapi menurut logika yang saya pahami, biji tersebut tidak akan
pernah tumbuh meski disiram setiap hari. Dan hari ini dapat kita saksikan
bersama hanya biji milik pak E yang tidak tumbuh. Saya kira anda semua sudah
mengerti. Terima kasih”
Semua terdiam.
Cerita ini di sadur
dan ditulis kembali dengan imajinasi penulis dari cerita yang disampaikan dosen
kam, Bapak Muhammad Akhyar Adnan di kelas KPS reg UIN Suka Yogyakarta, sore
ini.
Shiddiq atau jujur, adalah salah satu sifat yang harus ditanam sejak dini dalam setiap pribadi.
Yogya, 15 April
2016
18.21
#ODOP
0 comments:
Post a Comment