Sampai di luar, aku kembali berlari
ke tempat semula. Motor, tas yang kutitipkan dan pak satpam tidak ada lagi di
sana. Aku menoleh ke pos satpam. Pak satpam dan temannya sudah tersenyum
melihatku.
Aku kembali berlari menuju mereka,
menyerahkan fotokopi KTM dan menerima kunci. Saatnya melanjutkan rencana,
mencetak hasil revisi dan menemui dosen pembimbing di FEBI, gedungnya dekat
bandara, butuh sekitar sepuluh menit untuk sampai di sana. Waktu semakin sempit
sebelum batas waktu bertemu dosen pembimbing kedua.
Semua perasaan campur aduk itu sama
sekali tidak membuatku merasa sakit hati. Tidak, ini adalah ujian yang kulalui.
Satu kalimat pinta yang terus kuulang sepanjang melalui ujian tadi adalah: “Ya
Allah, aku percaya Engkau hanya memberi kejadian terbaik untukku. Kumohon,
izinkan aku bisa melalui semua dengan baik, izinkan aku mendapat Acc tesis hari
ini agar besok senin bisa mengurus pendaftaran ujian.” Entah, rasanya lega dan
tenang selalu mengungkapkan semua keinginan padaNya. Selebihnya, aku pasrah.
Terserah Allah, jika memang takdirku
baik untuk bisa ikut ujian periode ini dna wisuda Agustus nanti, pasti ada
jalan-jalan yang sudah disiapkanNya sedemikian rupa. Aku hanya perlu menitinya
dengan sebaik-baik usaha. Setiap detikku adalah do’a sekaligus tawakkal
padaNya. Inilah wujud penghambaanku yang masih jauh dari sempurna. Minimal,
inilah caraku untuk bergantung hanya padaNya.
Allahusshomad.
Hanya Allah tempat bergantung. Aku berusaha
untuk tidak lagi berhitung dengan logika manusia. Dosen pembimbing keduaku
memang terkenal perfeksionis. Bagaimana mungkin mendobrak pertahanan beliau
untuk memberi tanda tangan hanya dengan empat kali konsultasi setelah
menyerahkan surat pembimbing?
Hanya Allah yang bisa membuat
segalanya mungkin. Jika berhitung tentang kesalahan, aku bisa kehilangan
semangat. Kenapa baru sekarang aku berjuang menyelesaikan semuanya? Seolah begitu
tergesa. Kemana saja berbulan-bulan sebelumnya?
Tidak, aku tidak bersantai ria dan
tenggelam dalam kesibukan lain. Sejujurnya, perjalanan menyelesaikan tesis
(meskipun draft awalnya kemudian diacak-acak oleh pembimbing), adalah hasil
semedi dan perjuanganku untuk memahaminya selama berbulan-bulan. Puluhan buku,
jurnal baik bahasa Indonesia maupun english kupelajari untuk memahami alur dan
menyusun laporan penelitian. Membuat karya ilmiah selengkap mungkin seperti
tesis-tesis lain yang sudah lulus uji adalah kesibukanku siang-malam selama
beberapa bulan terakhir. Tentu saja, disamping –kadang- aku membelokkan jari
untuk membuka jendela baru dan menulis beberapa cerita atau puisi, sekedar
untuk mengusir bosan.
Ya Allah, ridhoilah perjuanganku.
Do’a ini kuulang tak terhitung kali,
bersama lafadz lain mengiringi kesungguhan permintaanku. Ini adalah salah satu hari
sabtu yang tak akan kulupa sepanjang hidup. Belum, hari belum berakhir setelah
kutemukan motor yang sempat “menghilang”. Masih ada ujian dalam bentuk lan yang
menghadang. Perjuangan mendapat tanda tangan “Sang Dosen Perfeksionis” yang
sangat berkesan. Akan kutulis dalam cerita berikutnya. Tunggu ya.
0 comments:
Post a Comment