Pagi kembali
menjelang. Rasanya masih malas beranjak dari pelukan guling kesayangan. Guling
yang lebih mirip ulat bulu raksasa ini selalu berhasil membuatu bergelung,
melupakan segala kewajiban. Sekaligus memupus habis rasa geliku terhadap ulat
bulu, berganti dengan nyaman selama memeluknya.
Tapi ingat kejadian
kemarin, aku harus beranjak meski jam masih menunjuk angka 03.30 di kamarku.
Tanda-tanda kehidupan sudah dimulai dirumah ini. Meski tanpa suara, lampu kamar
umi sudah menyala terang, itu tanda penghuninya sudah terjaga. Umi memang
terbiasa bangun jam tiga.
Kuambil air wudhu,
lalu bermunajat. Menembus cakrawala tanpa sekat. Memusatkan seluruh harapan
pada sang pemberi kehidupan. kepadaNya lah langkahku tertuju. Selesai tahajjud,
kubuka surat cintaNya. Sambil menunggu adzan berkumandang, aku tak ingin
terlelap lagi setelahnya.
Rutinitas pagi
berjalan seperti seharusnya. Aku menyapu halaman, menyiangi tanaman, memeriksa
beberapa tumbuhan seperti jeruk lemon dan buah tin yang sudah berbuah. Memetik
beberapa dan menikmatinya. Dulu saat aku masih kecil, senang sekali rasanya
jika selesai menyapu halaman lalu memanjat pohon jambu yang sedang musim buah.
Makan diatas sekenyangnya, baru turun jika sudah selesai acara “sarapan”.
Sekarang, pohon jambu
itu tak berbuah lagi. Bukan tak mau, tapi karena beberapa cabang intinya sudah
di potong. Jadi sepertinya, ia lebih fokus mengembangkan daun dan batang
daripada buah.
Sinar mentari yang
mulai menyengat mengingatkanku untuk bergegas, bersiap untuk segera berangkat.
Semua barang yang harus kubawa sudah rapi. Aku mengingat lagi, apa yang masih
tertinggal disini?
Teringat kembali
tentang pesan yang tak terbalas. Ah biarlah. Mungkin kakak tak mau ku ganggu.
Semua barang sudah siap, aku siap meluncur. Om Atim yang akan mengantarku ke
terminal pagi ini. Beliau juga sudah menunggu di ruang tamu.
Iseng kubuka layar HP.
Dua pesan diterima.
Maaf mbak, Saya istrinya Rahman. Siapa yang di RS? Emang
Rahman sakit apa? Rahman ngga sakit, sehat wal afiat sekarang sedang dirumah.
Lalu kubuka sms berikutnya
Dan kalau pean dibilangi dia kerja di RS bohong besar!.
Rahman sekarang pengangguran... kasih makan anak istri aja dia ngga sanggup
mbak, bisa-bisanya ya? Apalagi belikan pampers dan susu untuk anaknya???
Ohh, speechless. Dadaku
memanas, sesak rasanya.
Jadi, mbak Finda belum
tahu sakitnya Mas Rahman? Bagaimana bisa ia menyembunyikan semuanya begitu
lama? Kenapa ia tak merasa istrinya perlu tahu? Meski surat cerai sudah
ditandatangani, penggilan sidang sudah melayang kerumah, dan lusa jadwal sidang
pertama mereka. Tidakkah ada jalan bagi merek auntuk kembali bersama? Kasihan
Hasna. Pikiranku melayang kemana-mana.
Maaf mbak, udah telat. Kasian banget sih kamu ngga tau
kondisi Mas Rahman sekarang?
#ODOP
Lanjut ke Surat Buat Hasna 8
1 comments:
Yg di sms tadi istrinya kakak 😀
Post a Comment