Wednesday, 5 October 2016

Cinet, Green Canyon Ala Jombang

| |





“Masih ada waktu kak, sekitar seratus menit. Gimana? Kita kemana enaknya?” Adik melirik arloji hitamnya. Aku masih diam, memikirkan rencana kemarin yang belum kesampaian. Hari in iselesai semua urusan di kota sekitar pukul sebelas, namun kami harus kembali sekitar jam 1 siang nanti.

“Cinet?” Ujarku beberapa detik kemudian. Kami sudah diracuni oleh kakak sepupu sebelumnya. Dia bilang, “Ada tempat wisata bagus di Jombang. Masih alami, udaranya segar, bebatuan disana meliuk begitu indah berwarna putih. Rugi deh jadi orang Jombang belum pernah kesana...”

Kami, aku dan adik adalah dua orang yang suka jalan-jalan. Terutama wisata alam. Adik sering sekali naik turun gunung, meski sempat dilarang oleh ibu awalnya, tapi semakin sering ia naik gunung dan turun dengan selamat, semakin longgar pula izin ia dapat. Sementara aku belum pernah naik gunung ribuan meter, hanya suka sesekali mengikuti kegiatan ekstra yang banyak menyita waktu di alam. Hizbul Wathan salah satunya. Jika liburan tiba dan kami bisa keluar bersama, tujuan utama adalah pantai, air terjun, gunung, atau hutan. Dan sekarang, mendengar cerita kakak sepupu yang juga tetangga tentang Cinet, refleks telinga kami seolah berdiri siaga. Otak sering sekali mempertanyakan hal yang sama, “kapan mau kesana?” haha, benar-benar “racun”.

Kesempatan, keluar berdua dan ada waktu tersedia, praktis kami tak perlu izin orang tua. Toh ayah dan ibu sudah tau sebelumnya bahwa kami ingin ke Cinet. Baik, yuk berangkat....!

Jujur, berangkat ini modal nekat. Kami belum tahu jalan menuju kesana. Sementara kuota internet sedang tipis, berat buat buka google map. kami hanya tau, arah menuju cinet  dari Jombang kota adalah jalan menuju Ploso-Tuban. Namun setelah jembatan yang menyeberangi sungai brantas kami harus belok kiri. Nah, setelah itu mengikuti jalan tepi sungai lalu belok kanan lurus saja. Masalahnya, belok kanannya ini dimana?

Kupikir setelah RSUD Ploso ini belok kanan sudah arah ke Cinet. Namun ketika kami beli minum sekaligus tanya penduduk setempat, mereka bilang belok kanannya setelah Polsek Plandaan. Ohh... kami harus putar balik ke jalur semula dan kembali menelusuri bantaran sungai brantas.

Setelah polsek, belok kanan. Yes!! Jarak dari jembatan sampai polsek ini sekitar 1 Km. Tidak terlalu jauh kan? Iya asal perhatikan saja ada polsek Plandaan, sebelahnya ada pertigaan langsung belok kanan. Sampai di sini jalanan masih lumayan, ada beberapa bagian jalan yang berlubang namun tak seberapa. Lebih ke barat lagi, jalanan semakin halus. Rupanya belum lama diperbaiki karena aspal masih tampak baru.

Sampai di sini, kondisi jalan  begitu sepi, jarang sekali ada mobil atau motor. Kiri kanan jalan hanya tampak sawah yang sedang mengering.  Kami masih memacu motor dengan kecepatan sedang sampai di batas desa Pojok Klithih. Nah, ketika kami sampai di sini, jalanan sedang di perbaiki. Setengah badan jalan sudah selesai di cor sampai ke tengah desa. Sementara setengahnya lagi masih dalam proses. Banyak sekali pekerja yang sedang sibuk mengerjakan perbaikan ini. Kami jalan pelan-pelan, sambil sekali bertanya memastikan jalur yang kami lalui benar. Hihi, masih khawatir nyasar rupanya.

Bapak di tengah jalan tadi bilang, kami harus tetap lurus mengikuti jalan, lalu nanti belok kanan di tengah hutan. Tinggal ikuti saja jalannya, akan ada papan petunjuk yang mengarahkan kami. Benar, setelah belok kanan dari hutan, jalanan turun cukup tajam, lalu melalui jembatan dan naik dengan ketinggian sama dengan sebelumnya dan kemiringan hampir 70°. Beruntung, kami sudah diingatkan dengan papan petunjuk jalan bahwa akan menghadapi turunan dan tanjakan, sehingga lebih berhati-hati. Papan peringatan itu juga bertuliskan shalawat,  mengingatkan setiap pengguna jalan menjaga dzikir dalam keadaan darurat. Iya, akan lebih baik membaca shalawat ketika shock melihat turunan dan tanjakan yang mengerikan, bukan?

Ah, rupanya turunan dan tanjakan tadi masih tak seberapa.

Bagaimana tidak, setelah kami mengikuti papan petunjuk menuju Cinet, jalan yang kami lalui berhadapan dengan jembatan gantung yang hanya beralas papan kayu! Dan ekstrimnya, itulah satu-satunya jalur menuju cinet. Adrenalin kami merasa tertantang setelah melihat semua kenyataan ini. Sanggupkah melintasi jembatan gantung yang lebarnya hanya satu meter ini? Bagaimana nanti jika jatuh di tengah? Atau ada kayu yang tiba-tiba patah?

Aku sempat meminta adik untuk turun saja, melintasi jembatan ini dengan berjalan kaki. Setelah melihat ada satu dua motor yang melintas dari arah depan dan baik-baik saja, adik berkata dengan tegas, “Jangan turun, ya!”

“Woy...ngeriii....!” bisikku. Tapi dia malah tertawa, “Aku ngga mau sendirian kalau kenapa-kenapa di tengah nanti....!” jawabnya nakal. Huh!!

 Terpaksa kuikuti juga di atas motor. Suara gemuruh langsung memenuhi telinga akibat ban motor yang beradu dengan papan kayu. Kami memang selamat sampai di seberang, tapi dag dig dug euy!! Tapi seru, asli!


Kami seperti masuk dunia lain, aura pedesaan masih sangat kental terasa. Baik, rumah kami memang di desa, tapi dusun ini masih mencerminkan desa yang sesungguhnya, lebih “ndesa” daripada desa tempat kami yang sudah ramai lalu lalang kendaraan. Di sini masih banyak rumah berdinding bambu, kebun yang mengelilingi dipenuhi berbagai tanaman, ada jagung, cabai, sawi, kedelai, dan sebagainya. Lengkap dengan ternak yang tertata rapi di belakang rumah, asri. Cukup nyaman untuk mengusir gelisah setelah menyeberangi jembatan gantung tadi. Dan jalanan? Tentu saja beralas tanah.

Perjalanan harus kami lanjutkan mengikuti papan petunjuk arah, berbelok sesuai petunjuk pula. Tapi, dimana ini? Kok adanya cuma hutan belantara di sisi kanan, dan jurang menuju sungai di sebelah kiri? Hiii... jangan-jangan, kami tersesat?

Aku sibuk menepis anggapan itu. Oh, tidak, ada papan tergantung di sebuah pohon, bertuliskan “Selamat datang di Cinet Adventure Forest”


Sementara adik tetap melaju, “Wow, lihat kak...” pekiknya tiba-tiba. Aku melongok ke depan. Di depan kami ada jembatan lagi, beralas kayu dan tanpa pembatas di sisi kanan dan kiri. Sementara dibawahnya sungai berdinding batu cukup dalam, ku taksir sekitar 3-4 meter ke bawah, aku bergidik, “Yakin nih, lanjut?”. Adik mengangguk mantap. Dia memang selalu ingin mencegahku berfikir untuk “menyerah”.

Kembali harus ketetapkan hati melalui jalan yang “ngeri”. Tapi hanya beberapa detik saja, jembatan itu berhasil dilalui. Baru setelah beberapa meter dari situ, ada seorang bapak dengan istri dan anaknya berdiri di tepi sungai. “Ini tempatnya? Sepi banget” bisikku pada adik.

“Kita coba ke depan siapa tau ada jalan”, ujarnya setelah melihat tepi sungai tempat bapak berdiri tadi, ada jalan turun. Namun dipalang dengan kayu,seolah tak boleh ada orang meintas disana. Kami maju beberapa meter. Di sebelah kanan kami sudah tampak sungai yang indah, bedinding batu putiih dan air berwarna hijau. Kami ingin mencari jalur masuk kesana.

Sampai di depan, ada beberapa pemuda di tepi jalan, dan orang berjualan makanan. Rupanya ini jalan masuk. Kami berhenti, memarkir motor dan bertanya. Benar saja, mereka mempersilahkan kami masuk melalui jalur yang tersedia. tentu saja tanpa tiket. Wisata ini masih belum diresmikan pemerintah setempat.

Sementara itu menurut penuturan para pemuda, jalan turun yang dipalang kayu tadi, memang sudah tidak boleh lagi dilalui. Tahu kenapa? Kabarnya pernah ada korban jatuh dan meninggal di sana. Itulah kenapa beberapa waktu yang lalu tempat wisata ini sempat di tutup sementara. Memang sih, wisata alam harus lebih hati-hati.

Dan mau tau bagaimana pemandangan di sana? Ini sebagian hasil jepretan kami.

Harap abaikan wajah kucel tanpa make up yang nampang yaa... maklumlah, kami (Eh, aku) ngga ada niat buat make over di saat seperti ini. Perjalanan jauh sejak pagi juga sudah cukup menghapus pelembab dan bedak yang tadi sebelum berangkat  sempat nempel di wajah (Ups).

Dan....taadaa.....

Inilah Green Canyon Jombang punya *_*
 




7 comments:

Wiwid Nurwidayati said...

wow pegin ke sana

Nychken Gilang said...

Aku pernah lihat nih di tv

Nychken Gilang said...

Aku pernah lihat nih di tv

Lisa Lestari said...

kereeeen...tp rasanya nyaliku tak cukup berani..

Lisa Lestari said...

kereeeen...tp rasanya nyaliku tak cukup berani..

Unknown said...

Mbk mau kesana... Ajak aku ke sana ayookk

Sasmitha A. Lia said...

Gek jamanku biyen ndek Jombang rung enek ki mbak..😍😍😍

Post a Comment

Popular Posts

Blogger templates

Blogroll

About

Search This Blog

Powered by Blogger.
 

Designed by: Compartidísimo
Images by: DeliciousScraps©