Saturday, 2 July 2016

Selalu Ada Alasan

| |



Alhamdulillah..
Alhamdulillah...
Alhamdulillah.. 

Rasanya tak ada kata lain yang lebih tepat untuk mengungkap syukur, menambah yakin bahwa tak satupun tercipta sia-sia. Tak satupun kejadian luput dari perhatianNya. Bahwa selalu ada alasan untuk merasa bahagia, seberapapun sulit kondisi yang ada.

Mungkin ini hanya catatan kecil diantara lautan nikmatNya. Setetes kasih sayang dari curahan dan limpahan cintaNya. Tapi semoga catatan kecil ini berarti. Jika tidak sekarang, mungkin di kemudian hari. Karena kita tak pernah tau apa yang akan terjadi.

Di penghujung Ramadhan kali ini (1437 H), jujur homesick mulai mendera anak rantau. Siapa yang tak ingin lebaran bersama keluarga dan orang-orang tercinta? Meski harus menembus padat dan lelahnya perjalanan, rasanya mudik selalu jadi pilihan. Tapi tidak, kali ini aku harus sedikit menahan ego untuk pulang. Sedikit saja, hingga setelah shalat id nanti. Tak apa, plis.... rayuku pada hati yang kadang ingin mempercepat jalannya hari.

Aku masih punya tanggung jawab, menyelesaikan janji sebagai Fundraiser Dompet Dhuafa Ramadhan. Tanda tangan di kontrak sampai tanggal 5, sementara idul fitri jatuh tanggal 6 juli 2016. Nanggung banget kan, sementara disini juga keluarga, orang tua kedua. Maka aku juga harus mengabdi pada mereka.

Rasa homesick yang datang dan pergi begitu saja, belum seberapa. Seminggu menjelang hari raya ini, ada saudara yang sakit dan beberapa kali harus check up ke Rumah Sakit Daerah.  Karena kebetulan aku masuk siang, jadi beberapa kali mengantar beliau periksa. Hasilnya, ada mass abdoment. Entah apa dan seberapa besar sesungguhnya. Yang jelas rasa sakit itu tak bisa terus ditahannya. RSUD memberi rujukan untuk diperiksa lebih lanjut di RSPAU Dr. Hardjolukito Yogyakarta. Surat rujukan itu berlaku sebulan. Maka beberapa anggota keluarga menyarankan untuk diperiksa lebih lanjut setelah lebaran. Karena menjelang hari raya seperti ini, berbagai kesibukan pasti menuntut perhatian. Tapi yang namanya sakit, mana bisa ditahan?

Lagi, aku harus mengantar beliau mengurus rujukan tersebut. Alasannya sepele, karena aku yang tau jalan dan sekalian bisa berangkat kerja. Hmm, untuk menolong sesama sesungguhnya tak butuh alasan kan ya? Selama aku bisa, it’s ok. Take it  easy. Kebetulan memang tidak terlalu jauh dari tempat harus jaga booth (Ssstt, sebenarnya kemarin tempatku jaga booth harus pindah ke Jl. Magelang KM 9. Tapi aku nego mutasi itu diundur supaya bisa mengantar ke RS. Untunglah sang MA baik hati meluluskan permintaanku).

Ini pertama kalinya aku menginjakkan kaki di RSPAU, jam 9 pagi kami sampai setelah menempuh perjalanan sekitar 1 jam dari rumah. Masuk Rumah Sakit dengan atmosfir yang sangat berbeda dengan rumah sakit lain. Iya, disini mulai bagian informasi, perawat, dokter, dan semua karyawan pakai seragam militer. Beda profesi beda seragam sih, tapi nuansa militer kental sekali. Dokterpun pakai seragam doreng lengkap dengan sepatu laras, hanya rangkap menggunakan jas putih saat memeriksa pasien. Sedikit kikuk, tapi untunglah sahabat baikku juga seorang angkatan, jadi ngga keder menghadapi mereka (*Loh, apa hubungannya? Bagiku, tetap ada. Jangan protes ya, hehe).

Baik, pelayanan di Rumah Sakit ini sungguh memuaskan. Kebetulan pasien yang kubawa pemegang KIS (Kartu Indonesia Sehat), tidak kudapati perbedaan pelayanan dengan pasien lain, Alhamdulillah. Instruksi jelas, alur jelas, sehingga kami sama sekali tidak kesulitan dan mendapat pelayanan maksimal sampai ke meja periksa. Meskipun harus nunggu antrian dan ditinggal dokter Agung rapat sebentar, lumayan nunggu sambil tilawah.

Dokter bilang , “Ini dioperasi saja ya? Takutnya ada infeksi kalau terus-terusan merasa nyeri.” Glek! Memang sudah diperkirakan benjolan itu harus dioperasi. Baik, sesuai dengan instruksi, cek Laborat dan radiologi segera dilakukan. Pesan kamar dan Alhamdulillah langsung dapat. Meski harus wira-wiri dari satu meja ke meja yang lain gegara nyari surat pengantar ke kamar, duh sempat bikin mumet itu surat. Perawatnya bilang kertas yang panjang, sementara pahamku kertas kecil panjang tadi sudah dibawa ke radiologi, atau ketinggalan di lab? Cari kesana ya jelas ngga ada. Sampai mau bikin surat baru. Eh ternyata, surat yang dimaksud itu yang kulipat dan kurapikan dalam tas. Oh my Allah, ini surat pendaftaran rawat inap bu.. saya ngga paham dibilang kertas yang panjang doang.  Pengen banget kupeluk dan cium itu ibu, gemas. Heu,.. ah sudahlah. Yang penting bisa masuk kamar sekarang. Aku harus masuk jam 1 siang.

Pendaftaran untuk ruang rawat inap pasti butuh dokumen baru. Semua lengkap, kecuali satu, KK. Tadi kukira pasiennya yang fotocopy sudah sekalian, eh ternyata cuma satu dan sekarang habis. Kukabarkan yang dirumah untuk bawa aslinya, di fotocopi disini nanti. Kami sudah dapat kamar. Pasien bisa istirahat.

Eh yang dirumah bilang KK ngga ketemu. Dicari kemana-mana, setiap sudut rumah, lemari, map, buku... dan hasinya nihil. Aku tak tahu harus apa? Pinjam copy KK yang tadi dikumpulkan? Jujur,  aku mencoba. Tapi yang namanya administrasi beda jalur beda dokumen. Yang sudah masuk ngga mungkin keluar lagi kan? Meski pinjam buat fotocopy doang, sulit mencari jejak kemana dokumen itu sekarang, karena poli tempat periksa tadi sudah tutup. Aku pasrah, berkali-kali telepon kerumah hasilnya masih sama, kartu itu nyelip entah dimana.

Saat aku sudah lelah, hanya diam di kursi dan tak tau harus mencari lagi kemana? Pakde tiba-tiba telepon, bilang KK sudah ketemu. Alhamdulillah...

Baik, tinggal tunggu pakde dan bude sampai dan aku bisa berangkat. Oh please, mereka lama sekali. Maklum sih, jauh. Hampir  ashar baru sampai, mau tak mau aku terlambat. Tak apa, kata mas manajer yang baik hatinya, mas mufti. Sampai hari ini meniti profesi baru sebagai FR, jujur aku belum mencapai angka target. Bukan karena nilainya yang terlalu tinggi. Tapi mungkin lebih karena bukan bakatku dibidang ini. Bagiku, pegang dan mengatur uang itu sudah biasa, secara dari SMP-kuliah keseringan dapet amanah jadi bendahara. Tapi soal marketing dan canvassig, ini dunia baru bagiku. Terima kasih atas kesempatan belajar, meski hasilnya belum sebaik yang diharapkan.

Hari itu, seorang sahabat baik mempercayakan zakatnya padaku. Lumayan, hampir 4 juta. Zakat maal untuk setahun, dihitung dari nilai investasi yang dia miliki termasuk penghasilan. Jadi meski lelah dan terlambat datang, nominal perolehan zakat tersebut cukup menambah angka perolehan. Tak apa, memang sejak awal aku tak mengejar target. Niat utama hanya ingin menyebarluaskan kewajiban zakat, terutama zakat maal. Sama sekali tak tergiur mencapai target, bukan karena tak ingin mendapat bonus. Kupikir, yang namanya bonus murnikan sebagai bonus, tak perlu ditarget mau dapat bonus berapa? Toh tanpa bonuspun aku tetap bahagia bisa menyebarkan ilmu tentang zakat di Ramadhan kali ini. Kalaupun nanti ada yang mempercayakan zakat atau infaq dengan nominal besar melalui tanganku, semoga murni karena pemahaman dan tunainya kewajiban. Bukan karena yang lain.

Karena ternyata, banyak orang yang beum tahu bahwa aset, investasi, bahkan usaha yang dimiliki punya kewajiban membayar zakat. Bukan hanya zakat fitrah yang wajib, ya! Dan bagiku, misiku hanya menyempaikan, masalah pemahaman dan hidayah siapa yang mau menunaikan kewajiban, itu urusan Allah saja, cukup. Anyway, terima kasih sahabat atas kepercayaanmu padaku. Kan kupastikan bahwa sahabat yang baik tak akan pernah ingin mengkhianati sahabatnya. Dan kau, selalu tampak baik dimataku.

Ehm,, ngga usah baper. Iya dia masih single, baik hati dan banyak predikat dia miliki. Ada yang berminat kenalan? Japri aja ya, hehehe. Itung-itung, ngejodohin orang sekalian invest rumah disurga. #eh

Waktu terus melaju, tanpa peduli siapa kamu.

Saatnya harus jaga booth, sama teman akhwat yang cantik nan sholehah. Tapi ngakunya belum siap nikah. Hehe, ntah apa dia bilang kalau tiba-tiba ada yang mengkhitbah. Baik, abaikan bagian ini. Uang di saku tinggal 20K. Aku mampir ATM buat nanti kalau perlu beli bensin. Dan, sukses! Uang di ATM tinggal selembar warna biru yang bisa diambil.  Sisanya? Rp. 5.500,-. Sementara perjalanan ke jogja masih 3-4 kali lagi, dengan rata-rata biaya bensin 15K per hari, belum kalau butuh jajan atau lainnya. Lalu aku tersenyum. Bukankah Allah yang maha mencukupkan kebutuhan setiap hamba? Nanti buat buka bisa melipir ke masjid lah, buat parkir juga masih cukup itu. Kalau kurang?? Yah dipikir nanti saja.

Menjelang maghrib, kami bersiap melipir ke masjid tempat temanku i’tikaf. Tapi saat buka HP yang sejak tadi di charge karena kehabisan daya, ada sms dari bude. Kita perlu ambil darah ke PMI sekarang, sms sejak setengah 5, sekitar sejam yang lalu. Aku balas sms itu dari HP yang satu. Emang nomor yang biasa kupakai ini ngga ada pulsanya, jadi ya ngga bisa sms. Bilang kalau aku bisa mengantar bude ke PMI. Lalu kuantar dulu temanku ke masjid. Buka hp disana, ada sms dari bude. Beliau sekarang sudah di PMI tadi naik ojek. Oh?? Nekatnya budeku, untung ngga nyasar atau hilang.

Hatiku sudah pias, was-was. Bude ngga pernah pergi jauh sendirian begitu. Pasti keadaan sangat mendesak sehingga beliau nekat. Aku sudah sangat khawatir, ku balas kalau akan kujemput di PMI. Langsung berangkat. Jarak RSPAU-PMI lumayan, sekitar 7 KM, tapi dari tempatku sekarang sekitar 9 KM. Maghrib beberapa menit lagi. Aku tak bisa menunggu maghrib disini. Kasihan bude kalau sendiri.

Langsung tolak ke PMI. Bude ku-sms agar tukang ojek yang menunggu dibayar dulu, aku perjalanan kesana. Rupanya bahasa sms-ku terlalu sulit dipahami, mungkin. Sehingga beliau beberapa kali misscall saat aku dijalan. Lalu menyadari aku tak ada respon, dikirimilah pulsa, mungkin maksudnya agar aku bisa telepon balik. Baik, ku telepon balik dan jelaskan semuanya, beliau paham. Maghrib dijalan, niatku batalkan puasa sambil ngisi bensin yang sudah menipis. Tapi, SPBU tutup saat maghrib begitu, pegawainya buka puasa kali ya. Yasudahlah. Langsung ke PMI saja, buka disana. Dan ketemu bude, yang sudah duluan masuk angkringan. Baik, buka kali ini di angkringan, jauh dari rencana semula. Tapi tetap, Alhamdulillah... segelas jeruk panas, gorengan, dan sebungkus nasi kucing mengisi pembukaan puasaku hari itu.

Lalu setelah shalat maghrib, satpam mengabarkan darah yang kami pesan sudah siap. Alhamdulillah. Kami mengambil dan segera kembali ke RS. Belum jauh dari PMI, jarak sekitar 10 M di depan kami ada motor di kiri jalan mau putar balik ke arah berlawanan, aku pelankan kecepatan. Menunggu sepasang atau kakak adik itu berhasil putar haluan. Eh, beberapa detik kemudian dari arah kanan belakangku ada yang mau nyalip. Sudah tau yang didepanku belum berhasil putar haluan, malah di gas. Nabrak lah!! Yang bonceng dari arah belakangku tadi, badannya kejepit diantara dua motor. Yag dibonceng dari kedua motor tersebut berhasil melepaskan diri lebih cepat. Aku spontan berhenti dan tak berkedip melihat kejadian cepat itu. Sesaat bingung, harus berhenti atau meneruskan jalan? Posisi dibelakangku bude dengan savebox berisi 4 kantong darah. Kami juga meninggalkan pasien di RS sendirian. Orang-orang mulai berkumpul, seiring kesadaranku kembali bersama ngeri membayangkan luka si bapak kejepit. Aku tak bisa berhenti disini. Maafkan, jika aku memilih meneruskan perjalanan. Kali ini harus lebih hati-hati.

Sampai di RS, aku harus kembali bertugas. Eh, baru juga duduk, buka Hp, bude sms lagi. “Dek, kurang satu kantong darah lagi buat persiapan operasi, gimana ini?” Duh, mau ngga mau, aku nego karena baru pulang jam 9 malam ini. Akhirnya bude memintaku nginap. Ngga usah pulang karena operasi rencana sekitar jam 8 esok pagi. Baiklah, meski tanpa persiapan sama sekali buat menginap, siapa bisa menolak dalam keadaan seperti ini?

Dan jam 9 malam, parkir di RSPAU sudah tutup (berdasarkan pengumuman yang kubaca sebelumnya). Lalu bagaimana? Aku ngga bisa nginap di RS. Lagipula pasti ngga bisa tidur nantinya. Dalam kondisi lelah, kurang tidur, aku tau kapasitasku. Biasanya ngedrop tiba-tiba, dan aku tak ingin kejadian itu terulang. Tidak untuk merepotkan orang lain. Maka? Aku memilih menginap dimasjid tempat temanku tadi i’tikaf. Iya, sekalian i’tikaf kan? Dengan bayar sahur 10K, cukuplah buat persiapan puasa esok. Tapi tanpa bawa perangkat mandi dan ganti baju, sungguh tak nyaman. Akhirnya  tetap harus beli perangkat minimal: sikat dan pasta gigi serta tissu. Ngga ada anggaran beli makanan, dan memang ngga perlu lagi kan? Buka sudah, tinggal sahur nanti sudah dianggarkan. Sisa Pakai selembar warna biru terakhir yang kuambil sore tadi, sekarang masih 20K dan selembar warna bau-abu. Urusan besok gimana, biar Allah yang atur.

Malam itu sempat aku mengadu pada kakak sepupu. Tentang lelah dan bokekku. Ups, tapi aku tak minta dikirim uang. Tidak, aku tahu dia punya tanggung jawab pada rumah tangganya meski aku tau dia mampu.  Tak lagi sama seperti saat dia masih single, saat aku bisa mengeluh atau minta uang saku. Dia cuma bilang, kode apa ini? Setelah membaca pesan bahwa ATMku sudah terkuras habis. Aku cuma jawab, itu kode kalau aku capek, ngantuk, pengen tidurrrr, karena semalam sebelumnya juga aku cuma punya jatah 4 jam buat tidur, jawaban paling jujur. Lalu sisa malam kuhabiskan dalam tilawah, sampai mata tak sanggup lagi membaca rangkaian surat cintaNya. Sekitar jam 12, aku tertidur tanpa alas dan selimut, tapi masih pakai mukena.

Kalau orang tuaku tahu aku tertidur di lantai masjid begitu pasti sudah digendong pindah ke kamar. Eh, itu dulu. Kalau sekarang paling dibangunin atau diambilin selimut tebal. Tapi aku tak peduli dan tak bisa berfikir lagi. Yang jelas, lantai masjid masih jauh lebih baik dari pada hutan belantara yang harus jadi alas tidurku saat musim kemah tiba dulu. Jam 3, sudah bangun karena petugas sahur sudah teriak. Ambil wudhu, shalat dan tilawah sebentar. Lalu sahur. Shubuh kutunaikan dengan otak yang belum genap dalam kesadaran. Semoga tak ada rukun yang terlewatkan.

Selesai shubuh dan al ma’tsurat, lanjutkan tilawah satu surat. Kemudian aku pamit untuk langsung ke RS. Hari itu aku masuk sore-malam di jalan magelang. Perkiraan jika harus ambil darah dulu, lalu memastikan pasien masuk ruang operasi dengan aman. Setelah itu aku bisa pulang, istirahat sebentar lalu berangkat lagi nanti.

Ditengah jalan menuju RS, bude sms dan pakde misscall. Aku menepi. Pesan dari bude: Dek ke PMI nanti sekitar jam 7, tunggu diperiksa dulu. Oke, sudah terlanjur jalan sampai dekat RS, sekalian masuk ajalah. Pakde kutelepon balik. “Ini mau berangkat ke RS, kamu dibawain baju ganti sekalian ya? Mau pakai baju yang mana?” Allah, nikmatMu yang mana pantas kudustakan? Sedikit geli membayangkan pakde operasi lemari pakaian dan mencari yang kumaksud. Tapi sungguh, ini sangat berarti karena dengan begini aku bisa menghemat energi buat pulang. Lumayan euy, 70 KM bolak balik jogja-rumah. Langsung ke RS.

Sampai disana, keputusannya tetap harus ke PMI ambil darah untuk persiapan operasi. Mereka khawatir pasien kekurangan darah saat atau setelah operasi. Bude memaksaku menerima uang selembar warna biru dan dua lembar warna abu-abu. Buat bensin sama parkir nanti, katanya. Aku tak bisa menolak. yang kutahu, bude akan marah dan tidak suka kalau pemberiannya kutolak. Alhamdulillah, Allah masih menjaga nyawa sepeda itu untuk melaju lebih jauh nanti. Memang Allah sebaik-baik pemberi rizki.

Okelah. Dari kamar turun ke Lab, ketemu mas ganteng *lagi #eh. Lalu ke PMI. Sekitar sejam menanti, dan kembali ke RS. Sudah jam 8 lewat. Pakde dan bude sudah khawatir, karena pasien sudah masuk ke ruang operasi. Sementara darah yang kubawa masih harus masuk ke bank darah RS. Baik, darah itu disimpan disana dan bisa diambil jika diperlukan, tunggu instruksi dari ruang operasi. Aku lega, langsung menuju deretan kursi di depan ruang operasi. Menyerahkan dokumen untuk mengambil darah jika diperlukan pada bude. Lalu minta baju pesanan sama pakde, dan meluncur ke kamar. Ngapain? Mandi!

Alhamdulillah, sejauh ini aku merasa baik-baik saja meskipun sangat terasa kurang tidur. Selesai mandi, tak ada agenda make up apapun.  Tadi dibawain facial foam, cukup. Iyalah, mana mungkin pakde paham bawain bedak dan teman-temannya, pun seandainya aku meminta? Ah biarlah begini. Yang penting rapi, menutup aurat. Beres. Kembali ke bawah, menungu orang operasi ngga tenang rasanya. Aku memilih melipir ke masjid. Dhuha dan tilawah disana, sambil ngantuk, tentunya.

Sekitar jam 11 kurang 10 menit, aku kembali. Sebelum diusir para perwira angkatan udara, karena saat jum’atan akan segera tiba. Didepan ruang operasi hanya ada bude. Pakde dan bulik keluar katanya, operasi sudah selesai dan sedang cari tolpes plastik untuk tempat hasil operasinya. Tadi sudah dapat dari kantin RS tapi kata perawat kurang besar. Jadilah mereka keluar. Aku  menyesal kenapa tadi kutinggalkan? Mereka mungkin kesulitan mencari toko perabotan sekitar sini.

Lama tak kembali, sampai dipanggil perawat lagi, dan entah darimana mereka dapat toples, beberapa menit kemudian pasien sudah dibawa keluar dengan toples yang ditutup selimut disampingnya, masih dibawah pengaruh anastesi. Aku membantu perawat membawa pasien kembali ke kamar. Disepanjang lorong, pasien sempat bergerak dan menyingkap selimut yang menutup toples. Hatiku langsung pias. Melihat onggokan warna putih seperti gajih sebesar dua kepalan tangan dengan genangan cairan warna merah disekitarnya di dalam toples plastik transparan. Aku ingin menutupnya, tapi posisiku mendorong di sebelah kepala pasien, tak terjangkau untuk menutup toples itu dengan selimut. Kuminta perawat itu untuk menutupnya, malah dia bilang:

“Kenapa, ibunya mau bawa itu?” Maksudnya bude, apa mau bawa toples itu? Duhh, budeku bergidik ngeri. Lihat saja ngga tega, apalagi bawa? Kugelengkan kepala, membiarkannya begitu sampai di lift. Untung itu perawat ngga ngajak olahraga mendorong tempat tidur naik ke lantai 2. Bisa kurus mendadak aku!

Sampai di kamar, aku ngga paham itu yang ditoples musti diapain?

“Mas, itu diapain? Dikubur atau buang gitu aja?” Tanyaku polos.

“Boleh mbak, mau dikulkas juga ngga papa” Jawabnya datar

Whatt??? Aku melongo.

“Iya kalau mau, ngga papa”

Issshhh....aku bergidik, ngeri. Dia ketawa sambil berlalu. Asyem!

Toples itu kumasukkan keresek tanggung warna hitam, biar ngga eneg dilihatnya. Hiks, mengingatnya saja masih sering membuatku mual.

Tak lama, pakde datang membawa toples baru yang lebih besar. “Lah terus ini buat apa? Tadi yang kita dapat awal sama loh dek sama yang dipakai sekarang, gitu katanya kurang besar.” Bude dan pakde antara geli dan kesal menatap toples baru itu.

“Lumayan, buat tempat kerupuk aja besok dirumah” Kataku enteng. Bude terkekeh.

“Iya bener, buat tempat peyek aja besok lebaran.” Kami semua tertawa. Lebaran, semoga sudah dirumah dengan tenang.

Peyek/rempeyek memang jadi suguhan khas yang wajib ada saat lebaran tiba, nenek kami (nenek sepupu tepatnya) sudah bikin sendiri kemarin saat kami berangkat ke RS pagi-pagi buat persiapan lebaran.

Lega, lagi-lagi Alhamdulillah.. operasi sudah usai, tinggal tunggu pasien siuman dari anestesi total dan pemulihan, semoga lancar dan bisa cepat pulang. Sampai menjelang ashar, nenek datang membawa makanan lengkap dengan lauk pauk. Aku yang harus bersiap berangkat tugas dipaksa bawa nasi plus lauk, biar ngga jajan katanya. Nurut saja lah.

Berangkat ke pringsewu, restoran taman. Salah satu spot favorit para artis kalau bertandang ke jogja. Jaga sampai jam setengah 8, sesuai instruksi mas manajer yang baik hati. Karena rumahku jauh dan hari ini lumayan sepi katanya, aku menurut saja. Lumayan kan izin pulang lebih awal berarti aku bisa istirahat lebih cepat. Semangat!!

Semangat pulang, tentu saja.

Hawa mudik kian terasa. Jalanan kora jogja dari ujung utara sampai sisi timur masuk jalan arah wonosari dibanjiri plat luar daerah. B, F, AA, AG, H, ntah plat apa saja, yang jelas ini menuntutku lebih lihai cari celah biar ngga terjebak macet. Tapi sungguh mata dan otak tak sanggup kompromi 100%. Masuk daerah jalan wonosari, mataku mulai sayup. Wah bahaya ini!. Mau menepi dan tidur dulu? Rasanya tak mungkin, bisa semakin malam sampai rumah. Bismillah.

Kalau saja saat itu kakak atau adik tercinta tau modelku bawa motor, pasti sudah diomelin. Eh engga, pasti sudah kusuruh bonceng biar aku bisa tidur di jok belakang. Malam itu, 1 juli 2016, rasanya anugerah terindah bisa selamat sampai rumah, cuma sejam pas buat menempuh jarak sekitar 44 KM. Speed jarang menyentuh angka dibawah 60, tapi sempat beberapa detik tersadar, loh kok udah sampai sini??

Lah, dari tadi pegang motor otaknya kemana??? Aduhh, terima kasih ya Allah... tidak membiarkanku terlibat kecelakaan.

Malam itu, kakak sepupuku yang sedang merantau menanyakan nasib pasien pasca operasi. Setelah kujelaskan, kutanya balik dalam chatnya.

Emang kenapa?

Ngga papa. Jawabnya

Oh, kirain mau ngasih THR buat pasien, seksi sibuk, atau semua pasukan. Iseng, kalau beneran di transfer juga ngga papa sih, Alhamdulillah, ujarku dalam hati.

Opo urung terima THR? (emang belum terima THR?) Tanyanya. Iya belumlah, aku terima duit baru tanggal 5, entah ada jatah THR atau engga. Belum tau, batinku. Yang jelas sudah turun itu THR: Tekanan Hari Raya plus Tugas Hari Raya. Ahsudahlah.

Seko koe urunglah. (Dari kamu belumlah) Jawabku

Lha rekeningmu ngga terdaftar di internet bankingku. Loh, ngapain nanya rekeningku? Beneran mau transfer?

029636883. Save. Akhirnya kukirim juga nomor rekening, siapa tau iseng berhadiah.

Hmm, gak iso. Jawabnya, sudah kuduga. Biasa aja.

Pelit :-P. Balasku

Lha kui bank opo. Mung nomor tok.(Lha itu bank apa? Cuma nomor doang) Katanya, aku sudah ngantuk. Pengen banget tidur.

BNI. Hmm... dia beneran ngga tau rekeningku BNIS?

Oke. Balasnya. Kala aku sudah terlelap ke alam mimpi.

Pagi, sekitar jam 1 lewat, masih dini hari. Entah kenapa mataku tetiba terjaga. Bersyukur bisa tidur di kamar lagi. Iseng buka HP, ada sms dan beberapa pesan WA.

Loh, sms banking?

Wah, ini pasti mas. Ku chat, ternyata langsung dibalas. Iyalah disana sudah waktunya sahur.

Mas jadi transfer? Berapa?

Iya, 500k

Buat apa itu?

Emoticon

Baik, terima kasih yaa.. udah nambahi THR ku.
Alhamdulillah, bisa dpakai sambang bayi teman yang baru melahirkan, beli sesuatu buat pakde dan bude biar ga kehilangan momen lebaran meski harus menghadapi ujian dipenghujung Ramadhan kali ini.

Alhamdulillah, terima kasih kakak sepupu dan sahabat, juga semua yang sudah terlibat dalam proses pendewasaan dalam jiwaku. Terima kasih, semoga Allah selalu menjaga hati kita dalam keta’atan, keikhlasan yang tak terbatas ucapan. Terima kasih atas kepercayaan, dukungan dan setiap kejadian sehingga aku bisa mengambil pelajaran.

Bahwa setiap sesuatu terjadi dengan alasan, dan tak ada alasan yang buruk. Setragis apapun kejadian yang harus kita hadapi, selama kita yakin pasti ada kebaikan yang menyertai. Ramadhan kan berlalu beberapa hari lagi. Membawa serta semua kesempatan yang dimilikinya. Masih ada target tilawah yang belum kuselesaikan, agenda belanja buat keluarga tercinta, dan keinginan silaturrahim sebelum mudik ke rumah orang tua. Senang, karena kepergian Ramadhan menghadirkan hari raya sebagai gantinya. Namun sedih tak terkira, karena kepergiannya membawa serta kesempatan mendapat pahala berlipat ganda, ampunan seluas samudera, juga segenap asa tentangnya.

Jika ini Ramadhan terakhirku, aku tahu tak bisa menolak kehendak waktu

Hanya satu pintaku, berada dalam kondisi yag baik di akhir setiap penutup kesempatan

Jika masih ada waktu bertemu tahun depan, semoga selalu tersedia kesempatan memperbaiki iman, keyakinan pada sang pemilik alam.

Bahwa ketetapanNya berjalan dengan sangat sempurna. dan kita hanya perlu mena’atiNya.

#OneDayOnePost

2 comments:

Ciani Limaran said...

Kak kifaaa... Merinding bacanya... Semoga pasien cepet pulih yaa kak...

BTW, tuh THR but apa? Buat ngisi toples satunya yaa...

Dewie dean said...

Kerasa bgt letihnya. Strong banget. Itu THR klo lbh masukn tmpat awie aja

Post a Comment

Popular Posts

Blogger templates

Blogroll

About

Search This Blog

Powered by Blogger.
 

Designed by: Compartidísimo
Images by: DeliciousScraps©