Pagi
membangunkanku tepat waktu. Alarm tak mengkhianati telinga. Ia berhasil membuat
mata benar-benar terjada sebelum shubuh tiba. Kumatikan alarm itu, langsung
bangun dan mengambil wudhu.
Cuaca
cerah pagi ini membuncahkan suasana hatiku. Menggoda setiap burung di kebun
berkicau merdu. Mentari terbit malu-malu. Tapi sinarnya cukup membuatku
cemburu. Sepagi ini, ia sudah bercumbu dengan bumi. Menawarkan kehidupan yang
lebih berseri. Sedang aku? Tak seorangpun mengucapkan selamat pagi.
Tasbih
dan syukur menyesap dari bibirku, menuju hati yang beku. Mencairkan setiap
rindu. Melelehkan air mata yang mengharu. Aku terpekur mengagumi ciptaanNya. Di
bawah rimbun pohon bambu.
Rumah
ini lengkap dengan halamannya hampir sama luas dengan lapangan bola di depan
balai desa. Bangunan rumah inti, dapur dan sumur saja cukup untuk dipakai lomba
lari para cucu kesayangan nenek jika bertandang kesini. Iya, mereka loma lari
di dalam rumah jika tak puas menjelajah halaman depan dan samping yang berbatas
dengan kebun salak. Sisanya, barisan pohon salak mengelilingi rumah mulai dari
halaman samping, hingga belakang berbatas dengan sungai dan beberapa rimbunan
pohon bambu di tepinya.
Setiap
pagi, usai menyelesaikan ritual pagi dan membersihkan diri, aku sering kesini.
Pinggir sungai yang diseberangnya langsung terhampar sawah dengan padi yang
mulai menguning. Mengundang pemiliknya untuk segera memetik satiap tangkai yang
terjuntai. Semilir angin pagi terasa nyaman menyapa rambutku. Aku tak
mengenakan kerudung jika kesini. Toh tak seorangpun akan datang. Para petani
tak akan menyadari kehadiranku disini. Jika sudah menikmati tempat ini, aku
sering lupa pada Hp, laptop, atau buku. Tak jarang aku membuat ibuku
memanggil-manggil mencari, lalu menemukanku di spot favorit ini.
Sejak
bangun tidur tadi, lalu shalat, tilawah, lalu membersihkan halaman dan rumah.
HP kubiarkan tergeletak dalam kamar. Aku ingin sejenak melupakan dunia maya.
Tapi tak lama, umi memanggil.
“Sa...
Risa... dimana?? Ini HP-mu bunyi terus. Gimana ngangkatnya ini? Umi ngga
bisa...” suara Umi memaksaku kembali kerumah. aku menerima Hp itu. Memeriksa
siapa yang menelepon.
Missed
call : (Mas Rahman) 5 times
Aku
membelalakkan mata. Hah?? Lima kali??
Telpon
balik ngga yaa...
Telpon..
Engga..
Telpon
...
Engga..
Telpon..
Engga
...
Duh,
telpon engga ya? Aku menatap layar kotak itu bimbang.
Akhirnya
kembali ke menu utama. Membiarkan tanpa menelpon balik. Toh nanti kalau memang
penting dia bisa telpon lagi. Eh, ada sms... jangan-jangan?
“Dek, besok temui aku di foodcourt mall
Keraton jam 1 siang, selesai dhuhur”
-Mas Rahman- 10.00 p.m
Sms
sejak tadi malam? Oh, jadi...?
Mungkin
dia telpon untuk menanyakan soal ini.
Mungkin
dikiranya aku tak punya pulsa.
Mungkin..
ah ngga penting.
Yang
penting sekarang, dijawab apa nih?
Berangkat,
engga ya? Duh, kenapa mesti ketemu? Kenapa aku tiba-tiba takut untuk ketemu
dengannya? Haruskah kutemui dia? Apa tujuan dia sebenarnya?
#Bersambung ke Surat Buat Hasna 21
#ODOP
3 comments:
Bimbang...
hmm jadi penasaran
Galau
Post a Comment