Sunday, 30 October 2016

Tak tahu jalan Pulang

| |



Parah!

Ini tanah kelahiran, yang memang sempat ku tinggalkan.

Dulu saat masih belia, aku biasa belajar naik sepeda keliling rumah, muter-muter di kebun atau  jalan setapak menuju “alas”, nama lain dari “ladang”. Iya, sekitar rumah kami banyak di tanami pohon keras, bahkan lebih banyak daripada palawija atau bahan makanan pokok. Itulah mengapa lebih pantas disebut “alas” daripada “ladang”.

Ah, kembali pada agenda jalan-jalan pagi ini, yang membuat kami tak tahu jalan pulang. Mumpung pagi ini anak-anak tetangga libur, kami memutuskan jalan-jalan mengitari daerah sekitar rumah. Sekitar jam 5 pagi kami berangkat, melintasi jalan memutar untuk sampai gang belakang rumah. Yang kusebut gang belakang rumah sebenarnya adalah akses jalan raya menuju desa sebelah, disana ada tanjakan yang membuat kita bisa melihat pegunungan di sekitarnya. Walaupun tidak ada satupun rumah penduduk di sana, kami bisa menikmati pagi khas suasana desa.

Iya, kami harus lewat jalan memutar walaupun ada jalan tembusan dari samping rumah ke gang belakang. Tapi karena masih jam 5 pagi, rasanya masih terlalu gelap menembus alas (padahal aslinya sudah terang, tapi jelas masih sepi).  Lalu sampai gang belakang, tampak tanjakan yang disebut anak-anak tetangga sebagai “water tank”, karena memang ada tampungan air disana. Mungkin untuk mengairi kayu putih yang banyak di tanam di sekitarnya.

Sekitar setengah jam dari rumah kami jalani sambil bercerita tentang mimpi-mimpi masa depan. Tak terasa, kaki sudah melangkah begitu lama. Setelah istirahat sejenak, kami memutuskan pulang lewat jalan tembusan yang ku ceritakan di awal tadi. Ada beberapa belokan kecil menuju “alas” setelah kandang ayam pedaging yang kupikir akan menembus samping rumah. Saat belokan pertama aku mengajak mereka belok, mereka menolak. “Bukan yang ini jalannya...” ujar mereka serempak. Masa sih? Aku coba masuk beberapa langkah, ada jalan berkelok di dalamnya. Ah mungkin mereka benar. Kami kembali ke jalan utama.

Beberapa langkah setelah melewati empat kandang ayam (ada sekitar 5 atau 6 kandang disana), ada belokan lagi. Kali ini kami yakin jalan yang benar. Tapi sampai di dalam.... semakin melangkah semakin kami berasa asing. Wajar jika terasa asing, karena kami sudah lama tidak ada yang melewati jalan setapak ini. Hufftt, parah! Kami jadi gerombolan anak dusun yang nyasar di kampung sendiri.

Baiklah, pasti ada tembusan ke jalan dekat rumah. Setelah nekat menembus rimbunan pohon jati, kami menemukan ladang dengan padi yang sudah tumbuh sekitar sepuluh senti. Kami semakin yakin sudah dekat dengan rumah, meski entah rumah siapa. Hahaha

Benar saja, beberapa langkah kemudian mai temukan sumur tua, tapi tak ada rumah di dekatnya. Baru setelah sekitar lima belas meter kemudian kami mendengar riuh suara sapi dan kambing. Ahh,, lega.

“Kita dimana, sa?” Tanyaku pada Nisa yang melangkah tepat di belakangku.

“Itu kan rumah Bude Parti” ujarnya sambil ngos-ngosan akibat sedikit berlari di hutan kecil tadi.

“Harusnya kita belok lebih ke selatan lagi... tuh kan salah jalan.. huh!!” lanjutya kesal.

Ih, siapa yang mengira kita akan salah jalan? Batinku terpingkal melihat ulah mereka yang sama saja sebenarnya, tak tahu jalan pulang.

“Lain waktu kita berangkat lewat samping rumah aja ya, biar tau tembusannya sebelah mana... “ Kataku pada mereka akhirnya.

Meski akhirnya kami bisa pulang dengan selamat, tetap saja malu rasanya karena ternyata kami tak bisa mengenali kampung sendiri. Beda dengan orang tua kami yang sudah tau seluk beluk setiap jengkal tanah, sehingga tau batas pohon ini milik siapa, sebelahnya milik siapa lagi. Mungkin ini kesalahan kami, yang jarang ikut orang tua ke alas untuk sekedar membersihkan huma atau menyiangi tanaman.

Tapi sungguh ini jadi plajaran berarti, biar nanti tak tersesat lagi.

Bapak, ibu... ajaklah anak kalian mengenal alam sekitar biar tak mudah tersesat seperti kami. Hehehe

#OneDayOnePost

1 comments:

Na said...

Pengenalan lingkungan dan bergaul dengan bermasyarakat, penting banget.. Krn kita makhluk sosial butuh orang lain. Gak bakalan bisa hidup sendiri.

Makasih tulisannya, mba Sakifa. Ini sangat bermanfaat.

Post a Comment

Popular Posts

Blogger templates

Blogroll

About

Search This Blog

Powered by Blogger.
 

Designed by: Compartidísimo
Images by: DeliciousScraps©