Tuesday, 11 April 2017

Satanic Finance (1)

| |



1.     
The Three Pillars of Evil

Bab ini menjelaskan tentang tiga pilar utama yang menjadi instrumen “setan” dalam sistem ekonomi. Jika saja ekonomi adalah bagian tak bernilai dari kehidupan manusia, mungkin kita tidak perlu risau dengan dampaknya. Tapi yang menjadi masalah adalah, bahwa ada tiga hal besar yang dianggap bagian utama dari sistem ekonomi yang ada, namun sekaligus menjadi penyebar racun hancurnya ekonomi suatu bangsa. Karena ekonomi merupakan salah satu jantung pertahanan kehidupan manusia. Ia berhubungan langsung dengan kepentingan politik, pendidikan, militer, dan semua aspek lain. Manusia tidak bisa lepas dari kehidupan ekonomi. Maka jika ada “racun” didalamnya, bisa dipastiken berdampak seperti setetes nila yang masuk dalam susu sebelanga. Satu tetes saja bisa merusak semuanya, apalagi tiga?

Ketiga hal tersebut adalah fiat money, fractional reserve requirement, dan  interest. Mari kita bahas satu per satu.

Fiat money, adalah sebutan uang kertas yang ada saat ini, dicetak tanpa back up logam mulia sama sekali. Dalam bab ini diilustrasikan dengan kedatangan Gaga dan Sago yang berperan sebagai manusia modern, mempengaruhi penduduk pulau Aya yang sebelumnya bertransaksi dengan logam mulia sebagai alat tukar dan hidup damai. Kedatangan Gaga dan Sago memperkenalkan uang kertas yang dicetak sebagai pengganti uang emas yang beredar. Dengan alasan lebih praktis dan elegan. Uang emas yang sebelumnya beredarpun akhirnya harus ditukar dengan uang kertas yang nilai intrinsiknya jauh dibawah emas, dengan konsekwensi emas mereka harus disimpan di bank.

Namun seiring berjalannya waktu, nilai uang kertas turun dengan sendirinya. Harga barang semakin mahal. Ini adalah dampak alami berlakunya uang kertas. Perlahan tapi pasti, bank menawarkan pinjaman yang menuntut uang kertas dicetak lebih banyak, tidak sebanding lagi dengan jumlah logam emas yang disimpan. Perlahan tapi pasti, uang emas dihapus dari instrumen moneter dan uang kertas dibiarkan beredar bebas tanpa cadangan nilai intrinsik.

Itulah yang terjadi saat ini. Seluruh negara di dunia menjadikan uang kertas sebagai alat transaksi, akibatnya inflasi harus selalu terjadi. Tidak ada satupun negara tanpa inflasi karena memang keberadaannya adalah sebuah konsekwensi. Yang bisa manusia (atau dalam hal ini pemerintah) lakukan hanyalah berupaya mengendalikan laju inflasi, namun tidak akan pernah bisa menghilangkannya selama alat transaksi yang digunakan dalam kegiatan ekonomi adalah uang kertas.
Fractional Reserve Requirement, adalah cadangan wajib yang harus disetor oleh bank umum baik konvensional maupun syari’ah serta unit usaha syariah dan BPRS kepada bank sentral. Rata-rata bank di Indonesia wajib menyetorkan 10% dari dana pihak ketiga (yang diperoleh dari tabungan, giro dan deposito) kepada bank central sebagai cadangan jika sewaktu-waktu terjadi kondisi ekonomi yang tidak diinginkan.

Dengan aturan main seperti ini, bank bisa leluasa meminjamkan 90 persen bagian lainnya kepada nasabah atau para deposan yang membutuhkan. Secara logis tidak ada yang bermasalah dari aturan ini. Namun dalam praktiknya, peraturan FRR mencmpatkan bank secara tidak langsung sebagai agen yang turut mempengaruhi suplai uang (money supply). Pendeknya, bank -bukan hanya Bank Sentral- telah ikut mencetak uang. Ya, mencetak Fiat Money dan menggandakannya[1].

Bagaimana mekanisme penggandaan uang akibat reserve requirement? Secara sederhana, jika bank menerima uang deposan sebesar Rp. 100.000,- maka bank wajib menyetor 10% dari 100.000 kepada bank sentral. Sehingga uang yang dipegang oleh bank adalah 90.000,-. Uang inilah yang kemudian berhak disalirkan oleh bank sebagai modal pinjaman. Namun, ketika meminjamkan kepada debitur, bank mensyaratkan agar debitur memiliki rekening di bank tersebut. Mau tak mau, uang yang masuk ke rekening debitur tadi dihitung sebagai “sumber uang baru”, karena tercatat sebagai dana pihak ketiga bagi bank.

Dengan demikian, uang DPK yang dicatat oleh bank bukan lagi 90.000, tapi menjadi 180.000 bukan? Ini baru dari satu nasabah kecil, faktanya cara kerja bank tidak mungkin didukung hanya satu nasabah saja. Ada jutaan nasabah dengan pola serupa. Maka jelas, fractional reserve requirement memungkinkan bank untuk menggandakan nominal uang nasabah tanpa harus bersusah payah. Masalah kekurangan fisik uang, bisa dicetak karena uang kertas tidak perlu cadangan emas seperti yang dijelaskan sebelumnya.

Interest, adalah nama lain dari bunga. Setiap pinjaman yang diserahkan oleh bank kepada debitur, menuntut mereka untuk membayar bunga yang sudah ditetapkan sebelumnya sesuai suku bunga yang berlaku. Sementara untuk menarik deposan dari masyarakat, bank juga menawarkan untuk membayar sejumlah bunga bagi mereka yang menyimpan uangnya di bank, tentu dengan prosentase yang jauh lebih kecil dibanding bunga yang diminta kepada debitur. Tidak peduli uang yang dipinjam digunakan untuk apa dan oleh siapa, bank hanya tahu bahwa uang yang dipinjamkan harus kembali tepat waktu dengan nominal yang lebih besar.

Ketiga hal inilah yang menjadi “racun” dalam kehidupan ekonomi manusia. Fiat money, fractional reserve requirements, dan interest. Saat ini, tidak ada satupun negara yang berhasil mengenyahkan ketiganya dari siste ekonomi mereka, Amerika sekalipun. Justru fiat money dari Amerika yang berwujud dollar inilah yang menguasai perdagangan dunia dan mengendalikan pasar uang global.

Munculnya bank dan lembaga keuangan lain yang anti riba belum bisa membendung skala animo masyarakat terhadap interest dan fiat money. Ini karena pangsa pasar lembaga keuangan sudan bank syari’ah masih sangat kecil jika dibanding dengan sistem konvensional. Di Indonesia sendiri, pangsa pasar lembaga keuangan Islam terus tumbuh setiap tahun, namun masih tidak sebanding dengan pertumbuhan lembaga keuangan konvensional yang mencapai `15-25 kali lebih cepat.

Keinginan untuk kembali menggunakan emas sebagai alat tukar pembayaran juga sudah didengungkan, namun belum mendapat tanggapan masif sejumlah pihak. Apalagi di level ekonomi menengah ke bawah, kondisi yang ada adalah bagaimana tetap bisa hidup ditengah cekikan keadaan yang semakin lama semakin menghimpit. Jangankan cadangan emas, bisa makan sehari-hari sudah cukup menyenangkan.

Ketika tiga pillar setan ini “dipertemukan”, semua saling mendukung sekaligus menjatuhkan. Pinjaman yang diberikan dalam bentuk fiat money akan menuntut bank mencetak lebih banyak uang kertas. Karena selain dibutuhkan untuk transaksi yang lebih besar, para debitur juga perlu mencari uang lebih banyak agar bisa membayar bunga kepada bank. Dari sekian debitur, pasti ada nasabah yang gagal bayar atau mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajiban. Uang kertas semakin banyak beredar tidak sebanding dengan jumlah barang yang tersedia, terjadilah inflasi. Para debitur semakin kesulitan membayar pinjaman. Kemiskinan bukan lagi bayangan, karena sudah terjadi nyata. Jurang kemiskinan semakin menganga, dan itulah fakta yang ada.
To be continou

[1] Satanic Finance, hal.36

1 comments:

Wiwid Nurwidayati said...

Keren....aku blm Baca semuanya dik saki

Post a Comment

Popular Posts

Blogger templates

Blogroll

About

Search This Blog

Powered by Blogger.
 

Designed by: Compartidísimo
Images by: DeliciousScraps©