Pagi masih berseri saat aku berangkat
ke kampus. Hari sabtu pagi, jalanan lengang. Kendaraan berjalan lancar dan
tidak kutemui satupun titik macet. Ada beberapa agenda yang harus kuselesaikan
setelah bimbingan tugas akhir kemarin sore. Pembimbing kedua meminta untuk
mencari referensi analisis data dan memperjelas interpretasi data dari
penelitian yang kulakukan. Sementara itu, waktu untuk pendaftaran ujian semakin
mendekati batas akhir.
Ayo cepat, cepat, cepat! Kamu pasti bisa!
Begitu suara hatiku.
Maka tujuan pertama hari ini adalah
perpustakaan kampus. Daripada pergi ke toko buku yang lebih jauh dan belum
tentu ada bukunya (karena setauku buku yang kucari terbitan lama), sementara di
web perpustakaan sudah menginformasikan ada stok di sana. Lagi pula, sejujurnya
belum ada budget beli buku baru. #ops
Baik, perpustakaan belum buka layanan
ketika aku sampai di sana. Petugaspun belum ada yang datang. Jam buka layanan
masih sekitar 30 menit lagi. Jadi kuputuskan menunggu dengan menulis. Saat
layanan mulai buka, aku mengambil kunci loker lalu naik ke lantai 4, tempat
buku yang kucari berada. Sama sekali tidak ada insting tragedi yang akan
terjadi di siang harinya.
Aku mengambil beberapa buku, membaca,
mengetik, dan meminjam dua diantaranya. Adzan sudah berkumandang pertanda waktu
dhuhur tiba. Aku melaksanakan shalat di lantai tiga sebelum turun dan keluar
untuk mencetak hasil revisi. Masih ada waktu sebelum menghadap pembimbing
sekitar pukul 13.30.
Saat sampai di lantai dasar, aku baru
teringat dan mencari di mana kuletakkan kunci motor terakhir kali? Setelah
memarkir motor, membuka jok dan menyimpan jaket di sana. Lalu?
Aku cek berulang kali di tas ransel, handbag yang kubawa naik, di semua saku,
hasilnya nihil. Aku mulai panik. Kukembalikan kunci loker ke tempatnya lalu
setengah berlari keluar memastikan motor masih selamat.
Hasilnya?
Motor vario biru tidak ada di
tempatku parkir tadi pagi. Sesak tiba-tiba memenuhi dada. Aku kehilangan
kata-kata. Ke mana motor itu pergi? Berat nafas yang kuhirup di bawah sengatan
teriknya matahari. Bagaimana kalau benar-benar hilang? Apa yang bisa kulakukan?
Ya Allah, itu motor pinjaman. Sungguh,
aku tak pernah merasa memilikinya sedetikpun. Itu amanah yang berusaha selalu
kujaga dengan baik. Kumohon, jangan memberiku ujian yang tak sanggup kuhadapi. Aku
merintih dalam hati, mencoba mencari ketenangan yang terselip dalam diri.
Tak jauh dari tempat asalku parkir,
ada seorang gadis dan bapak-bapak sedang sibuk mencongkel kunci.
“Kenapa, pak?” Aku mencoba memastikan
gadis itu mahasiswa kampus ini, dan bapak tersebut adalah satpam yang sedang
tidak mengenakan seragam.
“Ini, tutup kuncinya ngga bisa buka.”
Ujar gadis itu sedih. Pak satpam masih berusaha memaksakan kunci itu masuk,
membuka tutupnya dengan paksaan dan bantuan beberapa alat.
Aku termangu, ragu harus bertanya
sekearang atau menunggu bapak ini selesai?
“Kamu kenapa, mbak?” Bapak itu
akhirnya bertanya dulu.
“Ummm, ini pak, saya tadi naruh motor
di sini, tapi sepertinya kuncinya masih ketinggalan di motor....” Ucapku
menjelaskan.
“Nah, sekarang motornya di mana?”
“Itu dia pak, karena kuncinya
tertinggal, sekarang motornya ngga ada. Gimana ya pak?” Ujarku mlai panik.
“STNK? Bisa lihat?”
“STNK ada di dalam jok motor, pak.”
Ujarku lemas.
“Loh, motornya apa?”
“Vario pak, warna biru-putih.”
“Nopolnya?”
“AB 6453.... lupa belakangnya pak.” Aku masih harap-harap cemas.
“Loh, gimana toh, terus gimana, kunci
ngga ada, motor ngga ada, STNK juga ngga ada?”
Aku diam. Bingung harus jawab apa?
Bagaimana membuktikannya?
“Tadi parkir di mana?” Bapak itu
bertanya lagi.
“Di sebelah sini, pak.”
“Sekarang?”
“Ngga tahu, ngga ada lagi...”
“Coba cari dulu di sekitar sini.
Barangkalai ada yang mindah?” Tanpa menunggu perintah kedua, aku menyusuri
barisan parkir motor, meneliti satu persatu dari ujung ke ujung.
Pikiran yang panik dan hati yang tidak
bisa tenang, membuatku gagal menemukan motor vario biru-putih itu di sepanjang
pencarian.
Apakah aku telah benar-benar kehilangan?
1 comments:
Wew...beneran hilang dik?
Post a Comment