![]() |
https://storybird.com/blog/2015/5/so-you-want-be-writer-part-4/ |
Tahun 1776,
The Wealth of Nations selesai ditulis
oleh Adam Smith dan dipublikasikan. Enam bulan kemudian, karya itu menjadi best seller dan dicetak berulang kali
hingga penulisnya meninggal pada tahun 1790. Isi buku yang memaparkan kebebasan
ekonomi dan kemakmuran itu dianggap sebagai buku induk ilmu kemakmuran dan
menjadi kiblat studi ekonomi dunia, penulisnya dianggap sebagai pelopor sistem
kapitalisme dalam ilmu ekonomi.
Meskipun
menjadi penyebab “yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin”,
sistem ekonomi kapitalisme diakui dunia dan eksis hingga saat ini. Hingga awal
abad 18 muncul sistem ekonomi sosialis yang dicetuskan oleh Robert Owen (saat
ini dikenal sebagai bapak koperasi dunia), melalui bukunya yang berjudul A New
View of Society, an Essay on The Formation of Human Character (1813).
Kemudian didukung oleh tokoh-tokoh sosialis dunia seperti Karl Marx, Vladimir
Lenin, Che Guevara, dan lain-lain dengan karyanya masing-masing.
Apa kabar
sistem ekonomi Islam? Tahun 1985, Umer Chapra menulis Towards a Just Monetary System. Beberapa puluh tahun setelah Mit
Ghamr diakuisisi menjadi bank Islam pada 1963 dan menjadi tonggak bangkitnya
sistem ekonomi Islam dunia. Iya, bangkit. Setelah beberapa ratus tahun sebelumnya,
ekonomi Islam hanya berkembang sebatas wacana tanpa realisasi bagaimana
menerapkannya dalam kehidupan nyata.
Namun jauh
sebelum sistem ekonomi kapitalis dan sosialis menjamurkan pemahaman pada
masyarakat dunia, sesungguhnya Islam sudah menerapkan sistem ekonomi rabbani
ini pada tahun 600-an Masehi. Tepat, saat Rasulullah mulai menjadikan Madinah
sebagai negara dan pusat dakwah Islam. Disanalah prinsip-prinsip ilahiyah dalam
bidang ekonomi langsung dipraktekkan tanpa ditulis. Selain untuk menjaga
kemurnian ayat-ayat Al Qur’an (sehingga pada masa Rasulullah hidup hanya
ayat-ayat Al Qur’an yang boleh diabadikan dalam tulisan), mungkin belum ada
sahabat atau tabiin yang menganggap penting menulis kitab dengan tema khusus ekonomi.
Baru pada
abad tujuh masehi, Abu Yusuf menulis kitab Al
Kharaj yang membahas tentang pengelolaan keuangan publik dan negara.
Kemudian pada abad delapan, Abu Ubaid menulis kitab Al Amwal yang juga membahas
tentang pengelolaan uang. Kitab tentang sistem moneter dalam Islam ditulis oleh
Al Mawardi pada abad ke sepuluh, dalam kitab berjudul Al Ahkam As Sulthaniyah, yang membahas tentang pengawasan pasar,
hubungan pertanian dan perpajakan. Setelah itu? Literasi Islam, karya-larya
para ulama dan cendekiawan muslim lenyap bak ditelan bumi bersama runtuhnya
kekuasaan Islam di muka bumi.
Kitab-kitab
itu kemudian merasa perlu dikaji kembali ratusan tahun setelah sistem ekonomi
Islam menggeliat diberbagai penjuru negara, melalui lembaga-lembaga keuangan
dan perusahaan yang berusaha menerapkan prinsip-prinsip syari’ah.
Can you see?
Buku,
kitab, dan ribuan atau mungkin jutaan artikel dan jurnal yang ditulis para
pendahulu kita ratusan bahkan ribuan tahun lalu sangat berpengaruh terhadap
pemahaman masyarakat dunia saat ini. Terlepas dari pemahaman itu salah atau
benar, baik atau buruk, kehidupan manusia saat ini dan di masa depan banyak
dipengaruhi oleh tulisan. Lalu bagaimana dengan kita? Akankah bisa mewariskan
pemahaman yang benar dan baik untuk generasi masa depan?
Ya, semua
memang perlu proses. Begitu juga denganku. Menulis awalnya hanya sebagai bentuk
“pelarian” dari kegelisahan perasaan. Semakin lama berkembang menjadi
kegelisahan sosial, karena entah kenapa dan sejak kapan, aku jadi lebih sering
menulis berdasarkan cerita orang atau peristiwa-peristiwa yang terjadi
ketimbang tentang perasaan sendiri. Di sisi lain, aku masih harus terus belajar
tentang sistem ekonomi Islam. Karena (bukan) kebetulan, aku tersesat ke jurusan
yang benar mulai jenjang S1 hingga S2 yang hampir selesai ini (Insya Allah,
sedang menanti detik-detik penentuan ujan Munaqosyah dari dosen pembimbing,
doakan segera ditetapkan ya).
Terasa ada
tanggung jawab berat, ketika memutuskan untuk terjun ke dunia literasi awal
tahun 2015 lalu bersama komunitas One Day One Post. Apa yang harus kutulis dan
dibaca banyak orang? Tulisan dengan warna seperti apa yang mampu kupersembahkan?
Aku sempat tersesat dalam kebingungan tak berkesudahan. Sejujurnya, hingga saat
inipun belum ada satu jenis tulisan yang benar-benar ingin kugeluti sampai inti
sari. Selama ini ada cerpen, puisi, artikel bebas, atau sekedar curhatan yang
kubagikan di blog atau media sosial. Ada juga makalah dan tesis yang lebih
serius untuk kuselesaikan.
Tapi
kusadari, perjalanan ini belum usai. Baru juga mulai, bagaimana mungkin
selesai? Ibarat mendaki, aku baru sampai di lembahnya, beberapa langkah menuju
puncak. Masih banyak tanjakan, belokan, bahkan tebing curam yang harus
kutaklukkan untuk sampai di puncak dan melihat semesta dari ketinggian.
Entah sampai
kapan harus terus belajar dan menulis, aku tak peduli. Tugasku hanya terus
mendaki sampai puncak tertinggi. Dengan tetap menjejak bumi, ingin kugoreskan
tulisan yang melangitkan visi. Aku adalah satu dari pasukan perjuangan ekonomi
Islam yang berdiri di bumi ini. Menulis telah berhasil memaksaku untuk terus
membaca dan belajar banyak hal. Maka biarlah terus demikian, terus menulis dan
belajar banyak hal. Biar tulisan-tulisan itu menjadi agen penyebar pemahaman.
Agar tetap benar dan baik, agar aku harus terus belajar dan membaca.
Maka,
dengan segenap kesadaran diri aku ingin terus menulis. Aku tidak ingin
membatasi tulisanku hanya tentang ekonomi. Karena hidup ini bukan hanya tentang
ekonom. Hidup kita membutuhkan cerpen, puisi, artikel, kritikan, apresiasi,
bahkan mungkin sarkasme. Aku ingin tetap menulis apapun yang memang perlu
dibaca oleh banyak orang.
Dengan
terus membaca, belajar dan meluaskan pegaulan, suatu hari aku ingin menjadi
salah satu penulis dan ahli ekonomi Islam internasional, menerbitkan buku yang
banyak diterjemah ke bahasa asing, biar ekonomi
Islam dipahami dan diterapkan oleh penduduk di berbagai negeri sekaligus meluaskan manfaat dari apa yang sudah
kupelajari selama ini. Mimpi masih gratis, kan? Mari maksimalkan kemampuan
diri.
Menulis
bukan sekedar mengabadikan peristiwa, tapi bisa jadi mengubah dunia. Maka
teruslah menulis. Agar pemahaman kita tak terhenti pada satu masa, tapi
bertahan selamanya.
#Challenge
1 comments:
Wooowwww!!!
Ini artikel yang penuh ilmu.
Barubtahu soal di jaman Rasul tidak ada yang ditulis selain Al Quran.
Hmmm.....woww!!
Post a Comment