Alhamdulillah..
Alhamdulillah...
Alhamdulillah..
Rasanya tak ada kata lain yang lebih tepat untuk mengungkap syukur,
menambah yakin bahwa tak satupun tercipta sia-sia. Tak satupun kejadian luput
dari perhatianNya. Bahwa selalu ada alasan untuk merasa bahagia, seberapapun
sulit kondisi yang ada.
Mungkin ini hanya catatan kecil diantara lautan nikmatNya. Setetes
kasih sayang dari curahan dan limpahan cintaNya. Tapi semoga catatan kecil ini
berarti. Jika tidak sekarang, mungkin di kemudian hari. Karena kita tak pernah
tau apa yang akan terjadi.
Di penghujung Ramadhan kali ini (1437 H), jujur homesick mulai
mendera anak rantau. Siapa yang tak ingin lebaran bersama keluarga dan
orang-orang tercinta? Meski harus menembus padat dan lelahnya perjalanan,
rasanya mudik selalu jadi pilihan. Tapi tidak, kali ini aku harus sedikit
menahan ego untuk pulang. Sedikit saja, hingga setelah shalat id nanti. Tak
apa, plis.... rayuku pada hati yang kadang ingin mempercepat jalannya hari.
Aku masih punya tanggung jawab, menyelesaikan janji sebagai
Fundraiser Dompet Dhuafa Ramadhan. Tanda tangan di kontrak sampai tanggal 5,
sementara idul fitri jatuh tanggal 6 juli 2016. Nanggung banget kan, sementara
disini juga keluarga, orang tua kedua. Maka aku juga harus mengabdi pada
mereka.
Rasa homesick yang datang dan pergi begitu saja, belum seberapa.
Seminggu menjelang hari raya ini, ada saudara yang sakit dan beberapa kali
harus check up ke Rumah Sakit Daerah.
Karena kebetulan aku masuk siang, jadi beberapa kali mengantar beliau
periksa. Hasilnya, ada mass abdoment. Entah apa dan seberapa besar sesungguhnya.
Yang jelas rasa sakit itu tak bisa terus ditahannya. RSUD memberi rujukan untuk
diperiksa lebih lanjut di RSPAU Dr. Hardjolukito Yogyakarta. Surat rujukan itu
berlaku sebulan. Maka beberapa anggota keluarga menyarankan untuk diperiksa
lebih lanjut setelah lebaran. Karena menjelang hari raya seperti ini, berbagai
kesibukan pasti menuntut perhatian. Tapi yang namanya sakit, mana bisa ditahan?
Lagi, aku harus mengantar beliau mengurus rujukan tersebut.
Alasannya sepele, karena aku yang tau jalan dan sekalian bisa berangkat kerja. Hmm,
untuk menolong sesama sesungguhnya tak butuh alasan kan ya? Selama aku bisa, it’s
ok. Take it easy. Kebetulan memang tidak
terlalu jauh dari tempat harus jaga booth (Ssstt, sebenarnya kemarin tempatku
jaga booth harus pindah ke Jl. Magelang KM 9. Tapi aku nego mutasi itu diundur
supaya bisa mengantar ke RS. Untunglah sang MA baik hati meluluskan
permintaanku).
Ini pertama kalinya aku menginjakkan kaki di RSPAU, jam 9 pagi kami
sampai setelah menempuh perjalanan sekitar 1 jam dari rumah. Masuk Rumah Sakit
dengan atmosfir yang sangat berbeda dengan rumah sakit lain. Iya, disini mulai
bagian informasi, perawat, dokter, dan semua karyawan pakai seragam militer.
Beda profesi beda seragam sih, tapi nuansa militer kental sekali. Dokterpun
pakai seragam doreng lengkap dengan sepatu laras, hanya rangkap menggunakan jas
putih saat memeriksa pasien. Sedikit kikuk, tapi untunglah sahabat baikku juga
seorang angkatan, jadi ngga keder menghadapi mereka (*Loh, apa hubungannya?
Bagiku, tetap ada. Jangan protes ya, hehe).
Baik, pelayanan di Rumah Sakit ini sungguh memuaskan. Kebetulan pasien
yang kubawa pemegang KIS (Kartu Indonesia Sehat), tidak kudapati perbedaan
pelayanan dengan pasien lain, Alhamdulillah. Instruksi jelas, alur jelas,
sehingga kami sama sekali tidak kesulitan dan mendapat pelayanan maksimal
sampai ke meja periksa. Meskipun harus nunggu antrian dan ditinggal dokter
Agung rapat sebentar, lumayan nunggu sambil tilawah.
Dokter bilang , “Ini dioperasi saja ya? Takutnya ada infeksi kalau
terus-terusan merasa nyeri.” Glek! Memang sudah diperkirakan benjolan itu harus
dioperasi. Baik, sesuai dengan instruksi, cek Laborat dan radiologi segera
dilakukan. Pesan kamar dan Alhamdulillah langsung dapat. Meski harus wira-wiri
dari satu meja ke meja yang lain gegara nyari surat pengantar ke kamar, duh
sempat bikin mumet itu surat. Perawatnya bilang kertas yang panjang, sementara
pahamku kertas kecil panjang tadi sudah dibawa ke radiologi, atau ketinggalan
di lab? Cari kesana ya jelas ngga ada. Sampai mau bikin surat baru. Eh
ternyata, surat yang dimaksud itu yang kulipat dan kurapikan dalam tas. Oh my
Allah, ini surat pendaftaran rawat inap bu.. saya ngga paham dibilang kertas
yang panjang doang. Pengen banget
kupeluk dan cium itu ibu, gemas. Heu,.. ah sudahlah. Yang penting bisa masuk
kamar sekarang. Aku harus masuk jam 1 siang.
Pendaftaran untuk ruang rawat inap pasti butuh dokumen baru. Semua
lengkap, kecuali satu, KK. Tadi kukira pasiennya yang fotocopy sudah sekalian,
eh ternyata cuma satu dan sekarang habis. Kukabarkan yang dirumah untuk bawa
aslinya, di fotocopi disini nanti. Kami sudah dapat kamar. Pasien bisa
istirahat.
Eh yang dirumah bilang KK ngga ketemu. Dicari kemana-mana, setiap
sudut rumah, lemari, map, buku... dan hasinya nihil. Aku tak tahu harus apa?
Pinjam copy KK yang tadi dikumpulkan? Jujur,
aku mencoba. Tapi yang namanya administrasi beda jalur beda dokumen.
Yang sudah masuk ngga mungkin keluar lagi kan? Meski pinjam buat fotocopy
doang, sulit mencari jejak kemana dokumen itu sekarang, karena poli tempat
periksa tadi sudah tutup. Aku pasrah, berkali-kali telepon kerumah hasilnya
masih sama, kartu itu nyelip entah dimana.
Saat aku sudah lelah, hanya diam di kursi dan tak tau harus mencari
lagi kemana? Pakde tiba-tiba telepon, bilang KK sudah ketemu. Alhamdulillah...
Baik, tinggal tunggu pakde dan bude sampai dan aku bisa berangkat.
Oh please, mereka lama sekali. Maklum sih, jauh. Hampir ashar baru sampai, mau tak mau aku terlambat.
Tak apa, kata mas manajer yang baik hatinya, mas mufti. Sampai hari ini meniti
profesi baru sebagai FR, jujur aku belum mencapai angka target. Bukan karena
nilainya yang terlalu tinggi. Tapi mungkin lebih karena bukan bakatku dibidang
ini. Bagiku, pegang dan mengatur uang itu sudah biasa, secara dari SMP-kuliah
keseringan dapet amanah jadi bendahara. Tapi soal marketing dan canvassig, ini
dunia baru bagiku. Terima kasih atas kesempatan belajar, meski hasilnya belum
sebaik yang diharapkan.
Hari itu, seorang sahabat baik mempercayakan zakatnya padaku. Lumayan,
hampir 4 juta. Zakat maal untuk setahun, dihitung dari nilai investasi yang dia
miliki termasuk penghasilan. Jadi meski lelah dan terlambat datang, nominal
perolehan zakat tersebut cukup menambah angka perolehan. Tak apa, memang sejak
awal aku tak mengejar target. Niat utama hanya ingin menyebarluaskan kewajiban
zakat, terutama zakat maal. Sama sekali tak tergiur mencapai target, bukan
karena tak ingin mendapat bonus. Kupikir, yang namanya bonus murnikan sebagai
bonus, tak perlu ditarget mau dapat bonus berapa? Toh tanpa bonuspun aku tetap
bahagia bisa menyebarkan ilmu tentang zakat di Ramadhan kali ini. Kalaupun nanti
ada yang mempercayakan zakat atau infaq dengan nominal besar melalui tanganku,
semoga murni karena pemahaman dan tunainya kewajiban. Bukan karena yang lain.
Karena ternyata, banyak orang yang beum tahu bahwa aset, investasi,
bahkan usaha yang dimiliki punya kewajiban membayar zakat. Bukan hanya zakat
fitrah yang wajib, ya! Dan bagiku, misiku hanya menyempaikan, masalah pemahaman
dan hidayah siapa yang mau menunaikan kewajiban, itu urusan Allah saja, cukup.
Anyway, terima kasih sahabat atas kepercayaanmu padaku. Kan kupastikan bahwa
sahabat yang baik tak akan pernah ingin mengkhianati sahabatnya. Dan kau,
selalu tampak baik dimataku.
Ehm,, ngga usah baper. Iya dia masih single, baik hati dan banyak
predikat dia miliki. Ada yang berminat kenalan? Japri aja ya, hehehe.
Itung-itung, ngejodohin orang sekalian invest rumah disurga. #eh
Waktu terus melaju, tanpa peduli siapa kamu.
Saatnya harus jaga booth, sama teman akhwat yang cantik nan
sholehah. Tapi ngakunya belum siap nikah. Hehe, ntah apa dia bilang kalau
tiba-tiba ada yang mengkhitbah. Baik, abaikan bagian ini. Uang di saku tinggal
20K. Aku mampir ATM buat nanti kalau perlu beli bensin. Dan, sukses! Uang di
ATM tinggal selembar warna biru yang bisa diambil. Sisanya? Rp. 5.500,-. Sementara perjalanan ke
jogja masih 3-4 kali lagi, dengan rata-rata biaya bensin 15K per hari, belum
kalau butuh jajan atau lainnya. Lalu aku tersenyum. Bukankah Allah yang maha
mencukupkan kebutuhan setiap hamba? Nanti buat buka bisa melipir ke masjid lah,
buat parkir juga masih cukup itu. Kalau kurang?? Yah dipikir nanti saja.
Menjelang maghrib, kami bersiap melipir ke masjid tempat temanku
i’tikaf. Tapi saat buka HP yang sejak tadi di charge karena kehabisan daya, ada
sms dari bude. Kita perlu ambil darah ke PMI sekarang, sms sejak setengah 5,
sekitar sejam yang lalu. Aku balas sms itu dari HP yang satu. Emang nomor yang
biasa kupakai ini ngga ada pulsanya, jadi ya ngga bisa sms. Bilang kalau aku
bisa mengantar bude ke PMI. Lalu kuantar dulu temanku ke masjid. Buka hp
disana, ada sms dari bude. Beliau sekarang sudah di PMI tadi naik ojek. Oh??
Nekatnya budeku, untung ngga nyasar atau hilang.
Hatiku sudah pias, was-was. Bude ngga pernah pergi jauh sendirian
begitu. Pasti keadaan sangat mendesak sehingga beliau nekat. Aku sudah sangat
khawatir, ku balas kalau akan kujemput di PMI. Langsung berangkat. Jarak
RSPAU-PMI lumayan, sekitar 7 KM, tapi dari tempatku sekarang sekitar 9 KM. Maghrib
beberapa menit lagi. Aku tak bisa menunggu maghrib disini. Kasihan bude kalau
sendiri.
Langsung tolak ke PMI. Bude ku-sms agar tukang ojek yang menunggu
dibayar dulu, aku perjalanan kesana. Rupanya bahasa sms-ku terlalu sulit
dipahami, mungkin. Sehingga beliau beberapa kali misscall saat aku dijalan.
Lalu menyadari aku tak ada respon, dikirimilah pulsa, mungkin maksudnya agar
aku bisa telepon balik. Baik, ku telepon balik dan jelaskan semuanya, beliau
paham. Maghrib dijalan, niatku batalkan puasa sambil ngisi bensin yang sudah
menipis. Tapi, SPBU tutup saat maghrib begitu, pegawainya buka puasa kali ya.
Yasudahlah. Langsung ke PMI saja, buka disana. Dan ketemu bude, yang sudah
duluan masuk angkringan. Baik, buka kali ini di angkringan, jauh dari rencana
semula. Tapi tetap, Alhamdulillah... segelas jeruk panas, gorengan, dan
sebungkus nasi kucing mengisi pembukaan puasaku hari itu.
Lalu setelah shalat maghrib, satpam mengabarkan darah yang kami
pesan sudah siap. Alhamdulillah. Kami mengambil dan segera kembali ke RS. Belum
jauh dari PMI, jarak sekitar 10 M di depan kami ada motor di kiri jalan mau
putar balik ke arah berlawanan, aku pelankan kecepatan. Menunggu sepasang atau
kakak adik itu berhasil putar haluan. Eh, beberapa detik kemudian dari arah
kanan belakangku ada yang mau nyalip. Sudah tau yang didepanku belum berhasil
putar haluan, malah di gas. Nabrak lah!! Yang bonceng dari arah belakangku
tadi, badannya kejepit diantara dua motor. Yag dibonceng dari kedua motor
tersebut berhasil melepaskan diri lebih cepat. Aku spontan berhenti dan tak
berkedip melihat kejadian cepat itu. Sesaat bingung, harus berhenti atau
meneruskan jalan? Posisi dibelakangku bude dengan savebox berisi 4 kantong
darah. Kami juga meninggalkan pasien di RS sendirian. Orang-orang mulai
berkumpul, seiring kesadaranku kembali bersama ngeri membayangkan luka si bapak
kejepit. Aku tak bisa berhenti disini. Maafkan, jika aku memilih meneruskan
perjalanan. Kali ini harus lebih hati-hati.
Sampai di RS, aku harus kembali bertugas. Eh, baru juga duduk, buka
Hp, bude sms lagi. “Dek, kurang satu
kantong darah lagi buat persiapan operasi, gimana ini?” Duh, mau ngga mau,
aku nego karena baru pulang jam 9 malam ini. Akhirnya bude memintaku nginap.
Ngga usah pulang karena operasi rencana sekitar jam 8 esok pagi. Baiklah, meski
tanpa persiapan sama sekali buat menginap, siapa bisa menolak dalam keadaan
seperti ini?
Dan jam 9 malam, parkir di RSPAU sudah tutup (berdasarkan
pengumuman yang kubaca sebelumnya). Lalu bagaimana? Aku ngga bisa nginap di RS.
Lagipula pasti ngga bisa tidur nantinya. Dalam kondisi lelah, kurang tidur, aku
tau kapasitasku. Biasanya ngedrop tiba-tiba, dan aku tak ingin kejadian itu
terulang. Tidak untuk merepotkan orang lain. Maka? Aku memilih menginap
dimasjid tempat temanku tadi i’tikaf. Iya, sekalian i’tikaf kan? Dengan bayar
sahur 10K, cukuplah buat persiapan puasa esok. Tapi tanpa bawa perangkat mandi
dan ganti baju, sungguh tak nyaman. Akhirnya
tetap harus beli perangkat minimal: sikat dan pasta gigi serta tissu.
Ngga ada anggaran beli makanan, dan memang ngga perlu lagi kan? Buka sudah,
tinggal sahur nanti sudah dianggarkan. Sisa Pakai selembar warna biru terakhir
yang kuambil sore tadi, sekarang masih 20K dan selembar warna bau-abu. Urusan
besok gimana, biar Allah yang atur.
Malam itu sempat aku mengadu pada kakak sepupu. Tentang lelah dan
bokekku. Ups, tapi aku tak minta dikirim uang. Tidak, aku tahu dia punya
tanggung jawab pada rumah tangganya meski aku tau dia mampu. Tak lagi sama seperti saat dia masih single,
saat aku bisa mengeluh atau minta uang saku. Dia cuma bilang, kode apa ini?
Setelah membaca pesan bahwa ATMku sudah terkuras habis. Aku cuma jawab, itu
kode kalau aku capek, ngantuk, pengen tidurrrr, karena semalam sebelumnya juga
aku cuma punya jatah 4 jam buat tidur, jawaban paling jujur. Lalu sisa malam
kuhabiskan dalam tilawah, sampai mata tak sanggup lagi membaca rangkaian surat
cintaNya. Sekitar jam 12, aku tertidur tanpa alas dan selimut, tapi masih pakai
mukena.
Kalau orang tuaku tahu aku tertidur di lantai masjid begitu pasti
sudah digendong pindah ke kamar. Eh, itu dulu. Kalau sekarang paling dibangunin
atau diambilin selimut tebal. Tapi aku tak peduli dan tak bisa berfikir lagi.
Yang jelas, lantai masjid masih jauh lebih baik dari pada hutan belantara yang
harus jadi alas tidurku saat musim kemah tiba dulu. Jam 3, sudah bangun karena
petugas sahur sudah teriak. Ambil wudhu, shalat dan tilawah sebentar. Lalu
sahur. Shubuh kutunaikan dengan otak yang belum genap dalam kesadaran. Semoga
tak ada rukun yang terlewatkan.
Selesai shubuh dan al ma’tsurat, lanjutkan tilawah satu surat.
Kemudian aku pamit untuk langsung ke RS. Hari itu aku masuk sore-malam di jalan
magelang. Perkiraan jika harus ambil darah dulu, lalu memastikan pasien masuk
ruang operasi dengan aman. Setelah itu aku bisa pulang, istirahat sebentar lalu
berangkat lagi nanti.
Ditengah jalan menuju RS, bude sms dan pakde misscall. Aku menepi.
Pesan dari bude: Dek ke PMI nanti sekitar
jam 7, tunggu diperiksa dulu. Oke, sudah terlanjur jalan sampai dekat RS,
sekalian masuk ajalah. Pakde kutelepon balik. “Ini mau berangkat ke RS, kamu
dibawain baju ganti sekalian ya? Mau pakai baju yang mana?” Allah, nikmatMu
yang mana pantas kudustakan? Sedikit geli membayangkan pakde operasi lemari
pakaian dan mencari yang kumaksud. Tapi sungguh, ini sangat berarti karena
dengan begini aku bisa menghemat energi buat pulang. Lumayan euy, 70 KM bolak
balik jogja-rumah. Langsung ke RS.
Sampai disana, keputusannya tetap harus ke PMI ambil darah untuk
persiapan operasi. Mereka khawatir pasien kekurangan darah saat atau setelah
operasi. Bude memaksaku menerima uang selembar warna biru dan dua lembar warna
abu-abu. Buat bensin sama parkir nanti, katanya. Aku tak bisa menolak. yang
kutahu, bude akan marah dan tidak suka kalau pemberiannya kutolak. Alhamdulillah,
Allah masih menjaga nyawa sepeda itu untuk melaju lebih jauh nanti. Memang
Allah sebaik-baik pemberi rizki.
Okelah. Dari kamar turun ke Lab, ketemu mas ganteng *lagi #eh. Lalu
ke PMI. Sekitar sejam menanti, dan kembali ke RS. Sudah jam 8 lewat. Pakde dan
bude sudah khawatir, karena pasien sudah masuk ke ruang operasi. Sementara darah
yang kubawa masih harus masuk ke bank darah RS. Baik, darah itu disimpan disana
dan bisa diambil jika diperlukan, tunggu instruksi dari ruang operasi. Aku
lega, langsung menuju deretan kursi di depan ruang operasi. Menyerahkan dokumen
untuk mengambil darah jika diperlukan pada bude. Lalu minta baju pesanan sama
pakde, dan meluncur ke kamar. Ngapain? Mandi!
Alhamdulillah, sejauh ini aku merasa baik-baik saja meskipun sangat
terasa kurang tidur. Selesai mandi, tak ada agenda make up apapun. Tadi dibawain facial foam, cukup. Iyalah, mana
mungkin pakde paham bawain bedak dan teman-temannya, pun seandainya aku
meminta? Ah biarlah begini. Yang penting rapi, menutup aurat. Beres. Kembali ke
bawah, menungu orang operasi ngga tenang rasanya. Aku memilih melipir ke
masjid. Dhuha dan tilawah disana, sambil ngantuk, tentunya.
Sekitar jam 11 kurang 10 menit, aku kembali. Sebelum diusir para
perwira angkatan udara, karena saat jum’atan akan segera tiba. Didepan ruang
operasi hanya ada bude. Pakde dan bulik keluar katanya, operasi sudah selesai
dan sedang cari tolpes plastik untuk tempat hasil operasinya. Tadi sudah dapat
dari kantin RS tapi kata perawat kurang besar. Jadilah mereka keluar. Aku menyesal kenapa tadi kutinggalkan? Mereka
mungkin kesulitan mencari toko perabotan sekitar sini.
Lama tak kembali, sampai dipanggil perawat lagi, dan entah darimana
mereka dapat toples, beberapa menit kemudian pasien sudah dibawa keluar dengan
toples yang ditutup selimut disampingnya, masih dibawah pengaruh anastesi. Aku
membantu perawat membawa pasien kembali ke kamar. Disepanjang lorong, pasien
sempat bergerak dan menyingkap selimut yang menutup toples. Hatiku langsung
pias. Melihat onggokan warna putih seperti gajih sebesar dua kepalan tangan
dengan genangan cairan warna merah disekitarnya di dalam toples plastik transparan.
Aku ingin menutupnya, tapi posisiku mendorong di sebelah kepala pasien, tak
terjangkau untuk menutup toples itu dengan selimut. Kuminta perawat itu untuk
menutupnya, malah dia bilang:
“Kenapa, ibunya mau bawa itu?” Maksudnya bude, apa mau bawa toples
itu? Duhh, budeku bergidik ngeri. Lihat saja ngga tega, apalagi bawa?
Kugelengkan kepala, membiarkannya begitu sampai di lift. Untung itu perawat
ngga ngajak olahraga mendorong tempat tidur naik ke lantai 2. Bisa kurus
mendadak aku!
Sampai di kamar, aku ngga paham itu yang ditoples musti diapain?
“Mas, itu diapain? Dikubur atau buang gitu aja?” Tanyaku polos.
“Boleh mbak, mau dikulkas juga ngga papa” Jawabnya datar
Whatt??? Aku melongo.
“Iya kalau mau, ngga papa”
Issshhh....aku bergidik, ngeri. Dia ketawa sambil berlalu. Asyem!
Toples itu kumasukkan keresek tanggung warna hitam, biar ngga eneg
dilihatnya. Hiks, mengingatnya saja masih sering membuatku mual.
Tak lama, pakde datang membawa toples baru yang lebih besar. “Lah
terus ini buat apa? Tadi yang kita dapat awal sama loh dek sama yang dipakai
sekarang, gitu katanya kurang besar.” Bude dan pakde antara geli dan kesal
menatap toples baru itu.
“Lumayan, buat tempat kerupuk aja besok dirumah” Kataku enteng.
Bude terkekeh.
“Iya bener, buat tempat peyek aja besok lebaran.” Kami semua
tertawa. Lebaran, semoga sudah dirumah dengan tenang.
Peyek/rempeyek memang jadi suguhan khas yang wajib ada saat lebaran
tiba, nenek kami (nenek sepupu tepatnya) sudah bikin sendiri kemarin saat kami
berangkat ke RS pagi-pagi buat persiapan lebaran.
Lega, lagi-lagi Alhamdulillah.. operasi sudah usai, tinggal tunggu
pasien siuman dari anestesi total dan pemulihan, semoga lancar dan bisa cepat
pulang. Sampai menjelang ashar, nenek datang membawa makanan lengkap dengan
lauk pauk. Aku yang harus bersiap berangkat tugas dipaksa bawa nasi plus lauk,
biar ngga jajan katanya. Nurut saja lah.
Berangkat ke pringsewu, restoran taman. Salah satu spot favorit
para artis kalau bertandang ke jogja. Jaga sampai jam setengah 8, sesuai
instruksi mas manajer yang baik hati. Karena rumahku jauh dan hari ini lumayan
sepi katanya, aku menurut saja. Lumayan kan izin pulang lebih awal berarti aku
bisa istirahat lebih cepat. Semangat!!
Semangat pulang, tentu saja.
Hawa mudik kian terasa. Jalanan kora jogja dari ujung utara sampai
sisi timur masuk jalan arah wonosari dibanjiri plat luar daerah. B, F, AA, AG,
H, ntah plat apa saja, yang jelas ini menuntutku lebih lihai cari celah biar
ngga terjebak macet. Tapi sungguh mata dan otak tak sanggup kompromi 100%. Masuk
daerah jalan wonosari, mataku mulai sayup. Wah bahaya ini!. Mau menepi dan tidur
dulu? Rasanya tak mungkin, bisa semakin malam sampai rumah. Bismillah.
Kalau saja saat itu kakak atau adik tercinta tau modelku bawa
motor, pasti sudah diomelin. Eh engga, pasti sudah kusuruh bonceng biar aku bisa
tidur di jok belakang. Malam itu, 1 juli 2016, rasanya anugerah terindah bisa
selamat sampai rumah, cuma sejam pas buat menempuh jarak sekitar 44 KM. Speed jarang menyentuh angka dibawah 60, tapi sempat
beberapa detik tersadar, loh kok udah sampai sini??
Lah, dari tadi pegang motor otaknya kemana??? Aduhh, terima kasih
ya Allah... tidak membiarkanku terlibat kecelakaan.
Malam itu, kakak sepupuku yang sedang merantau menanyakan nasib
pasien pasca operasi. Setelah kujelaskan, kutanya balik dalam chatnya.
Emang kenapa?
Ngga papa. Jawabnya
Oh, kirain mau
ngasih THR buat pasien, seksi sibuk, atau semua pasukan. Iseng, kalau beneran di transfer juga ngga papa sih, Alhamdulillah,
ujarku dalam hati.
Opo urung terima
THR? (emang belum terima
THR?) Tanyanya. Iya belumlah, aku terima duit baru tanggal 5, entah ada jatah
THR atau engga. Belum tau, batinku. Yang jelas sudah turun itu THR: Tekanan
Hari Raya plus Tugas Hari Raya. Ahsudahlah.
Seko koe urunglah. (Dari kamu belumlah) Jawabku
Lha rekeningmu ngga
terdaftar di internet bankingku. Loh, ngapain nanya
rekeningku? Beneran mau transfer?
029636883. Save. Akhirnya kukirim juga nomor rekening, siapa tau iseng berhadiah.
Hmm, gak iso. Jawabnya, sudah kuduga. Biasa aja.
Pelit :-P. Balasku
Lha kui bank opo. Mung
nomor tok.(Lha itu bank apa? Cuma
nomor doang) Katanya, aku sudah ngantuk. Pengen banget tidur.
BNI. Hmm... dia beneran ngga tau rekeningku BNIS?
Oke. Balasnya. Kala aku sudah terlelap ke alam mimpi.
Pagi, sekitar jam 1 lewat, masih dini hari. Entah kenapa mataku
tetiba terjaga. Bersyukur bisa tidur di kamar lagi. Iseng buka HP, ada sms dan
beberapa pesan WA.
Loh, sms banking?
Wah, ini pasti mas. Ku chat, ternyata langsung dibalas. Iyalah disana
sudah waktunya sahur.
Mas jadi transfer? Berapa?
Iya, 500k
Buat apa itu?
Emoticon
Baik, terima kasih
yaa.. udah nambahi THR ku.
Alhamdulillah, bisa dpakai sambang bayi teman yang baru melahirkan,
beli sesuatu buat pakde dan bude biar ga kehilangan momen lebaran meski harus
menghadapi ujian dipenghujung Ramadhan kali ini.
Alhamdulillah, terima kasih kakak sepupu dan sahabat, juga semua
yang sudah terlibat dalam proses pendewasaan dalam jiwaku. Terima kasih, semoga
Allah selalu menjaga hati kita dalam keta’atan, keikhlasan yang tak terbatas
ucapan. Terima kasih atas kepercayaan, dukungan dan setiap kejadian sehingga
aku bisa mengambil pelajaran.
Bahwa setiap sesuatu terjadi dengan alasan, dan tak ada alasan yang
buruk. Setragis apapun kejadian yang harus kita hadapi, selama kita yakin pasti
ada kebaikan yang menyertai. Ramadhan kan berlalu beberapa hari lagi. Membawa
serta semua kesempatan yang dimilikinya. Masih ada target tilawah yang belum
kuselesaikan, agenda belanja buat keluarga tercinta, dan keinginan silaturrahim
sebelum mudik ke rumah orang tua. Senang, karena kepergian Ramadhan
menghadirkan hari raya sebagai gantinya. Namun sedih tak terkira, karena
kepergiannya membawa serta kesempatan mendapat pahala berlipat ganda, ampunan
seluas samudera, juga segenap asa tentangnya.
Jika ini Ramadhan terakhirku, aku tahu tak bisa menolak kehendak
waktu
Hanya satu pintaku, berada dalam kondisi yag baik di akhir setiap
penutup kesempatan
Jika masih ada waktu bertemu tahun depan, semoga selalu tersedia
kesempatan memperbaiki iman, keyakinan pada sang pemilik alam.
Bahwa ketetapanNya berjalan dengan sangat sempurna. dan kita hanya
perlu mena’atiNya.
#OneDayOnePost
2 comments:
Kak kifaaa... Merinding bacanya... Semoga pasien cepet pulih yaa kak...
BTW, tuh THR but apa? Buat ngisi toples satunya yaa...
Kerasa bgt letihnya. Strong banget. Itu THR klo lbh masukn tmpat awie aja
Post a Comment