Perhatikanlah alasan! Jangan asal nulis
kalau ngga paham.
Hari ini, diam-diam saya merasa geram
dengan status seorang teman. Bukan masalah dia siapa atau tinggal dimana, cuma
kalimat yang ditulisnya itu loh, ngga berhasil bikin tention tapi jadi geli
pengen nulis di sini. Inilah capture tulisannya.
![]() |
Duhai pemilik akun, anggap sudah kusamarkan namamu. Maafkan aku. |
Belajar dari berbagai media, aku mencoba
menggarisbawahi beberapa kata yang menjadi “highlight” dalam kalimat tersebut.
Seorang lelaki sejati itu akan sangat
tertarik pada seorang yang dimana di
dalam Facebook-nya itu, tidak
ditemukan foto dari si wanita. Itu membuktikan
bahwa ia bisa menjaga diri dari
pandangan fitnah lelaki yang bukan pasangannya.
Sekarang, ijinkan aku menafsirkan beberapa
maksud dari kalimat tersebut. Silahkan koreksi jika saya salah, boleh
tinggalkan komentar di bawah, ya.
1.
Lelaki yang sejati, akan sangat tertarik
kepada wanita yang di facebooknya tidak ditemukan foto. Benarkah? Apakah salah jika kalimat ini
diartikan sebagai: lelaki yang tertarik pada wanita yang memasang foto di
facebook berarti bukan lelaki sejati. Ohoho, jadi mengukur standar “kesejatian”
lelaki dari ketertarikannya untuk tidak melihat foto? Sepertinya perlu
penelitian khusus untuk membuktikan kalimat ini. Duhai para lelaki, benarkah
demikian? Maukah kalian di survey untuk penelitian semacam ini?
2.
Wanita yang tidak mamasang foto di akun
facebooknya, berarti ia bisa menjaga diri dari fitnah lelaki yang bukan
pasangannya. Hello, ini
zaman modern dan global, siapa bisa menjamin wanita yang tidak memasang foto di
facebooknya itu berarti bisa menjaga diri dari fitnah? Sudah survei semua akun
media sosialnya? Kehidupan nyatanya? Karakter aslinya? Atau lupa, bahwa dunia
maya bisa jadi sarang siapapun untuk berkepribadian ganda? Bukan, ini bukan
suudzon. Cukup pikirkan saja.
Iya, cukup pikirkan baik-baik setiap kata
yang tertulis di berbagai media milik kita. Sudah benarkah maksudnya?
Ah, mari belajar kritis. Tapi jangan egois.
Mari belajar mengerti, menghakimi sesuatu dengan standar yang benar.
Kalimat diatas, menurut subjektifitas saya
sebagai manusia biasa, masih mentah terhadap kesimpulan sesungguhnya. Kalau ada
tombol dislike atau jempol yang mengarah ke bawah, pasti saya sudah
meng-kliknya.
Bukan berarti saya tidak suka pada mereka
yang memutuskan untuk tidak share foto apapun di media sosial. Terserah, itu
hak pribadi siapa saja, toh tidak ada hubungannya dengan hidup saya. Tapi pernyataan
yang salah, akan berakhir pada kesimpulan yang salah. Dan ketika semakin banyak
orang mengambil kesimpulan yang salah, maka kau tahu sendiri akibatnya. Apalagi
berusaha men-genaralisir kesimpulan pribadi, seolah memaksa publik untuk
mengerti dan membenarkan pendapat pribadi semacam ini. Hati-hati, setiap
pribadi punya alasan sendiri. Wanita muslimah yang masih memasang foto di
facebook itu, tidak semuanya bermaksud menyebar fitnah kepada lelaki. Dan tentu
saja, tidak semua foto bsia menimbukan fitnah, malah tidak sedikit yang berguna
meminimalisir beredarnya fitnah. Pikirkanlah, jangan terlalu sempit mengambil
sudut pandang.
Tentang lelaki, kesejatiannya tidak bisa
diukur dari pandangan mereka terhadap foto di akun media sosial wanita. Mungkin
kau tidak, atau belum pernah melihat lelaki yang menemukan hidayah dari
pandangan matanya, atau yang punya prinsip melihat dan menilai wanita bukan
dari apa yang dia lihat lewat mata, tapi apa yang tampak dalam hatinya.
Hidup kita terlalu singkat jika tidak
bersikap bijak dalam memberi penilaian terhadap sesuatu. Jika satu hal saja
tidak bisa disikapi dengan baik,
bagaimana dengan banyak hal lain yang mungkin lebih penting dan lebih luas
dampaknya?
Screeshot status tersebut sengaja saya coret bagian nama akunnya. Karena tulisan ini bukan bertujuan membully pemilik akun. Bukan. Hanya sebagai pengingat diri agar lebih bijak menilai. JIka pemilik akun memilih untuk mereh, saya tidak ingin melawan sekarang. toh percuma, bukan? buat apa? Ehm, lebih baik alokasikan waktu dan tenaga kemarahan itu untuk sesuatu yang lain, yang lebih bermanfaat buat masa depan. yuk!
Eh ya, sengaja pula tidak saya tandai pemilik akun untuk memaksanya membaca. Atau mengetik tulisan ini di kolom komentarnya. Tidak, saya tidak sedang menabuh genderang perang. Hanya sedang belajar menyikapi status yang terbaca saja. Maafkan ya, boleh inboks kalau kebetulan membaca lalu tidak terima. Boleh unfriend jika tidak ingin lagi berteman dengan saya. Lakukan saja, asal dengan alasan yang benar, saya terima.
Screeshot status tersebut sengaja saya coret bagian nama akunnya. Karena tulisan ini bukan bertujuan membully pemilik akun. Bukan. Hanya sebagai pengingat diri agar lebih bijak menilai. JIka pemilik akun memilih untuk mereh, saya tidak ingin melawan sekarang. toh percuma, bukan? buat apa? Ehm, lebih baik alokasikan waktu dan tenaga kemarahan itu untuk sesuatu yang lain, yang lebih bermanfaat buat masa depan. yuk!
Eh ya, sengaja pula tidak saya tandai pemilik akun untuk memaksanya membaca. Atau mengetik tulisan ini di kolom komentarnya. Tidak, saya tidak sedang menabuh genderang perang. Hanya sedang belajar menyikapi status yang terbaca saja. Maafkan ya, boleh inboks kalau kebetulan membaca lalu tidak terima. Boleh unfriend jika tidak ingin lagi berteman dengan saya. Lakukan saja, asal dengan alasan yang benar, saya terima.
Jujur, saya sedikit kehilangan kendali di
bagian akhir tulisan ini. haruskah kuselesaian sampai di sini? Atau masih ada
hal lain yang mengganjal di hati? Jika ada yang salah, komentar, koreksi, atau
persetujuan terhadap tulisan ini, silahkan sampaikan di bawah ya...
Terima kasih.
#OneDayOnePost
4 comments:
Para lelaki tolong jawab ni
Mantap. Salurkan energi lewat tulisan. Hasilnya jd keren.
Setuju mbak kifa!!!!!! Merdekaaaaaa!!!!#lohh������
Ono opo to de?
Post a Comment