Kisah
ini benar-benar terjadi, sehingga Allah menilainya pantas diabadikan dalam Al
Quran yang mulia. Jika kita sebagai manusia biasa saja tidak suka menanggapi
orang yang terlalu banyak bertanya, bagaimana dengan Allah, sang pemilik
semesta?
Umat
Nabi Musa menjelaskan dengan sangat gamblang melalui perilaku mereka. Suatu hari,
seseorang terbunuh tanpa ada yang tahu siapa yang membunuhnya. Sementara orang
yang terbunuh adalah orang penting. Tanpa bukti, tanpa saksi, siapa yang bisa
dituduh dalam keadaan seperti ini? Saat itu Allah memerintahkan melalui Nabi
Musa untuk menyampaikan kepada kaumnya, "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyembelih seekor sapi betina."
Orang-orang
itu bukannya segea melaksanakan perintah sang Nabi, rasa tidak percaya pada
Nabi Musa menganggap bahwa perintah itu adalah ejekan. Mereka pikir, apa yang
bisa dilakukan bangkai seekor sapi? Mana mungkin seekor sapi dapat
menyelesaikan masalah pelik yang sedang terjadi diantara mereka? Nabi Musa
meyakinkan mereka dengan berkata, "Aku berlindung kepada Allah agar tidak
menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil (bodoh)". Jahil dalam
bahasa arab berarti bodoh, maksudnya Nabi Musa ingin meyakinkan ummatnya bahwa
perintah itu bukan senda gurau apalagi hinaan belaka.
Baik, jika ini adalah sebuah perintah yang benar berasal dari
Tuhan, mereka tetap tak bisa percaya begitu saja. Mereka menjawab: "
mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk Kami, agar Dia menerangkan kepada kami; sapi
betina Apakah itu." Bukankah lebih mudah bagi mereka mencari sapi betina
lalu menyembelihnya? Tapi tidak, rasa ketidakpercayaan mereka kepada Nabi Musa
dan perintah TuhanNya mendorong untuk bertanya lagi.
Sampai disini, Nabi Musa tidak ingin kehilangan kesabaran. Musa
menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi
betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; Maka kerjakanlah
apa yang diperintahkan kepadamu". Apakah mereka langsung melaksanakan
perintah itu?
Tidak! Mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk
Kami agar Dia menerangkan kepada Kami apa warnanya". Oh, rupanya mereka
sedang menyulitkan diri sendiri. Atau memang berniat untuk tidak melaksanakan
perintah Sang Nabi? Dalam kesabaranya, Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah
berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua
warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya."
Penjelasan yang sudah jelas tersebut tidak juga menggerakkan
mereka untuk segera berangkat mencari sapi yang dimaksud. Mereka berkata:
"Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk Kami agar Dia menerangkan kepada Kami
bagaimana hakikat sapi betina itu, karena Sesungguhnya sapi itu (masih) samar
bagi Kami dan Sesungguhnya Kami insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk
memperoleh sapi itu)."
Bodohkah mereka? Percayalah, orang bodoh tidak akan mampu
memnyusun pertanyaan sedetail itu. Justru pertanyaan mereka sesungguhnya
mencerminkan bahwa mereka mamiliki otak yang cemerlang. Sebagai seorang Nabi,
tentu saja Nabi Musa tidak bisa menyerah begitu saja dengan pertanyaan
ummatnya. Maka Nabi Musa berkata: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi
betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah
dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada
belangnya." mereka berkata: "Sekarang barulah kamu menerangkan
hakikat sapi betina yang sebenarnya". Iya, hampir saja mereka tidak
melaksanakan perintah itu.
Setelah sapi selesai disembelih, kembali Allah berfirman dan
melalui Nabi Musa menyampaikan kepada ummatnya, "Pukullah mayat itu dengan
sebahagian anggota sapi betina itu !" Demikianlah Allah menghidupkan
kembali orang-orang yang telah mati, dam memperlihatkan padamu tanda-tanda
kekuasaanNya agar kamu mengerti. Iya, mayat orang yang terbunuh itu kemudian
hidup lagi dan dapat ditanya siapa yang telah membunuhnya.
Kisah ini ada dalam Al Quran Surah Al Baqarah ayat 67-73. Lalu bagaimana
Allah menyikapi orang-orang yang telah banyak bertanya? Membiarkan saja? Sungguh,
hidayah itu hanya milikNya. Dan Allah lebih mengetahui daripada setiap Nabi
yang diutusNya. Allah mengetahui bahwa orang-orang itu tidak memiliki
kecenderungan untuk beriman kepada Nabi Musa. Maka dalam ayat selanjutnya
dijelaskan apa yang terjadi pada mereka yang telah banyak bertanya, bahwa
setelah itu hati mereka menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal
batu itu lebih mudah dibelah dan diantara mereka da yang dapat memancarkan air,
ada yang meluncur jatuh karena takut kepada Allah. Dan sungguh, Allah Maha
Mengetahui pada setiap kejadian.
Mungkin, “jangan terlalu banyak bertanya” hanya salah satu
hikmah sederhana dari diabadikannya cerita ini dalam kitab suci yang mulia. Para
ahli tafsir dan para ahli Al Qur’an dapat memetik hikmah yang lebih banyak
lagi, dan sungguh yang sedikit ini semoga mampu mengingatkan kita untuk tidak
meragukan ketetapanNya.
Apa yang Allah tetapkan sungguh telah melalui banyak
pertimbangan bahkan lebih banyak dari apa yang bisa kita bayangkan. Jika perintah
shalat sudah ditetapkan, maka laksanakan. Selain menunaikan kewajiban, pasti
ada banyak hikmah yang bisa dinikmati. Kesehatan tubuh, kedekatan denganNya,
rasa tenang, dan sebagainya. Kemudian shalat menjelma sebagai kebutuhan, bukan
sekedar kewajiban.
Ketika diperintahkan untuk menutup aurat, maka tidak perlu
banyak tanya kenapa atau bagaimana. Karena sungguh, dibalik perintah itu ada
hikmah yang terjaga. Kehormatan orang yang menutup aurat tentu lebih terjaga
dibanding mereka yang tampil terbuka di depan umum, bukan? lagi pula, kulit
lebih terlindungi dari sinar matahari, mata lawan jenis lebih tenang menatap
makhluk yang terlindung sempurna. Jika sudah menjadi perintahNya, pantaskah
kita masih melontarkan banyak alasan dan tanya? Laksanakan saja, jika benar
hati kita percaya padaNya.
#OneDayOnePost
4 comments:
Masyaallah.. diingetin lagi.. makasih mbak kifa..😍😍😍
Yang paragraph terakhir nendang banget dik saki
Nggak boleh banyak tanya..eh iya de
Nggak boleh banyak tanya..eh iya de
Post a Comment