Tulisan ini disusun
saat kepikiran jawaban dari pertanyaan seorang kawan, kisah tentang saya dan
obat.
Obat. Serupa tablet,
kapsul, puyer, sirup, atau apalah namanya. Jarang sekali saya menyentuh mereka.
Iya, hanya ketika terpaksa.
Usia sudah menginjak
kepala dua, plus sekian angka, tentu :-D. Dan alhamdulillah, seingat saya belum
sekalipun tubuh ini menginap di ruang perawatan atau mendapat asupan nutrisi
dari jarum dan cairan dalam selang. Semoga, tak sampai ada keadaan yang memaksa
sampai di titik itu. Sakit? Sebagai manusia normal, tentu pernah. Batuk pilek,
sakit perut, pusing kepala, luka bakar, atau apa ya? Yang paling parah
sepertinya debar jantung, pernah membuat saya hampir pingsan. Atau mungkin
sebenarnya sudah pernah pingsan karenanya. Hehe...
Tapi sungguh. Sampai
detik ini saya jarang sekali konsumsi obat. Bukan karena benci atau alergi.
Tapi karena sebisa mungkin, saya tak ingin bergantung hidup pada obat. Herbal
sekalipun, selektif sekali untuk menghindari hal-hal yang menakutkan.
Iya, ada banyak sekali
cerita yang sempat membuat saya selalu ingin berhati-hati memilih konsumsi
obat. Mulai dari kebanyakan konsumsi obat bisa jadi tuli, dokter di luar negeri
yang minimal sekali beri obat ntuk pasien terutama anak kecil (aku masih kecil,
kan? Hihi), cerita dokter yang bisa kasih resep tapi untuk diri sendiri
cenderung menghindari karena kandungan zat kimianyayang bikin ngeri, atau
berita tentang adanya obat-obatan palsu (ih, ini mah vaksin palsu ya?).
pokoknya itulah. Banyak sekali cerita yang menjelaskan bahwa sesungguhnya obat
bukanlah obat penyembuh segala macam penyakit manusia.
Pada dasarnya fungsi
obat adalah mengendalikan sejumlah mekanisme tubuh terhadap suatu serangan rasa
sakit. Bisa jadi obat itu berpengaruh mengurangi, mengendalikan, atau
menghilangkan rasa sakit. Tapi untuk benar-benar mengusir penyakit dari dalam
tubuh, sungguh kasihan obat. Ia tak mampu memikul beban seberat itu.
Ada banyak faktor
yang bisa jadi pendukung sembuhnya sakit manusia. Hilangnya penyakit dari
tubuh, atau setidaknya rasa lega menerima penyakit yang hadir dalam tubuh
begitu saja. Iya, yang paling penting adalah pola hidup sehat, makan cukup
gizi, minum sesuai porsi, istirahat dan tekanan hidup tak melampaui batas
emosi. Juga do’a, sangat berpengaruh dalam kehidupan pribadi. Kala tubuh
manusia mendapat lingkungan dan pola hidup seimbang, umumnya akan jarang
merasakan sakit.
Pikiran positif,
akan menyalurkan energi kosmik dalam tubuh manusia, memberikan stimulus yang
baik agar tubuh bertahan dalam kondisi yang stabil pula. Maka, saya cenderung
terus berusaha menjaga keseimbangan pola hidup untuk menjaga kesehatan. Adapun
ketika terpaksa harus merasakan sakit, bukan obat yang jadi tujuan utama. Tapi
mencari penyebab sakitnya. Jika itu karena kesalahan pola atau rutinitas yang
mulai memaksa tubuh bekerja lebih keras dari biasanya, maka istirahat jadi
alternatif utama. Asupan makanan, vitamin, dan sejenisnya perlu ditambah porsi.
Kadang jamu tradisional juga jadi pilihan. Lalu jika sudah baikan, berarti tak
butuh obat.
Tapi jika sakit itu
terus mendera. Macam nyeri sakit gigi misalnya. Terpaksa, asam mefenamat jadi
sasaran, hanya ketika nyeri itu tak tertahan rasa, atau jika banyak hal lain
yang harus di selesaikan. Mau tak mau, minum obat jadi perlu.
Lalu soal debar
jantung yang pernah menganggu? Jujur sampai sekarang belum ada satupun dokter
yang tahu. Sakit itu hanya berkisar 6-8 jam, lalu kembali normal. Gejala awal
detak jantung berpacu cepat, sampai pakaian luar aja bisa lihat bagaimana
jantung itu berdetak keras. Lalu suhu tubuh perlahan turun, pening di kepala
semakin lama semakin menjadi. Puncaknya, lemas tak kuasa bergerak. Jika sudah
demikian, biasanya isi perut ingin keluar semua, sampai habis semua tenaga.
Antara hidup dan mati rasanya. Sampai di titik ini, ibu segera merebus kacang
hijau dan diambil airnya ketika mendidih, ditambah gula dan sedikit garam. Lalu
saya minum pelan-pelan saat siuman. Ketika kesadaran sudah mulai kembali, bisa
makan yang halus, semacam roti. Lalu minum air kacang hijau ditambah lagi.
Sampai semua kembali seperti sedia kala. Entah di dunia medis, penyakit apa ini
namanya?
Saya punya riwayat
tekanan darah rendah, bisa 90 atau dibawahnya. Beberapa waktu yang lalu debar
jantung kembali menyapa. Saya segera mengaduk teh dengan gula dan minum saat
hangat. Ingat beberapa hari ini memang kurang minum atau makanan manis. Mungkin
saat itu kadar gula darah sedang turun. Setelah istirahat malam, esoknya
kembali normal seperti biasa, Alhamdulillah.
Ah, sebisa mungkin
saya tidak minum obat. Kecuali atas rekomendasi dokter ahli dan dalam keadaan
yang mewajibkan minum obat. Jika tidak, semoga saya dan anda yang sedang
membaca sehat selalu ya.
#ODOP
#Experience
#JustShare
0 comments:
Post a Comment