Wednesday, 11 May 2016

Surat Buat Hasna 11

| |





“Engga salah sih mas, belum tentu juga aku ga mau. Hahaha...” #asli, ketawa maksa. Aku hanya, tak ingin membuatnya merasa tak berharga.


“Aku ngga nyangka, gadis kecil yang dulu tengil udah dewasa banget sekarang ya.” Yakin, kupikir kalimat kakak ini tulus. Tapi, jangan-jangan aku GR?

“Siapa?”

“Kamu. Siapa lagi?”

“Iya mana mungkin aku kecil terus mas, hee..”

Dia offline. Mungkin sudah tidur, mungkin lelah, atau apalah.
Aku jadi kepikiran, sedewasa apa aku dimatanya? Dulu pertama kali melihatnya saat aku masih duduk di bangku SMP. Sebagai anggota organisasi kepanduan yang sering mengikuti perkemahan, pertemuan dengannya hampir selalu ada karena dia sebagai panitia. Lalu beranjak SMA, aku mengikuti kegiatan kepanduan yang sama. Sementara ia sudah lulus, tapi adakalanya ikut membina. Sebelum ia berangkat ke Kalimantan, rupanya.

Aku, bukan junior yang pantas diperhitungkan kala itu. Cantik engga, kaya juga engga, centil? Jauhlah,.. Teman dekatku yang lebih ahli soal itu. Kukira, satu-satunya hal yang membuatnya mengingatku adalah karena seringnya aku protes kepada panitia. Yang kamar mandi banjirlah, tenda bocor, atau minta ini itu sama mereka. Dan mas Rahman, termasuk golongan panitia yang baik hati dan suka menolong. Selain cakep dan cekatan, tentu aku mengaguminya. Bukan sebagai siapa-siapa, tentu saja.

Lalu sekarang? Melihat kondisi dari ceritanya saja aku tak tega. Bagaimana mungkin terlintas pikiran tentang hubungan cinta? Ia menjadi sosok seorang kakak, cukuplah bagiku. Soal cinta? Jujur aku bukan orang yang mudah percaya. Ah sudahlah, mungkin lain kali perlu kuceritakan sendiri bagian ini.
*** 

“Kupikir karena dia alumni sekolah yang sama, pemahaman agamanya cukup bak dek. Dia juga masih menutup auratnya. Itu yang kulihat,” Ujarnya di chatroom dua hari kemudian.

“Mas, berapa bulan dekat sama mbak Finda sebelum nikah?”

“Beberapa bulan”

“Mas tahu ngga kebiasaan orang tuanya gimana? Suka ke masjid engga? Dia tilawah sehari berapa halaman?”

“Engga”

“Yaudah, ngga usah ngomong kalau mas nikahi dia karena agama.”

“Aku cuma lihat luarnya aja ya?”

“Engga, mas udah terpesona duluan sama wajahnya, hehe”

“Kamu juga manis,”

“He, makasih....udah tau. :-P”

“Dek, kapan mau nikah? Temenmu udah banyak yang nikah kaan?”

“He, ngga tau. Iya, biarin.”

“Ngga pengen cepet-cepet?”

“Umm... antara pengen dan engga sih mas,”

“Udah punya calon?”

“Umm... yang resmi, belum”

“Berarti yang belum resmi ada dong? Siapaa? Beruntungnya dia?”

“Darimana dia beruntung mas, lha wong resmi aja engga”

“Emang siapa sih?”

“Ihh....kepo... ...rahasia :-P”

“Aku kenal ngga?”

“He, ngga usah dibahas lah mas....ga penting.”

“Kamu suka sama dia?”

“Engga, he. Cuma kenal aja.. ga jelas mau kemana. Makanya abaikan.”

“Teman seangkatanmu kah? Aku banyak yang kenal loh...”

“Hadeh, iyaa. Terserah mas deh. Gimana sidang cerainya kemarin?” Aku hanya mencoba mengalihkan pembicaraan, memang.

“Aku ngga jadi dateng. Pas jadwal cuci darah.”

“Yaahhh...penonton kecewa! Terus? Sidang lagi kapan?”

“Engga tau. Ngga urus dek. Terserah dia mau gimana.”

“Tapi mas... kalau begini statusnya udah resmi cerai kan ya secara agama?”

“Udah, kan talaq 1”

“Ohh...udah berapa lama mas?”

“Berapa ya, dari aku cerita waktu tanda tangan surat cerai itu hitunganku. Disitu aku setujui permohonan dia buat cerai kan?”

“Hampir dua bulan ya,”

“Mungkin sekitar itu. Emang kenapa?”

“Ngga papa, cuma mikir aja..berarti sekitar sebulan atau lebih dikit kalau mas ga pengen balik, statusnya dia bebas?”

“Iya, lagian udah jelas mas ga mau balik sama dia dek. Biar aja dia nikah sama orang lain.”

“Yakin?”

“Biar kunikmati sisa hidup ini dengan bahagia tanpanya. Bersamanya terlalu banyak derita yang kurasa.”

“Cieee... puitis banget seh”

“Hee, ketularan kamu mungkin.”

“Enak aja, aku ngga nulari apa-apa. Ketemu aja ngga pernah kita”

“Hahaha...iya ya, kapan pulang lagi?”

“Lebaran, mugkin. Kenapa?”

“Ada yang mau tak kasih ke kamu. Kalau bisa ketemu.”

“Insya Allah..”

 “Kabari ya kalau pulang? Tinggalin pesan aja di FB beberapa hari sebelumnya. Biar aku ngga telat baca.”

“Eh ya mas, mbak Finda belum tahu mas sakit? Perlu kuberitahu?”

“Jangan dek,”

“Siapa tahu dia bisa berubah mas ga jahat lagi sikapnya sama mas...”

“Jangan dek, biar dia tahu sendiri nanti. Biar jadi pelajaran buat dia kalau suatu hari mau nikah lagi.”

“Hmm... Emang mas mau kasih aku apa? Kado? Aku belum ultah loh..masih lama...”

Offline.
Hufft, 

#Bersambung ke Surat Buat Hasna 12
#ODOP

1 comments:

Dewie dean said...

Adek antara kepo, manja dan minta di tabok hahahhhah

Post a Comment

Popular Posts

Blogger templates

Blogroll

About

Search This Blog

Powered by Blogger.
 

Designed by: Compartidísimo
Images by: DeliciousScraps©