Thursday, 18 August 2016

Bukan benci atau alergi, tapi........

| |




Tulisan ini disusun saat kepikiran jawaban dari pertanyaan seorang kawan, kisah tentang saya dan obat.

Obat. Serupa tablet, kapsul, puyer, sirup, atau apalah namanya. Jarang sekali saya menyentuh mereka. Iya, hanya ketika terpaksa.

Usia sudah menginjak kepala dua, plus sekian angka, tentu :-D. Dan alhamdulillah, seingat saya belum sekalipun tubuh ini menginap di ruang perawatan atau mendapat asupan nutrisi dari jarum dan cairan dalam selang. Semoga, tak sampai ada keadaan yang memaksa sampai di titik itu. Sakit? Sebagai manusia normal, tentu pernah. Batuk pilek, sakit perut, pusing kepala, luka bakar, atau apa ya? Yang paling parah sepertinya debar jantung, pernah membuat saya hampir pingsan. Atau mungkin sebenarnya sudah pernah pingsan karenanya. Hehe...

Tapi sungguh. Sampai detik ini saya jarang sekali konsumsi obat. Bukan karena benci atau alergi. Tapi karena sebisa mungkin, saya tak ingin bergantung hidup pada obat. Herbal sekalipun, selektif sekali untuk menghindari hal-hal yang menakutkan.

Iya, ada banyak sekali cerita yang sempat membuat saya selalu ingin berhati-hati memilih konsumsi obat. Mulai dari kebanyakan konsumsi obat bisa jadi tuli, dokter di luar negeri yang minimal sekali beri obat ntuk pasien terutama anak kecil (aku masih kecil, kan? Hihi), cerita dokter yang bisa kasih resep tapi untuk diri sendiri cenderung menghindari karena kandungan zat kimianyayang bikin ngeri, atau berita tentang adanya obat-obatan palsu (ih, ini mah vaksin palsu ya?). pokoknya itulah. Banyak sekali cerita yang menjelaskan bahwa sesungguhnya obat bukanlah obat penyembuh segala macam penyakit manusia.

Pada dasarnya fungsi obat adalah mengendalikan sejumlah mekanisme tubuh terhadap suatu serangan rasa sakit. Bisa jadi obat itu berpengaruh mengurangi, mengendalikan, atau menghilangkan rasa sakit. Tapi untuk benar-benar mengusir penyakit dari dalam tubuh, sungguh kasihan obat. Ia tak mampu memikul beban seberat itu.

Ada banyak faktor yang bisa jadi pendukung sembuhnya sakit manusia. Hilangnya penyakit dari tubuh, atau setidaknya rasa lega menerima penyakit yang hadir dalam tubuh begitu saja. Iya, yang paling penting adalah pola hidup sehat, makan cukup gizi, minum sesuai porsi, istirahat dan tekanan hidup tak melampaui batas emosi. Juga do’a, sangat berpengaruh dalam kehidupan pribadi. Kala tubuh manusia mendapat lingkungan dan pola hidup seimbang, umumnya akan jarang merasakan sakit.

Pikiran positif, akan menyalurkan energi kosmik dalam tubuh manusia, memberikan stimulus yang baik agar tubuh bertahan dalam kondisi yang stabil pula. Maka, saya cenderung terus berusaha menjaga keseimbangan pola hidup untuk menjaga kesehatan. Adapun ketika terpaksa harus merasakan sakit, bukan obat yang jadi tujuan utama. Tapi mencari penyebab sakitnya. Jika itu karena kesalahan pola atau rutinitas yang mulai memaksa tubuh bekerja lebih keras dari biasanya, maka istirahat jadi alternatif utama. Asupan makanan, vitamin, dan sejenisnya perlu ditambah porsi. Kadang jamu tradisional juga jadi pilihan. Lalu jika sudah baikan, berarti tak butuh obat.

Tapi jika sakit itu terus mendera. Macam nyeri sakit gigi misalnya. Terpaksa, asam mefenamat jadi sasaran, hanya ketika nyeri itu tak tertahan rasa, atau jika banyak hal lain yang harus di selesaikan. Mau tak mau, minum obat jadi perlu.

Lalu soal debar jantung yang pernah menganggu? Jujur sampai sekarang belum ada satupun dokter yang tahu. Sakit itu hanya berkisar 6-8 jam, lalu kembali normal. Gejala awal detak jantung berpacu cepat, sampai pakaian luar aja bisa lihat bagaimana jantung itu berdetak keras. Lalu suhu tubuh perlahan turun, pening di kepala semakin lama semakin menjadi. Puncaknya, lemas tak kuasa bergerak. Jika sudah demikian, biasanya isi perut ingin keluar semua, sampai habis semua tenaga. Antara hidup dan mati rasanya. Sampai di titik ini, ibu segera merebus kacang hijau dan diambil airnya ketika mendidih, ditambah gula dan sedikit garam. Lalu saya minum pelan-pelan saat siuman. Ketika kesadaran sudah mulai kembali, bisa makan yang halus, semacam roti. Lalu minum air kacang hijau ditambah lagi. Sampai semua kembali seperti sedia kala. Entah di dunia medis, penyakit apa ini namanya?

Saya punya riwayat tekanan darah rendah, bisa 90 atau dibawahnya. Beberapa waktu yang lalu debar jantung kembali menyapa. Saya segera mengaduk teh dengan gula dan minum saat hangat. Ingat beberapa hari ini memang kurang minum atau makanan manis. Mungkin saat itu kadar gula darah sedang turun. Setelah istirahat malam, esoknya kembali normal seperti biasa, Alhamdulillah.

Ah, sebisa mungkin saya tidak minum obat. Kecuali atas rekomendasi dokter ahli dan dalam keadaan yang mewajibkan minum obat. Jika tidak, semoga saya dan anda yang sedang membaca sehat selalu ya.

#ODOP
#Experience
#JustShare

0 comments:

Post a Comment

Popular Posts

Blogger templates

Blogroll

About

Search This Blog

Powered by Blogger.
 

Designed by: Compartidísimo
Images by: DeliciousScraps©