Monday, 13 June 2016

Surat Buat Hasna 28 - TAMAT

| |



Jika tak ada kabar, anggap ia tak pernah ada.

Bukankah jodoh tak akan pernah tertukar?

Jika dia memang yakin, ia akan berhasil meyakinkan.

Percaya pada-Nya, bukan padanya.


Hujan rintik menemani soreku di depan kos. Ini masih hari sabtu, malam yang panjang buat pacaran, malam minggu.

Pacaran?

Oh, mendengar lantunan lagu dari sound tetangga jadi ingat, kata itu sudah lama terhapus dari kamus hidupku. Dulu masih kecil, sempat timbul anggapan bahwa pacaran adalah kata wajib yang dimiliki remaja. Tapi saat masa remaja tiba, aku sama sekali tak tertarik untuk mencoba. Hanya teman, lebih banyak laki-laki ketimbang wanita. #Opss

Mas Syamsi, harusnya hubungan ini ditegaskan. Bukan diam begini. Rasanya tak baik baginya, juga bagiku. Apakah dia memilih mundur, atau bertekad ingin maju?

Please, jangan ada ragu.

Jariku mengetik huruf demi huruf dilayar, siap kukirim untuknya. Bukan untuk menagih keputusannya. Baru saja ku ketik: mas, aku minta maaf....

Ting tong

-tanda pesan baru masuk-

Kubuka, mas Syamsi?

Wow, amazing! Dia sedang memikirkanku saat aku memikirkannya? Ohh, so sweet.... tak sabar kubuka pesan itu untuk membacanya.

Temui aku ditempat pertama kita ketemu besok, jam 9 pagi.

Gitu doang?

Yah, pembaca kecewa mas.

Ngga romantis blas!

*Eh?? Apa barusan?

Romantis?

Astaghfirulah, siapalah aku?? Duh, tepok jidat! Ngacaa!!!

Tidak, aku tidak berhak. Muslimah yang baik harus tegas. Romantis kan cuma boleh kalau sudah sah. Nah ini?

Mungkin saja mas Syamsi mau kasih tau kalau sudah punya calon lain, yang jauh lebih baik, pasti.
***


Minggu, jam 8 pagi.

Aku bersiap mandi, dhuha, berpakaian sekedarnya. Tidak ada bedak tebal, eye shadow, atau lipstik. Tidak, aku bukan mau ke kondangan. Ke kondanganpun aku lebih suka biasa aja. Tak peduli orang berkata apa. He..

Yang penting menutup aurat, rapi, bersih, dan tidak tampak aneh. Berangkat.

Tepat jam 9 aku sampai ditempat yang dijanjikan. Sudah ada mas Syamsi disana. Aku telat (lagi). Ah bukan, aku on time. Dia yang off time, anggap saja gitu.

“Assalamu’alaikum..” aku menyapanya. Ia sendiri, jadi kupikir lebih baik disini. Ditempat terbuka agar tak ada fitnah diantara kita. *Loh??

“Wa’alaikumsalam... silahkan duduk ustadzah” Sapanya ramah. Terkesan formal. Aku jadi kikuk sendiri. Jam 9 pagi, jalan malioboro masih relatif sepi. Rindang pohon beringin, cerah mentari dan angin yang berhembus lembut menambah rasa nyaman untuk bertahan disini. Ditangan mas Syamsi masih tergengggam mushaf kecil. Aku meliriknya sekilas, mungkin ia murajaah sambil menungguku tadi. Entahlah. Aku memilih duduk di kursi panjang seberang, tak terlalu jauh tapi cukup terpisah darinya.

“Maaf....” kataku dengan tetap menunduk, tak kuasa menatap wajah teduhnya.

“Untuk apa?” ia balas bertanya.

“Paired table test yang kukirim....” aku masih menunduk, takut menatap matanya.

“Risaki,....” Panggilnya. Mau tak mau, aku menatapnya. Wajah teduh itu benar-benar menyihirku.

“Iya?” Reflek, sedetik kemudian aku kembali menunduk. Takut syetan mematri mataku padanya, tanpa bisa lepas lagi. Takut, jika dia bukan hakku....

“Sudah buka pesan saya tadi?” tanyanya dengan nada tetap tenang. Membuat jantungku berdegup tak karuan.

Eh, pesan? Tadi?

Sejak mandi sampai sekarang aku belum buka Hp sama sekali. Kurogoh tas kecil rajut, mengeluarkan Hp dari sana.

“Buka saja dulu. Baca baik-baik. Setelah itu terserah kamu..” Katanya. Aku tak jadi membuka pesan. Menatapnya.

“Maksudnya mas? Mas kirim apa? Aku ngga berani buka.” Berusaha jujur, itu yang kulakukan sekarang.

Mas Syamsi memperbaiki posisi duduknya, menghadapku. Ia menatap mataku! Speechless, ah entahlah. Aku bingung. Apakah perasaan ini sudah benar? Maksudku, apakah perasaan in sudah pada tempatnya?

Allahu rabb...lindungi aku dari godaan syetan yang terkutuk. Kumohon... jeritku dalam hati. Aku benar-benar belum mengerti maksud semua ini.

“Risaki, aku serius. Kamu mau ngga nikah sama aku?” Pertanyaan itu terulang lagi. Baik. Logika harus mendominasi kali ini. Maafkan aku duhai perasaan, jika saat ini kau harus sedikit kuabaikan.

Karena pernikahan bukan sekedar tentang cinta. Tapi ada komitmen, tanggung jawab, dan banyak hal baru yang mungkin asing saat ini. Siapkah? Aku bicara pada diri sendiri sebelum kembali ke forum “bersama mas Syamsi”.

“Mas, maaf.. kalau mas yakin, ada beberapa pertanyaan. Boleh?”

“Silahkan” jawabnya datar. Bismillah... doaku dalam hati.

“Kenapa mas pilih aku, bukan yang lain?” pertanyaan pertama.

“Risaki, aku sungguh tak mengerti awalnya. Tapi sejak bertemu denganmu, entah kenapa aku merasa bahwa pada dirimu ada duniaku. Bersamamu aku bisa menjadi diriku sendiri. Bukan orang lain. Tak perlu berpura-pura sempurna, bisa segalanya. Semua mengalir begitu saja. Kukira Allah yang mengatur demikian.” Jawabnya tegas.

“Mas Syamsi ngga pengen nikah sama yang lain aja? Yang lebih muda, misalnya? Atau ada rencana menikah yang kedua, ketiga, atau seterusnya?” hati-hati kuutarakan pertanyaan itu. Sensitif sebenarnya. Tapi aku perlu tahu.

“Begini, ehmm... lelaki manapun secara naluri ingin punya istri lebih dari satu, itu manusiawi. (sampai disini tenggorokanku terasa tercekat, tapi ia belum selesai bicara). Tapi kau tahu, Allah menuntut keadilan pada pernikahan antara dua insan. Menikahi lebih dari satu wanita, berarti menuntut pembagian keadilan. Aku tak yakin bahwa aku bisa. Tapi yang jelas, aku tak berniat melakukannya selama tak ada alasan sampai benar-benar terpaksa.” Akhirnya, aku bisa menarik nafas lega. Saatnya pertanyaan ketiga.

“Bagaimana tanggapan orang tua mas Syamsi atas rencana ini?” kupikir, nikah bukan hanya menyatukan dua manusia yang berbeda, tapi juga dua keluarga yang mungkin benar-benar tak sama. 

“Umi merestui, asal S2 selesai tepat waktu. Abah terserah aku.” Jawabnya.

Allah, anugerah macam apa ini? Fabiayyi aalaa i rabbikumaa tukadzzibaan...

“Rencana mas Syamsi setelah menikah?”

“Tinggal di jawa, potensi ekonomi lebih baik disini. Kalau sudah ada modal, kita bangun usaha di kampung halaman saya. Itu juga kalau kamu bersedia” kalimat terakhirnya membuatku menahan nafas sejenak.

“Mas...aku takut. Minder. Jauhlah sama mas Syamsi. Kalaupun kita menikah, apa kita bahagia jika begini keadaannya? Maksudku.. aku merasa ngga pantas.” Aku menunduk, lagi.

“Risaki, buka pesanku tadi. Sekarang, cobalah..baca.” katanya memaksa. Baik.. bismillah...

Paired table test. (dia juga bikin?? Atau...) Ohh.., reflek tanganku menutup mulut membacanya. 

Hal
Syamsi
Risaki
Status
Single
Single
J.K
Laki-laki
Perempuan
Pendidikan
S2
S2
Visi
Meraih Ridha Allah
Meraih Ridha Allah
Misi
Memiliki anak hafdz/ah
Memiliki anak hafdz/ah

Sudah.

Aku menatapnya.

Ia menatapku.

“Percayalah, ada banyak kesamaan diantara kita. Jangan fokus pada perbedaan. Setuju?” ia meyakinkanku.

“Aku belum bilang sama ayah dan umi....” Kataku sedetik kemudian.

“Dan kita harus menyelesaikan pendidikan. Satu semester ini, targetkan selesai tesis. Setelah itu kita pikirkan rencana pernikahan. Gimana?” di wajahnya terpancar rona bahagia. Aku juga.

“Tapi itu berarti mas Syamsi masih bebas memilih gadis lain, dan aku boleh menerima orang lain dong? Kan belum resmi?” kataku. Ia mengangguk, duh! Bisa jadi, satu semester lagi? Siapa yang tau, ketemu orang lain...gimana? kenapa hatiku jadi was-was begini....bukankah aku tak berhak menggenggam apa yang belum jadi milikku?

“Minta alamat rumahmu?” Katanya beberapa detik kemudian. Aku menyerahkan KTP. Ia mengambil foto ktp dengan Hp.nya..lalu dikembalikan padaku. Entah buat apa.
***

Setelah itu, tak ada komunikasi lagi. Entah apa perasaan ini. Galau? Engga. Aku sudah menjelaskan semuanya. Biar Allah atur skenario cerita selanjutnya.

Tiga hari kemudian, ayah telepon. Tumben sekali ayah telepon ba’da maghrib. Biasanya kalau ngga pagi sekali, ya malam sebelum tidur. Pasti ada yang penting. Kuangkat setelah menutup mushaf dan mengakhiri dengan do’a setelah tilawah.

“Assalamu’alaikum, ki.. sibuk tah?” Ayah menyapa diujung sana, memang beliau lebih suka memanggilku Saki, beda dengan yang lain. Aku sih terima saja, merasa spesial dimatanya.

“Wa’alaikumsalam. Iya yah? Baru selesai ngaji. Kenapa?”

“Ini, ayah mau bilang, ada teman kamu datang kerumah. namanya Syamsi, kenal?”


Hahh?? Dia...ke r-u-m-a-h??


“Serius yah?? Ngapaiinnn??”

“Barusan dateng tadi sebelum maghrib, dianter ojek. Muter-muter katanya..hehehhe” ayah terkekeh. Maklum, rumah ayah memang jauh di pelosok. Salah sendiri dia ngga nanya naik apa turun dimana. Tapi, ngapain dia disana??? Malem begini pula? Duhh...

“Makanya, ayah kalau punya rumah jangan dipelosok. Nyusahin orang nyari taa....” Aku jawab asal.

“Hemm... katanya Syamsi mau nikahi kamu. Gimana ini? Kok ngga bilang ayah sebelumnya? Sini kamu pulang. Tanggung jawab. Jawab sendiri. Besok sampe rumah. Ayah tunggu, ya?”

Lohh...loh..lohh... apa-apaan ini???

Mana mungkin besok pulang, jadwal kuliah udah mulai. Duh mas Syamsi...kenapa ngga bilang-bilang kalau mau kerumah, biar bisa atur jadwal? Ckckckc...isshh...

Kesel sendiri kan jadinya...

“Ngga bisa yah, besok kuliah... udah terserah ayah jawab aja deh.” Kataku akhirnya. Rasain, salah sendiri ngga bilang-bilang.

“Hmm..yaudah ayah terima aja ya?”

Whatt??? Semudah itu?? Biasanya ayah paling ribet urusan lelaki. Iya sih ngga butuh banyak syarat. Ayah pernah bilang.................

Lelaki yang ayah pengen jadi menantu syaratnya cuma satu: aamanuu billaahi warosuulihii wajahiduu biamwaalihim wa anfusihim. Satu kalimat maksudnya. Huft. Artinya? He, sederhana. Lelaki yang menyatakan diri beriman kepada Allah dan RasulNya, serta mau berjihad (dalam agama Allah) dengan harta dan jiwanya.

Satu kalimat, tapi syarat makna. tak ada syarat pekerjaan, aset minimal, atau standar gaji. Dan mungkin mereka sudah bicara banyak, lalu ayah tau syarat itu terpenuhi sudah. Lalu kurang apa? Tak ada alasan, harus diterima.

Aku masih diam.

Teringat pula cerita umi, bahwa duluuuuu....sekali. saat umi masih gadis, bekerja di ibukota provinsi dan bertemu ayah, lalu ayah meminangnya. Umi tak percaya. Sampai akhirnya ayah datang kerumah tampa sepengetahuan umi, meyakinkan keluarga. Akhirya ayah diterima.

Sekarang mas Syamsi?

Tak ada yang kebetulan terjadi.

Semua sudah ada dalam skenario illahi. Kita manusia biasa, hanya menjalani dan berusaha maksimal dengan usaha, sesuai kemampuan yang diberi.

Mbak Finda, apa kabar? Kuputuskan memberi tahu semuanya. Lewat sms kukirim link cerita ini. Semoga suatu hari, ia mengerti. Bagaimana harusnya menjadi seorang istri.

Beberapa hari setelah mas Syamsi datang kerumah, ia pamit kembali melanjutkan studi. Setelah lamaran resmi, aku tak berhak tengok kanan kiri lagi. Begitu juga dia, seharusnya.

Satu semester setelah itu, tesis kami selesai. Ia pulang ke tanah air. Allah maha baik, mengatur semua sedemikian rupa. Wisudanya lebih cepat dari wisudaku. Jadi, ia pulang setelah semua urusannya selesai.

Seminggu sebelum wisudaku, ia datang lagi ke rumah, bersama orang utanya. Menyampaikan lamaran resmi keluarga. Lengkap dengan semua dokumen pernikahan dari pemerintah daerahnya. Aku tak tau soal ini, mereka yang dirumah mengatur semua dokumen, sementara di jogja aku masih menikmati bermain bersama teman, terlibat dalam banyak kegiatan.

Sampai H-3 menjelang wisuda, ayah memaksaku pulang. Mau tak mau, aku pulang karena tak punya alasan. Ternyata, sudah ada banyak tetangga dirumah membantu menyiapkan acara. Esoknya, kami menikah. Sederhana, tanpa pesta. Tanpa musik yang membahana, seperlunya. Mengundang saudara, keluarga besar, dan semua tetangga. Memenuhi syarat dan rukun pernikahan. Semua sah. Aku resmi menjadi istrinya, dan dia menjadi suamiku, untuk selamanya.

Wisuda S2, benar-benar moment paling bahagia. Kejutan dari Allah untuk setiap hamba yang percaya padaNya tak pernah sederhana. Benar-benar luar biasa.

Hanya syukur dan syukur... meski setelahnya kami harus tinggal di kontrakan, di salah satu sudut kota Jogja, semua terasa indah. Bahagia. Pernikahan yang kata orang terdiri dari suka dan duka, tidak berlaku bagi kami. Karena yang ada hanya suka dan suka. Tak ada duka. Semua bahagia.

Sempurna? Tidak. Masalah apapun, bukanlah sumber duka, karena masalah ada untuk membuat kita semakin dewasa. Semoga pernikahan ini, sampai kesurgaNya

~TAMAT~

11 comments:

Lisa Lestari said...

horeee tamat..happy ending....

Lisa Lestari said...

horeee tamat..happy ending....

Ciani Limaran said...

Duuhh... Mbakk.. Baper...

Wiwid Nurwidayati said...

Hmm manis sekali endingnya

Nindyah Widyastuti said...

Bisa banget buat ceritanya, kirain nggak jadi dengan mas Syamsi. Ternyata...

Sakif said...

cie cie yang baper...wkwkwkwk

Sakif said...

horeee..akhirnyaa..ehehe

Sakif said...

ternyata eh ternyata...jeng jeng jeeng....hehehe

Sakif said...

manis karena tadi dikasih madu sama mas Syamsi, *Eh

Unknown said...

Sy suka ending yang kek gini...
Selamat ya...

Dewie dean said...

Barakallah laka wa baraka alaika wajamaa bainakuma fii khoir

Post a Comment

Popular Posts

Blogger templates

Blogroll

About

Search This Blog

Powered by Blogger.
 

Designed by: Compartidísimo
Images by: DeliciousScraps©