“Masih ada waktu kak, sekitar seratus menit. Gimana? Kita kemana
enaknya?” Adik melirik arloji hitamnya. Aku masih diam, memikirkan rencana
kemarin yang belum kesampaian. Hari in iselesai semua urusan di kota sekitar
pukul sebelas, namun kami harus kembali sekitar jam 1 siang nanti.
“Cinet?” Ujarku beberapa detik kemudian. Kami sudah diracuni oleh
kakak sepupu sebelumnya. Dia bilang, “Ada tempat wisata bagus di Jombang. Masih
alami, udaranya segar, bebatuan disana meliuk begitu indah berwarna putih. Rugi
deh jadi orang Jombang belum pernah kesana...”
Kami, aku dan adik adalah dua orang yang suka jalan-jalan. Terutama
wisata alam. Adik sering sekali naik turun gunung, meski sempat dilarang oleh
ibu awalnya, tapi semakin sering ia naik gunung dan turun dengan selamat,
semakin longgar pula izin ia dapat. Sementara aku belum pernah naik gunung
ribuan meter, hanya suka sesekali mengikuti kegiatan ekstra yang banyak menyita
waktu di alam. Hizbul Wathan salah satunya. Jika liburan tiba dan kami bisa
keluar bersama, tujuan utama adalah pantai, air terjun, gunung, atau hutan. Dan
sekarang, mendengar cerita kakak sepupu yang juga tetangga tentang Cinet,
refleks telinga kami seolah berdiri siaga. Otak sering sekali mempertanyakan
hal yang sama, “kapan mau kesana?” haha, benar-benar “racun”.
Kesempatan, keluar berdua dan ada waktu tersedia, praktis kami
tak perlu izin orang tua. Toh ayah dan ibu sudah tau sebelumnya bahwa kami
ingin ke Cinet. Baik, yuk berangkat....!
Jujur, berangkat ini modal nekat. Kami belum tahu jalan menuju
kesana. Sementara kuota internet sedang tipis, berat buat buka google map. kami
hanya tau, arah menuju cinet dari Jombang
kota adalah jalan menuju Ploso-Tuban. Namun setelah jembatan yang menyeberangi
sungai brantas kami harus belok kiri. Nah, setelah itu mengikuti jalan tepi
sungai lalu belok kanan lurus saja. Masalahnya, belok kanannya ini dimana?
Kupikir setelah RSUD Ploso ini belok kanan sudah arah ke
Cinet. Namun ketika kami beli minum sekaligus tanya penduduk setempat, mereka bilang
belok kanannya setelah Polsek Plandaan. Ohh... kami harus putar balik ke jalur
semula dan kembali menelusuri bantaran sungai brantas.
Setelah polsek, belok kanan. Yes!! Jarak dari jembatan sampai
polsek ini sekitar 1 Km. Tidak terlalu jauh kan? Iya asal perhatikan saja ada
polsek Plandaan, sebelahnya ada pertigaan langsung belok kanan. Sampai di sini
jalanan masih lumayan, ada beberapa bagian jalan yang berlubang namun tak
seberapa. Lebih ke barat lagi, jalanan semakin halus. Rupanya belum lama
diperbaiki karena aspal masih tampak baru.
Sampai di sini, kondisi jalan begitu sepi, jarang sekali ada mobil atau
motor. Kiri kanan jalan hanya tampak sawah yang sedang mengering. Kami masih memacu motor dengan kecepatan
sedang sampai di batas desa Pojok Klithih. Nah, ketika kami sampai di sini,
jalanan sedang di perbaiki. Setengah badan jalan sudah selesai di cor sampai ke
tengah desa. Sementara setengahnya lagi masih dalam proses. Banyak sekali
pekerja yang sedang sibuk mengerjakan perbaikan ini. Kami jalan pelan-pelan,
sambil sekali bertanya memastikan jalur yang kami lalui benar. Hihi, masih
khawatir nyasar rupanya.
Bapak di tengah jalan tadi bilang, kami harus tetap lurus
mengikuti jalan, lalu nanti belok kanan di tengah hutan. Tinggal ikuti saja
jalannya, akan ada papan petunjuk yang mengarahkan kami. Benar, setelah belok
kanan dari hutan, jalanan turun cukup tajam, lalu melalui jembatan dan naik
dengan ketinggian sama dengan sebelumnya dan kemiringan hampir 70°. Beruntung,
kami sudah diingatkan dengan papan petunjuk jalan bahwa akan menghadapi turunan
dan tanjakan, sehingga lebih berhati-hati. Papan peringatan itu juga
bertuliskan shalawat, mengingatkan
setiap pengguna jalan menjaga dzikir dalam keadaan darurat. Iya, akan lebih baik
membaca shalawat ketika shock melihat turunan dan tanjakan yang mengerikan,
bukan?
Ah, rupanya turunan dan tanjakan tadi masih tak seberapa.
Bagaimana tidak, setelah kami mengikuti papan petunjuk menuju
Cinet, jalan yang kami lalui berhadapan dengan jembatan gantung yang hanya
beralas papan kayu! Dan ekstrimnya, itulah satu-satunya jalur menuju cinet. Adrenalin
kami merasa tertantang setelah melihat semua kenyataan ini. Sanggupkah melintasi
jembatan gantung yang lebarnya hanya satu meter ini? Bagaimana nanti jika jatuh
di tengah? Atau ada kayu yang tiba-tiba patah?
Aku sempat meminta adik untuk turun saja, melintasi jembatan
ini dengan berjalan kaki. Setelah melihat ada satu dua motor yang melintas dari
arah depan dan baik-baik saja, adik berkata dengan tegas, “Jangan turun, ya!”
“Woy...ngeriii....!” bisikku. Tapi dia malah tertawa, “Aku
ngga mau sendirian kalau kenapa-kenapa di tengah nanti....!” jawabnya nakal. Huh!!
Terpaksa kuikuti juga
di atas motor. Suara gemuruh langsung memenuhi telinga akibat ban motor yang
beradu dengan papan kayu. Kami memang selamat sampai di seberang, tapi dag dig
dug euy!! Tapi seru, asli!
Kami seperti masuk dunia lain, aura pedesaan masih sangat
kental terasa. Baik, rumah kami memang di desa, tapi dusun ini masih
mencerminkan desa yang sesungguhnya, lebih “ndesa” daripada desa tempat kami
yang sudah ramai lalu lalang kendaraan. Di sini masih banyak rumah berdinding
bambu, kebun yang mengelilingi dipenuhi berbagai tanaman, ada jagung, cabai,
sawi, kedelai, dan sebagainya. Lengkap dengan ternak yang tertata rapi di
belakang rumah, asri. Cukup nyaman untuk mengusir gelisah setelah menyeberangi
jembatan gantung tadi. Dan jalanan? Tentu saja beralas tanah.
Perjalanan harus kami lanjutkan mengikuti papan petunjuk arah,
berbelok sesuai petunjuk pula. Tapi, dimana ini? Kok adanya cuma hutan belantara
di sisi kanan, dan jurang menuju sungai di sebelah kiri? Hiii... jangan-jangan,
kami tersesat?
Aku sibuk menepis anggapan itu. Oh, tidak, ada papan tergantung
di sebuah pohon, bertuliskan “Selamat datang di Cinet Adventure Forest”
Sementara adik tetap melaju, “Wow, lihat kak...” pekiknya
tiba-tiba. Aku melongok ke depan. Di depan kami ada jembatan lagi, beralas kayu
dan tanpa pembatas di sisi kanan dan kiri. Sementara dibawahnya sungai
berdinding batu cukup dalam, ku taksir sekitar 3-4 meter ke bawah, aku
bergidik, “Yakin nih, lanjut?”. Adik mengangguk mantap. Dia memang selalu ingin
mencegahku berfikir untuk “menyerah”.
Kembali harus ketetapkan hati melalui jalan yang “ngeri”. Tapi
hanya beberapa detik saja, jembatan itu berhasil dilalui. Baru setelah beberapa
meter dari situ, ada seorang bapak dengan istri dan anaknya berdiri di tepi
sungai. “Ini tempatnya? Sepi banget” bisikku pada adik.
“Kita coba ke depan siapa tau ada jalan”, ujarnya setelah
melihat tepi sungai tempat bapak berdiri tadi, ada jalan turun. Namun dipalang
dengan kayu,seolah tak boleh ada orang meintas disana. Kami maju beberapa
meter. Di sebelah kanan kami sudah tampak sungai yang indah, bedinding batu
putiih dan air berwarna hijau. Kami ingin mencari jalur masuk kesana.
Sampai di depan, ada beberapa pemuda di tepi jalan, dan orang
berjualan makanan. Rupanya ini jalan masuk. Kami berhenti, memarkir motor dan
bertanya. Benar saja, mereka mempersilahkan kami masuk melalui jalur yang
tersedia. tentu saja tanpa tiket. Wisata ini masih belum diresmikan pemerintah
setempat.
Sementara itu menurut penuturan para pemuda, jalan turun yang
dipalang kayu tadi, memang sudah tidak boleh lagi dilalui. Tahu kenapa? Kabarnya
pernah ada korban jatuh dan meninggal di sana. Itulah kenapa beberapa waktu
yang lalu tempat wisata ini sempat di tutup sementara. Memang sih, wisata alam
harus lebih hati-hati.
Dan mau tau bagaimana pemandangan di sana? Ini sebagian hasil
jepretan kami.
Harap abaikan wajah kucel tanpa make up yang nampang yaa...
maklumlah, kami (Eh, aku) ngga ada niat buat make over di saat seperti ini. Perjalanan
jauh sejak pagi juga sudah cukup menghapus pelembab dan bedak yang tadi sebelum
berangkat sempat nempel di wajah (Ups).
Dan....taadaa.....
Inilah Green Canyon Jombang punya *_*
7 comments:
wow pegin ke sana
Aku pernah lihat nih di tv
Aku pernah lihat nih di tv
kereeeen...tp rasanya nyaliku tak cukup berani..
kereeeen...tp rasanya nyaliku tak cukup berani..
Mbk mau kesana... Ajak aku ke sana ayookk
Gek jamanku biyen ndek Jombang rung enek ki mbak..😍😍😍
Post a Comment