Tuesday, 24 May 2016

Surat Buat Hasna 20

| |




Pagi membangunkanku tepat waktu. Alarm tak mengkhianati telinga. Ia berhasil membuat mata benar-benar terjada sebelum shubuh tiba. Kumatikan alarm itu, langsung bangun dan mengambil wudhu.


Cuaca cerah pagi ini membuncahkan suasana hatiku. Menggoda setiap burung di kebun berkicau merdu. Mentari terbit malu-malu. Tapi sinarnya cukup membuatku cemburu. Sepagi ini, ia sudah bercumbu dengan bumi. Menawarkan kehidupan yang lebih berseri. Sedang aku? Tak seorangpun mengucapkan selamat pagi.

Tasbih dan syukur menyesap dari bibirku, menuju hati yang beku. Mencairkan setiap rindu. Melelehkan air mata yang mengharu. Aku terpekur mengagumi ciptaanNya. Di bawah rimbun pohon bambu.

Rumah ini lengkap dengan halamannya hampir sama luas dengan lapangan bola di depan balai desa. Bangunan rumah inti, dapur dan sumur saja cukup untuk dipakai lomba lari para cucu kesayangan nenek jika bertandang kesini. Iya, mereka loma lari di dalam rumah jika tak puas menjelajah halaman depan dan samping yang berbatas dengan kebun salak. Sisanya, barisan pohon salak mengelilingi rumah mulai dari halaman samping, hingga belakang berbatas dengan sungai dan beberapa rimbunan pohon bambu di tepinya.

Setiap pagi, usai menyelesaikan ritual pagi dan membersihkan diri, aku sering kesini. Pinggir sungai yang diseberangnya langsung terhampar sawah dengan padi yang mulai menguning. Mengundang pemiliknya untuk segera memetik satiap tangkai yang terjuntai. Semilir angin pagi terasa nyaman menyapa rambutku. Aku tak mengenakan kerudung jika kesini. Toh tak seorangpun akan datang. Para petani tak akan menyadari kehadiranku disini. Jika sudah menikmati tempat ini, aku sering lupa pada Hp, laptop, atau buku. Tak jarang aku membuat ibuku memanggil-manggil mencari, lalu menemukanku di spot favorit ini.

Sejak bangun tidur tadi, lalu shalat, tilawah, lalu membersihkan halaman dan rumah. HP kubiarkan tergeletak dalam kamar. Aku ingin sejenak melupakan dunia maya. Tapi tak lama, umi memanggil.

“Sa... Risa... dimana?? Ini HP-mu bunyi terus. Gimana ngangkatnya ini? Umi ngga bisa...” suara Umi memaksaku kembali kerumah. aku menerima Hp itu. Memeriksa siapa yang menelepon.

Missed call : (Mas Rahman) 5 times

Aku membelalakkan mata. Hah?? Lima kali??

Telpon balik ngga yaa...

Telpon..

Engga..

Telpon ...

Engga..

Telpon..

Engga ...

Duh, telpon engga ya? Aku menatap layar kotak itu bimbang.

Akhirnya kembali ke menu utama. Membiarkan tanpa menelpon balik. Toh nanti kalau memang penting dia bisa telpon lagi. Eh, ada sms... jangan-jangan?

Dek, besok temui aku di foodcourt mall Keraton jam 1 siang, selesai dhuhur”

-Mas Rahman- 10.00 p.m

Sms sejak tadi malam? Oh, jadi...?

Mungkin dia telpon untuk menanyakan soal ini.

Mungkin dikiranya aku tak punya pulsa.

Mungkin.. ah ngga penting.

Yang penting sekarang, dijawab apa nih?

Berangkat, engga ya? Duh, kenapa mesti ketemu? Kenapa aku tiba-tiba takut untuk ketemu dengannya? Haruskah kutemui dia? Apa tujuan dia sebenarnya?


#Bersambung ke Surat Buat Hasna 21
#ODOP

3 comments:

Lisa Lestari said...

Bimbang...

Wiwid Nurwidayati said...

hmm jadi penasaran

Dewie dean said...

Galau

Post a Comment

Popular Posts

Blogger templates

Blogroll

About

Search This Blog

Powered by Blogger.
 

Designed by: Compartidísimo
Images by: DeliciousScraps©