1.
The
Three Pillars of Evil
Bab
ini menjelaskan tentang tiga pilar utama yang menjadi instrumen “setan” dalam
sistem ekonomi. Jika saja ekonomi adalah bagian tak bernilai dari kehidupan
manusia, mungkin kita tidak perlu risau dengan dampaknya. Tapi yang menjadi
masalah adalah, bahwa ada tiga hal besar yang dianggap bagian utama dari sistem
ekonomi yang ada, namun sekaligus menjadi penyebar racun hancurnya ekonomi
suatu bangsa. Karena ekonomi merupakan salah satu jantung pertahanan kehidupan
manusia. Ia berhubungan langsung dengan kepentingan politik, pendidikan,
militer, dan semua aspek lain. Manusia tidak bisa lepas dari kehidupan ekonomi.
Maka jika ada “racun” didalamnya, bisa dipastiken berdampak seperti setetes
nila yang masuk dalam susu sebelanga. Satu tetes saja bisa merusak semuanya,
apalagi tiga?
Ketiga
hal tersebut adalah fiat money,
fractional reserve requirement, dan interest. Mari kita bahas satu per satu.
Fiat
money, adalah sebutan uang kertas yang ada saat ini, dicetak tanpa back up
logam mulia sama sekali. Dalam bab ini diilustrasikan dengan kedatangan Gaga
dan Sago yang berperan sebagai manusia modern, mempengaruhi penduduk pulau Aya
yang sebelumnya bertransaksi dengan logam mulia sebagai alat tukar dan hidup
damai. Kedatangan Gaga dan Sago memperkenalkan uang kertas yang dicetak sebagai
pengganti uang emas yang beredar. Dengan alasan lebih praktis dan elegan. Uang
emas yang sebelumnya beredarpun akhirnya harus ditukar dengan uang kertas yang
nilai intrinsiknya jauh dibawah emas, dengan konsekwensi emas mereka harus disimpan
di bank.
Namun
seiring berjalannya waktu, nilai uang kertas turun dengan sendirinya. Harga
barang semakin mahal. Ini adalah dampak alami berlakunya uang kertas. Perlahan
tapi pasti, bank menawarkan pinjaman yang menuntut uang kertas dicetak lebih
banyak, tidak sebanding lagi dengan jumlah logam emas yang disimpan. Perlahan
tapi pasti, uang emas dihapus dari instrumen moneter dan uang kertas dibiarkan
beredar bebas tanpa cadangan nilai intrinsik.
Itulah
yang terjadi saat ini. Seluruh negara di dunia menjadikan uang kertas sebagai
alat transaksi, akibatnya inflasi harus selalu terjadi. Tidak ada satupun
negara tanpa inflasi karena memang keberadaannya adalah sebuah konsekwensi.
Yang bisa manusia (atau dalam hal ini pemerintah) lakukan hanyalah berupaya mengendalikan
laju inflasi, namun tidak akan pernah bisa menghilangkannya selama alat
transaksi yang digunakan dalam kegiatan ekonomi adalah uang kertas.
Fractional
Reserve Requirement, adalah cadangan wajib yang harus disetor oleh bank umum
baik konvensional maupun syari’ah serta unit usaha syariah dan BPRS kepada bank
sentral. Rata-rata bank di Indonesia wajib menyetorkan 10% dari dana pihak
ketiga (yang diperoleh dari tabungan, giro dan deposito) kepada bank central
sebagai cadangan jika sewaktu-waktu terjadi kondisi ekonomi yang tidak
diinginkan.
Dengan
aturan main seperti ini, bank bisa leluasa meminjamkan 90 persen bagian lainnya
kepada nasabah atau para deposan yang membutuhkan. Secara logis tidak ada yang
bermasalah dari aturan ini. Namun dalam praktiknya, peraturan FRR mencmpatkan
bank secara tidak langsung sebagai agen yang turut mempengaruhi suplai uang
(money supply). Pendeknya, bank -bukan hanya Bank Sentral- telah ikut mencetak
uang. Ya, mencetak Fiat Money dan menggandakannya[1].
Bagaimana
mekanisme penggandaan uang akibat reserve requirement? Secara sederhana, jika
bank menerima uang deposan sebesar Rp. 100.000,- maka bank wajib menyetor 10%
dari 100.000 kepada bank sentral. Sehingga uang yang dipegang oleh bank adalah
90.000,-. Uang inilah yang kemudian berhak disalirkan oleh bank sebagai modal
pinjaman. Namun, ketika meminjamkan kepada debitur, bank mensyaratkan agar
debitur memiliki rekening di bank tersebut. Mau tak mau, uang yang masuk ke
rekening debitur tadi dihitung sebagai “sumber uang baru”, karena tercatat
sebagai dana pihak ketiga bagi bank.
Dengan
demikian, uang DPK yang dicatat oleh bank bukan lagi 90.000, tapi menjadi
180.000 bukan? Ini baru dari satu nasabah kecil, faktanya cara kerja bank tidak
mungkin didukung hanya satu nasabah saja. Ada jutaan nasabah dengan pola
serupa. Maka jelas, fractional reserve requirement memungkinkan bank untuk
menggandakan nominal uang nasabah tanpa harus bersusah payah. Masalah
kekurangan fisik uang, bisa dicetak karena uang kertas tidak perlu cadangan
emas seperti yang dijelaskan sebelumnya.
Interest,
adalah nama lain dari bunga. Setiap pinjaman yang diserahkan oleh bank kepada
debitur, menuntut mereka untuk membayar bunga yang sudah ditetapkan sebelumnya
sesuai suku bunga yang berlaku. Sementara untuk menarik deposan dari
masyarakat, bank juga menawarkan untuk membayar sejumlah bunga bagi mereka yang
menyimpan uangnya di bank, tentu dengan prosentase yang jauh lebih kecil
dibanding bunga yang diminta kepada debitur. Tidak peduli uang yang dipinjam digunakan
untuk apa dan oleh siapa, bank hanya tahu bahwa uang yang dipinjamkan harus
kembali tepat waktu dengan nominal yang lebih besar.
Ketiga
hal inilah yang menjadi “racun” dalam kehidupan ekonomi manusia. Fiat money,
fractional reserve requirements, dan interest. Saat ini, tidak ada satupun
negara yang berhasil mengenyahkan ketiganya dari siste ekonomi mereka, Amerika
sekalipun. Justru fiat money dari Amerika yang berwujud dollar inilah yang
menguasai perdagangan dunia dan mengendalikan pasar uang global.
Munculnya
bank dan lembaga keuangan lain yang anti riba belum bisa membendung skala animo
masyarakat terhadap interest dan fiat money. Ini karena pangsa pasar lembaga
keuangan sudan bank syari’ah masih sangat kecil jika dibanding dengan sistem
konvensional. Di Indonesia sendiri, pangsa pasar lembaga keuangan Islam terus
tumbuh setiap tahun, namun masih tidak sebanding dengan pertumbuhan lembaga
keuangan konvensional yang mencapai `15-25 kali lebih cepat.
Keinginan
untuk kembali menggunakan emas sebagai alat tukar pembayaran juga sudah
didengungkan, namun belum mendapat tanggapan masif sejumlah pihak. Apalagi di
level ekonomi menengah ke bawah, kondisi yang ada adalah bagaimana tetap bisa
hidup ditengah cekikan keadaan yang semakin lama semakin menghimpit. Jangankan
cadangan emas, bisa makan sehari-hari sudah cukup menyenangkan.
Ketika
tiga pillar setan ini “dipertemukan”, semua saling mendukung sekaligus
menjatuhkan. Pinjaman yang diberikan dalam bentuk fiat money akan menuntut bank
mencetak lebih banyak uang kertas. Karena selain dibutuhkan untuk transaksi
yang lebih besar, para debitur juga perlu mencari uang lebih banyak agar bisa
membayar bunga kepada bank. Dari sekian debitur, pasti ada nasabah yang gagal
bayar atau mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajiban. Uang kertas semakin
banyak beredar tidak sebanding dengan jumlah barang yang tersedia, terjadilah
inflasi. Para debitur semakin kesulitan membayar pinjaman. Kemiskinan bukan
lagi bayangan, karena sudah terjadi nyata. Jurang kemiskinan semakin menganga,
dan itulah fakta yang ada.
1 comments:
Keren....aku blm Baca semuanya dik saki
Post a Comment