Parah!
Ini tanah kelahiran, yang memang sempat ku tinggalkan.
Dulu saat masih belia, aku biasa belajar naik sepeda
keliling rumah, muter-muter di kebun atau
jalan setapak menuju “alas”, nama lain dari “ladang”. Iya, sekitar rumah
kami banyak di tanami pohon keras, bahkan lebih banyak daripada palawija atau
bahan makanan pokok. Itulah mengapa lebih pantas disebut “alas” daripada
“ladang”.
Ah, kembali pada agenda jalan-jalan pagi ini, yang membuat
kami tak tahu jalan pulang. Mumpung pagi ini anak-anak tetangga libur,
kami memutuskan jalan-jalan mengitari daerah sekitar rumah. Sekitar jam 5 pagi
kami berangkat, melintasi jalan memutar untuk sampai gang belakang rumah. Yang
kusebut gang belakang rumah sebenarnya adalah akses jalan raya menuju desa
sebelah, disana ada tanjakan yang membuat kita bisa melihat pegunungan di
sekitarnya. Walaupun tidak ada satupun rumah penduduk di sana, kami bisa
menikmati pagi khas suasana desa.
Iya, kami harus lewat jalan memutar walaupun ada jalan
tembusan dari samping rumah ke gang belakang. Tapi karena masih jam 5 pagi,
rasanya masih terlalu gelap menembus alas (padahal aslinya sudah terang, tapi
jelas masih sepi). Lalu sampai gang
belakang, tampak tanjakan yang disebut anak-anak tetangga sebagai “water tank”,
karena memang ada tampungan air disana. Mungkin untuk mengairi kayu putih yang
banyak di tanam di sekitarnya.
Sekitar setengah jam dari rumah kami jalani sambil
bercerita tentang mimpi-mimpi masa depan. Tak terasa, kaki sudah melangkah
begitu lama. Setelah istirahat sejenak, kami memutuskan pulang lewat jalan
tembusan yang ku ceritakan di awal tadi. Ada beberapa belokan kecil menuju
“alas” setelah kandang ayam pedaging yang kupikir akan menembus samping rumah.
Saat belokan pertama aku mengajak mereka belok, mereka menolak. “Bukan yang ini
jalannya...” ujar mereka serempak. Masa sih? Aku coba masuk beberapa langkah,
ada jalan berkelok di dalamnya. Ah mungkin mereka benar. Kami kembali ke jalan
utama.
Beberapa langkah setelah melewati empat kandang ayam (ada sekitar
5 atau 6 kandang disana), ada belokan lagi. Kali ini kami yakin jalan yang
benar. Tapi sampai di dalam.... semakin melangkah semakin kami berasa asing.
Wajar jika terasa asing, karena kami sudah lama tidak ada yang melewati jalan
setapak ini. Hufftt, parah! Kami jadi gerombolan anak dusun yang nyasar di
kampung sendiri.
Baiklah, pasti ada tembusan ke jalan dekat rumah. Setelah
nekat menembus rimbunan pohon jati, kami menemukan ladang dengan padi yang
sudah tumbuh sekitar sepuluh senti. Kami semakin yakin sudah dekat dengan
rumah, meski entah rumah siapa. Hahaha
Benar saja, beberapa langkah kemudian mai temukan sumur
tua, tapi tak ada rumah di dekatnya. Baru setelah sekitar lima belas meter
kemudian kami mendengar riuh suara sapi dan kambing. Ahh,, lega.
“Kita dimana, sa?” Tanyaku pada Nisa yang melangkah tepat
di belakangku.
“Itu kan rumah Bude Parti” ujarnya sambil ngos-ngosan
akibat sedikit berlari di hutan kecil tadi.
“Harusnya kita belok lebih ke selatan lagi... tuh kan salah
jalan.. huh!!” lanjutya kesal.
Ih, siapa yang mengira kita akan salah jalan? Batinku
terpingkal melihat ulah mereka yang sama saja sebenarnya, tak tahu jalan
pulang.
“Lain waktu kita berangkat lewat samping rumah aja ya, biar
tau tembusannya sebelah mana... “ Kataku pada mereka akhirnya.
Meski akhirnya kami bisa pulang dengan selamat, tetap saja
malu rasanya karena ternyata kami tak bisa mengenali kampung sendiri. Beda
dengan orang tua kami yang sudah tau seluk beluk setiap jengkal tanah, sehingga
tau batas pohon ini milik siapa, sebelahnya milik siapa lagi. Mungkin ini
kesalahan kami, yang jarang ikut orang tua ke alas untuk sekedar membersihkan
huma atau menyiangi tanaman.
Tapi sungguh ini jadi plajaran berarti, biar nanti tak
tersesat lagi.
Bapak, ibu... ajaklah anak kalian mengenal alam sekitar
biar tak mudah tersesat seperti kami. Hehehe
#OneDayOnePost
1 comments:
Pengenalan lingkungan dan bergaul dengan bermasyarakat, penting banget.. Krn kita makhluk sosial butuh orang lain. Gak bakalan bisa hidup sendiri.
Makasih tulisannya, mba Sakifa. Ini sangat bermanfaat.
Post a Comment