Thursday, 25 May 2017

Penulis Internasional

| |


https://storybird.com/blog/2015/5/so-you-want-be-writer-part-4/



Tahun 1776, The Wealth of Nations selesai ditulis oleh Adam Smith dan dipublikasikan. Enam bulan kemudian, karya itu menjadi best seller dan dicetak berulang kali hingga penulisnya meninggal pada tahun 1790. Isi buku yang memaparkan kebebasan ekonomi dan kemakmuran itu dianggap sebagai buku induk ilmu kemakmuran dan menjadi kiblat studi ekonomi dunia, penulisnya dianggap sebagai pelopor sistem kapitalisme dalam ilmu ekonomi.

Meskipun menjadi penyebab “yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin”, sistem ekonomi kapitalisme diakui dunia dan eksis hingga saat ini. Hingga awal abad 18 muncul sistem ekonomi sosialis yang dicetuskan oleh Robert Owen (saat ini dikenal sebagai bapak koperasi dunia), melalui bukunya yang berjudul  A New View of Society, an Essay on The Formation of Human Character (1813). Kemudian didukung oleh tokoh-tokoh sosialis dunia seperti Karl Marx, Vladimir Lenin, Che Guevara, dan lain-lain dengan karyanya masing-masing.

Apa kabar sistem ekonomi Islam? Tahun 1985, Umer Chapra menulis Towards a Just Monetary System. Beberapa puluh tahun setelah Mit Ghamr diakuisisi menjadi bank Islam pada 1963 dan menjadi tonggak bangkitnya sistem ekonomi Islam dunia. Iya, bangkit. Setelah beberapa ratus tahun sebelumnya, ekonomi Islam hanya berkembang sebatas wacana tanpa realisasi bagaimana menerapkannya dalam kehidupan nyata.

Namun jauh sebelum sistem ekonomi kapitalis dan sosialis menjamurkan pemahaman pada masyarakat dunia, sesungguhnya Islam sudah menerapkan sistem ekonomi rabbani ini pada tahun 600-an Masehi. Tepat, saat Rasulullah mulai menjadikan Madinah sebagai negara dan pusat dakwah Islam. Disanalah prinsip-prinsip ilahiyah dalam bidang ekonomi langsung dipraktekkan tanpa ditulis. Selain untuk menjaga kemurnian ayat-ayat Al Qur’an (sehingga pada masa Rasulullah hidup hanya ayat-ayat Al Qur’an yang boleh diabadikan dalam tulisan), mungkin belum ada sahabat atau tabiin yang menganggap penting menulis kitab dengan tema khusus ekonomi.

Baru pada abad tujuh masehi, Abu Yusuf menulis kitab Al Kharaj yang membahas tentang pengelolaan keuangan publik dan negara. Kemudian pada abad delapan, Abu Ubaid menulis kitab Al Amwal  yang juga membahas tentang pengelolaan uang. Kitab tentang sistem moneter dalam Islam ditulis oleh Al Mawardi pada abad ke sepuluh, dalam kitab berjudul Al Ahkam As Sulthaniyah, yang membahas tentang pengawasan pasar, hubungan pertanian dan perpajakan. Setelah itu? Literasi Islam, karya-larya para ulama dan cendekiawan muslim lenyap bak ditelan bumi bersama runtuhnya kekuasaan Islam di muka bumi.

Kitab-kitab itu kemudian merasa perlu dikaji kembali ratusan tahun setelah sistem ekonomi Islam menggeliat diberbagai penjuru negara, melalui lembaga-lembaga keuangan dan perusahaan yang berusaha menerapkan prinsip-prinsip syari’ah.

Can you see?

Buku, kitab, dan ribuan atau mungkin jutaan artikel dan jurnal yang ditulis para pendahulu kita ratusan bahkan ribuan tahun lalu sangat berpengaruh terhadap pemahaman masyarakat dunia saat ini. Terlepas dari pemahaman itu salah atau benar, baik atau buruk, kehidupan manusia saat ini dan di masa depan banyak dipengaruhi oleh tulisan. Lalu bagaimana dengan kita? Akankah bisa mewariskan pemahaman yang benar dan baik untuk generasi masa depan?

Ya, semua memang perlu proses. Begitu juga denganku. Menulis awalnya hanya sebagai bentuk “pelarian” dari kegelisahan perasaan. Semakin lama berkembang menjadi kegelisahan sosial, karena entah kenapa dan sejak kapan, aku jadi lebih sering menulis berdasarkan cerita orang atau peristiwa-peristiwa yang terjadi ketimbang tentang perasaan sendiri. Di sisi lain, aku masih harus terus belajar tentang sistem ekonomi Islam. Karena (bukan) kebetulan, aku tersesat ke jurusan yang benar mulai jenjang S1 hingga S2 yang hampir selesai ini (Insya Allah, sedang menanti detik-detik penentuan ujan Munaqosyah dari dosen pembimbing, doakan segera ditetapkan ya).

Terasa ada tanggung jawab berat, ketika memutuskan untuk terjun ke dunia literasi awal tahun 2015 lalu bersama komunitas One Day One Post. Apa yang harus kutulis dan dibaca banyak orang? Tulisan dengan warna seperti apa yang mampu kupersembahkan? Aku sempat tersesat dalam kebingungan tak berkesudahan. Sejujurnya, hingga saat inipun belum ada satu jenis tulisan yang benar-benar ingin kugeluti sampai inti sari. Selama ini ada cerpen, puisi, artikel bebas, atau sekedar curhatan yang kubagikan di blog atau media sosial. Ada juga makalah dan tesis yang lebih serius untuk kuselesaikan.

Tapi kusadari, perjalanan ini belum usai. Baru juga mulai, bagaimana mungkin selesai? Ibarat mendaki, aku baru sampai di lembahnya, beberapa langkah menuju puncak. Masih banyak tanjakan, belokan, bahkan tebing curam yang harus kutaklukkan untuk sampai di puncak dan melihat semesta dari ketinggian.

Entah sampai kapan harus terus belajar dan menulis, aku tak peduli. Tugasku hanya terus mendaki sampai puncak tertinggi. Dengan tetap menjejak bumi, ingin kugoreskan tulisan yang melangitkan visi. Aku adalah satu dari pasukan perjuangan ekonomi Islam yang berdiri di bumi ini. Menulis telah berhasil memaksaku untuk terus membaca dan belajar banyak hal. Maka biarlah terus demikian, terus menulis dan belajar banyak hal. Biar tulisan-tulisan itu menjadi agen penyebar pemahaman. Agar tetap benar dan baik, agar aku harus terus belajar dan membaca.

Maka, dengan segenap kesadaran diri aku ingin terus menulis. Aku tidak ingin membatasi tulisanku hanya tentang ekonomi. Karena hidup ini bukan hanya tentang ekonom. Hidup kita membutuhkan cerpen, puisi, artikel, kritikan, apresiasi, bahkan mungkin sarkasme. Aku ingin tetap menulis apapun yang memang perlu dibaca oleh banyak orang.

Dengan terus membaca, belajar dan meluaskan pegaulan, suatu hari aku ingin menjadi salah satu penulis dan ahli ekonomi Islam internasional, menerbitkan buku yang banyak diterjemah ke bahasa asing,  biar ekonomi Islam dipahami dan diterapkan oleh penduduk di berbagai negeri sekaligus  meluaskan manfaat dari apa yang sudah kupelajari selama ini. Mimpi masih gratis, kan? Mari maksimalkan kemampuan diri.

Menulis bukan sekedar mengabadikan peristiwa, tapi bisa jadi mengubah dunia. Maka teruslah menulis. Agar pemahaman kita tak terhenti pada satu masa, tapi bertahan selamanya.

#Challenge

1 comments:

Sabrina Lasama said...

Wooowwww!!!

Ini artikel yang penuh ilmu.

Barubtahu soal di jaman Rasul tidak ada yang ditulis selain Al Quran.

Hmmm.....woww!!

Post a Comment

Popular Posts

Blogger templates

Blogroll

About

Search This Blog

Powered by Blogger.
 

Designed by: Compartidísimo
Images by: DeliciousScraps©