Thursday, 2 February 2017

Jingga Mengelam

| |




Percayakah engkau, bahwa setiap hal memiliki batas waktu? Kadang semu, kadang begitu jelas menerangi kalbu. Datang bersama tanda-tanda yang kemudian menjadi masa lalu. Hidup berbatas mati. Sayang berbatas benci. Dan kamu, berbatas diriku. Begitu juga aku, terbatas pada dirimu. meski batas itu juga, semu.

Sadarkah engkau, bahwa setiap jiwa memiliki jalannya dengan sempurna. Tak peduli siapa atau dimana, ia akan sampai pada setiap ketetapan yang telah lama digariskan untuknya. Tidak seorangpun dapat menghalau, apalagi merubah cerita tanpa izin sang pencipta. Setiap jalan memiliki warna. Salah satunya adalah jngga.

Pada pagi, ia tampak merona. Memberi warna pada fajar pertama. Putih bersemu merah, kemudian jingga sejenak tampak sempurna, sebelum kuning berseri nyata. Putih akan kembali meraja, membawa terang pada semesta. Hingga kita tak lagi mengenali warna. Merah, biru, bahkan ungu berbaur menjadi satu. Hanya spektrum yang mampi pisahkan mereka, memberi kita warna yang berbeda.

Jingga, adalah warna kita. Aku dan kamu dalam rasa yang sempurna. Namun kadang putih datang mengaburkan, hitam menebar percaya bahwa engkau tak sempurna. Merah, biru, kuning, bahkan hijau melengkapi kita hingga kehilangan semuanya. Kita menjadi tanpa warna. Berbaur dengan semesta. Meniadakan rasa, memupuk ikhlas tanpa batas.

Aku percaya, pada sempurnanya rasa kita, hingga tercipta jingga. Aku percaya, untuk selalu menjaga apa yang kita rasa. Namun aku juga sadar, engkau belum benar-benar nyata. Jingga kita bak fatamorgana yang terasa benar-benar ada. Rasa kita benar sempurna.

Ruang dan waktu membentangkan jarak, namun asa satukan kita. Berharap semua segera benar nyata, sebelum datang senja. Di ujung waktu, lentera mulai menyala. Petang mulai membayang, engkau tak jua datang. Apakah salahku jika tetap menunggu? Atau waktu yang tak sudi kita bertemu?

Engkau tahu, aku rindu. Pada sosokmu, pada detak jantung, juga nafas yang tampak memburu.

Engkau tahu, aku menunggu. Kehadiranmu dalam nyata hidupku.

Engkau seharusnya tak perlu pergi, waktu itu.

Agar aku tak perlu menunggu.

Agar aku tak perlu menahan rindu.

Hingga petang datang, sosokmu tak jua menjelang

Perlahan jingga meluruh, memenuhi janji pada malam

Aku rindu suaramu.

Meski menenangkan, namun seolah mengancam. Dan tanpa rasa takut, aku menyadari banyak pilihan. Menunggumu kembali hanya seperti fatamorgana ditengah terik matahari. Namun kini senja datang, memberiku pilihan untuk meninggalkan. Aku bergeming, antara ikhlas dalam batas waktu menanti. Atau melupakan, sesuatu yang tidak bisa dihapus dari ingatan.

Jika hidup adalah ambang batas kesadaran, maka tidak semua rencana harus menjadi kenyataan. Aku memilih untuk mengikhlaskan, tanpa melupakan. Biar, ingatan mungkin akan mengusik dan memberi waktu pada masa lalu, aku tidak peduli. Bukankah bahagia cukup terbayar saat mendengar engkau bersuara? Tidak ada satupun sakit yang berhasil meraja, kecuali suaramu adalah penawarnya. Disanalah engkau hantarkan rasa percaya, bahwa aku akan mampu melewati setiap coba. Bahwa apa yang kuhadapi bukanlah hal sia-sia, dan nanti, ada manis yang menanti di ujung sana.

Terima kasih, untuk setiap kata dan kebaikan yang kini menjadi cerita. Aku ikhlas, bukan untuk melupakan. Tidak perlu lagi berharap engkau kembali, karena kita sudah miliki bahagia sendiri. Engkau boleh memilih pergi, atau kembali. Semoga jika engkau memilih yang kedua, aku belum beranjak dari sini. Namun jika engkau memilih yang pertama, semoga selalu bahagia di sana. Aku rela, untuk setiap sapa tanpa cela. langit menyaksikan mimpi-mimpi kita berbunga menjadi cita. Tidak ada lagi alasan untuk meraihnya. Bersama atau tidak, kita akan tetap menuju ke sana.

#OneDayOnePost
#Challenge
#Prolis

6 comments:

MS Wijaya said...

asikk keren kak saki :D

Dewie dean said...

Mantap ni mewakili isi hati

Wiwid Nurwidayati said...

Keren

Wiwid Nurwidayati said...

Keren

Na said...

Wow.. Saya ndak bisa komentar yang lain selain.. Keren. Saya suka tulisannya, mba Kifa.

Sang Mahadewa said...

"Kompor Gas!" kata Pakdhe Indro.
Keren ini mbk Kifah ...
Saya justru bleum bisa nulis tantangan ini

Post a Comment

Popular Posts

Blogger templates

Blogroll

About

Search This Blog

Powered by Blogger.
 

Designed by: CompartidĂ­simo
Images by: DeliciousScraps©