Kancil
adalah binatang sejenis rusa kecil, berasal dari Famili Tragulidae, Genus
Trangulus dan memiliki nama binomial Trangulus Kanchil. Kita sudah pernah
membaca banyak dongeng tentang kancil, bukan? Termasuk dongeng kancil si
pencuri ketimun. Kancil sering dikisahkan sebagai binatang yang cerdik
sekaligus licik. Suka menipu teman-temannya dan membuat mereka marah. Namun sayang,
tidak semua dongeng tersebut benar. Kira-kira, ada berapa banyak kancil di
dunia ini? Ratusan? Ribuan? Atau mungkin jutaan? Entahlah, yang jelas tidak
hanya satu.
Mungkin
memang ada kancil yang cerdik sekaligus licik. Sampai ada lagu yang dinyanyikan
anak-ank:
Si Kancil
anak nakal
Suka
mencuri ketimun
Ayo lekas
ditangkap
Jangan diberi
ampun
Jadi, lagu
itu berpesan kalau ada anak nakal seerti kancil, jangan diberi ampun. Tapi
tidak semua kancil begitu. Ada kancil yang cerdas, sekaligus baik hati. Mau
tahu kisahnya?
Kancil yang
ini memiliki nama lengkap Trangulus Kancil Hosei. Dia tinggal di pedalaman
Serawak, Kalimantan Barat. Daerah ini merupakan salah satu daerah transmigrasi.
Di sana ada penduduk pendatang dari jawa yang membuka lahan dan kemudian
bertani. Ada penduduk transmigran ini yang menanam padi, sawi, labu, ketimun,
juga buah-buahan seperti pisang dan rambutan..
Lahan yang
ditinggali penduduk transmigran ini sebelumnya adlah hutan tempat Kancil Hosei
tinggal bersama biawak, babi hutan, ular, kera dan juga burung-burung. Awalnya,
melihat kedatangan penduduk baru Hosei merasa sedih. Karena itu berarti tempat
tinggal dan bermainnya bersama kawan-kawan akan berkurang. Namun ketika melihat
para penduduk baru itu mulai bercocok tanam, mengolah tanah dan menanam
beberapa tumbuhan di ladang, para binatang itu penasaran.
Tumbuhan
yang ditanam penduduk baru itu tumbuh subur karena tanah yang mereka gunakan
adalah bekas hutan yang masih banyak mengandung humus, pupuk kompos dari
dedaunan yang gugur dan tertimbun lama di dalam tanah. Tanaman sawi tampak
hijau dan segar. Labu dan ketimun mulai berbuah kecil-kecil. Kancil Hosei yang
sering mengamati kegiatan para petani itu, semakin penasaran dengan tanaman
sayur dan buah yang tampak begitu menggiurkan.
Sudah
beberapa hari ini Kancil Hosei berjalan mengelilingi hutan namun sedikit sekali
menemukan makanan. Dia sadar, inilah salah satu akibat hutan yang semakn
sempit. Makanan untuknya semakin langka. Kancil merasa perutnya keroncongan.
Di tangah
rasa lapar, ia masih berjalan mengitari hutan, berharap menemukan buah murbey
atau setandan pisang yang masak di pohon. Kakinya melangkah semakin lemah
ketika ia sampai di ladang ketimun. Otak cerdasnya langsung bereaksi, “Ah, aku
lapar sekali. Sedangkan buah-buahan ini sepertinya enak. Apakah aku bisa
mengambil beberapa buah saja, untuk mengganjal perut yang benar-benar kelaparan
ini? Aku sudah tidak sanggup lagi ....” Ia menengok kanan dan kiri. Tidak ada
siapapun.
“Bagaimana
mungkin aku mengambil tanpa ijin? Tapi jika aku mencari pemiliknya untuk
meminta ijin, rasa lapar ini semakin menjadi. Apalagi matahari saat ini seperti
sedang memanggang punggungku.” Kancil merintih. Ia sudah tidak kuat lagi
berjalan. Matahari memang sedang sangat terik hari itu.
Di tengah perdebatan
dalam hatinya, antara ingin makan dan harus seijin empunya tanaman, KancilHosei
mengambil keputusan dalam keterpaksaan.
“Ya Tuhan,
ampuni aku yang sudah kelaparan dan berniat mengambil ketimun ini untuk
bertahan hidup. Aku janji nanti akan kutemui pemilik ladang ini untuk meminta
ijinnya.” Kemudian Kancil Hosei memetik tiga buah ketimun dan langsung
memakanya.
“Ah, segar
dan enak sekali rasanya!” Ujarnya sambil menghabiskan tiga buah ketimun hasil
curian.
Sorenya,
Kancil Hosei bertemu dengan kera dan menceritakan kisahnya tadi siang. Kera
merasa tertarik juga untuk mencicipi ketimun. Kemudian tanpa sepengetahuan
Kanci Hosei, kera pergi ke ladang dan ikut makan ketimun di sana saat malam
tiba.
Esok
paginya, Pak Tani merasa kehilangan. Ia menemukan ada beberapa bekas ujung
ketimun yang dibuang, dan kulit ketimun bekas gigitan. Kejadian ini berulang
beberapa hari. Pak Tani merasa harus memberi pelajaran kepada para pencuri.
Mumpung labu dan sayuran lain belum ikut dicuri. Ia ingin membuat pencuri itu
jera.
Maka Pak
Tani memasang perangkap. Saat malam tiba, kera kembali beraksi dan ia terjebak
perangkap yang dipasang Pak Tani. Tepat pada pagi itu, Kancil juga ingin
menemui Pak Tani untuk meminta maaf dan mengaku sudah mencuri ketimuan. Namun
sampai di ladang, Kancil Hosei melihat kera temannya sudah terkurung dalam
perangkap.
Pak Tani
datang dari sisi yang lain. Kancil merasa harus mengetahui duduk masalah
sebenarnya sebelum melangkah lebih jauh. Ia kemudian bersembunyi di balik pohon
besar dekat ladang, agar bisa mengamati apa yang sedang terjadi.
“Oh, jadi
kamu yang mencuri ketimunku? Kera rakus rupanya kamu ya!” Pak Tani marah kepada
kera yang sudah terperangkap. Ia sadar, menangkap pencuri kera itu hanya untuk
membuatnya jera, bukan membunuhnya. Pak Tani mondar mandir di sekitar perangkap
itu, bingung dengan apa yang harus dilakukan. Sementara kera di dalam perangkap
tampak ketakutan.
Kancil
memutuskan keluar dari persembunyiannya, mendekati Pak Tani.
“Selamat
pagi pak, ada yang bisa saya bantu?” Kancil menyapa Pak Tani ramah.
“
Eh? Siapa
kamu?” Pak Tani merasa terkejut, baru kali ini ia melihat rusa kecil tanpa
tanduk bercabang.
“Saya
kancil, teman kera yang ada di perangkap itu.”
“Oh, jadi
ini temanmu? Kamu tahu, dia itu pencuri! Saya akan menghukumnya!” Ujar Pak Tani
kesal.
“Baik pak,
bolehkah saya membantu bapak?” Ujar Kancil lembut. Pak Tani terperangah. Membantu?
“Memangnya,
apa yang bisa kamu lakukan?” Pak Tani bertanya heran.
“Saya akan
menyampaikan sesuatu, tapi sebelumnya bapak harus berjanji tidak akan marah.
Bagaimana, setuju?” Pak Tani tampak berfikir keras.
“Baiklah.”
Ujarnya kemudian. Kancil Hosei merasa lega. Kera tidak berani bersuara sama
sekali, ia sudah ketakutan sampai tidak sadar sudah buang air kecil di dalam
perangkap.
“Pertama,
saya mau minta maaf. Beberapa hari yang lalu saya kelaparan dan terpaksa makan
tig abuah ketimun bapak dari ladang ini. Sungguh, saat itu saya benar-benar
lapar dan tidak menemukan makanan lain, jadi terpaksa saya mencuri.” Ujar
kancil pelan, namun cukup membuat Pak Tani terperanjat, apakah itu berarti perangkapku salah menangkap pencuri? Batinnya
penuh tanda tanya. Namun ia tetap berusaha menahan marah, sesuai janjinya.
Kancil melanjutkan ucapannya.
“Kemudian sorenya,
saya bertemu kawan saya kera ini dan bercerita tentang ketimun bapak yang
rasanya enak. Mungkin teman saya merasa lapar dan ikut mencuri juga. Kalau
bapak tahu, sesungguhnya beberapa bulan ini kami penduduk hutan semakin sulit
mendapat makanan. Hutan kami semakin sempit dan itu ulah kalian!” Kancil
setengah berteriak kepada Pak Tani.
Sejenak
kemudian, Pak Tani merasa bersalah sudah mengambil hak para penduduk hutan.
Namun ia juga sudah terlanjur berjanji akan tinggal di tempat ini.
“Aku
bingung bagaimana harus menyikapi. Kalian salah sudah mencuri, namun aku
sendiri juga salah sudah mengganggu kehidupan kalian.” Ujar Pak Tani lemah.
“Oleh karena
itu saya datang ke sini, ingin menawarkan kerjasama.” Ujar kancil mantap,
matanya menatap kedua mata Pak Tani, yang masih belum mengerti.
“Maksudnya,
kerjasama bagaimana?”
“Pertama,
saya salah dan bapak juga salah. Kita sama-sama salah. Maka seharusnya kita
saling memaafkan. Namun kesalahan tetaplah kesalahan pak, tidak adil jika
dibiarkan. Maka saya tawarkan kesepakatan kedua, kami –saya dan kera teman saya
ini- akan membantu bapak merawat tanaman di sini. Tapi sebagai upahnya, bapak
harus memberi kami makanan setiap hari. Bagaimana?” Pak Tani merasa bimbang. Bisakah binatang ini dipercaya?
“Saya rugi
dong, harus menjamin kalian kenyang setiap hari? Terus kalau kalian ingkar janji,
bagaimana?” Pak Tani menimbang-nimbang keputusannya.
“Tidak,
tidak akan. Bapak hanya perlu memberi makan jik akami benar-benar bekerja. Jika
kami ingkar janji, bapak bisa tidak percaya lagi dengan kami dan boleh menghukum
kami dengan hukuman apapun. Setuju?”
Pak Tani
akhirnya mengangguk, kemudian melepaskan kera dari perangkapnya. Sejak hari
itu, mereka bekerja pada Pak Tani, membantu menyiram tanaman mengolah laha,
memberi pupuk dan juga memanen. Kancil dan kera menjalankan kewajibannya dengan
baik. Demikian juga Pak Tani selalu menepati janji. Kancil Hosei yang baik hati
dapat menyelesaikan masalahnya dengan baik.
#OneDayOnePost
#ODOPChallenge
1 comments:
Kancil model baru... Sukaaaa... Makasih yaaa de
Post a Comment