Tuesday, 5 September 2017

Tips Menghadapi Anak Merajuk

| |



Seringkali, perasaan anak-anak tidak stabil. Tiba-tiba senang, tiba-tiba ngambek, menangis, atau merajuk. Bermain Bersama anak-anak yang sedang bahagia memang menyenangkan. Beda rasanya dengan menghadapi anak yang sedang merajuk. Diberi ini, menolak, ditawari yang lain, malah diam, atau menangis tak karuan. Seolah orang dewasa disekitarnya dituntut untuk bisa membaca pikiran dan isi hatinya. Tapi jika diperhatikan, setiap hal yang dirasakan oleh anak pasti memiliki sebab. Entah sebab itu logis atau tidak bagi orang dewasa, bagi anak-anak sebab itu patut dipertahankan sehinga mereka rela merajuk atau menangis tiba-tiba.


Ops, saya sendiri belum punya anak. Menikah saja belum, Ops #curcol. Tapi pengalaman mendampingi anak-anak selama ini saya coba tuliskan, semoga bermanfaat. Ilmu sebelum amal, insya Allah begitu. Biar nanti sudah siap menghadapi segala kemungkinan ketika waktunya tiba. Inilah beberapa hal yang harus kita lakukan ketika menghadapi anak yang sedang merajuk:
Saat Adek merajuk tanpa alasan logis, hiks

Pertama, kenali sebabnya. Setiap hal terjadi karena sebuah alasan. Begitu juga apa yang terjadi pada anak. Jika anak tiba-tiba menangis, pasti ada sesuatu. Kita harus peka, mengingat apa yang dilakukannya sebelumnya, bersama siapa, atau cara yang paling enak adalah bertanya, ada apa? Ya! Pancing anak untuk bercerita tentang sebab tangis atau marahnya. Jangan kaget jika kadang, alasan anak-anak merajuk sama sekali tidak logis.

Afizah misalnya, kemarin saat berjalan pulang dari toko, sampai di depan toko sebelah tiba-tiba menangis. Saat kutanya, “Adek kenapa?” dijawabnya, “Minta sama pakpoh… di antar pakai motornya pakpoh…” Sambil terus menangis. Pakpuh: Bapak sepuh, adalah sebutan sama seperti pakdhe: Bapak Gedhe, kakak dari orang tua kita. Iya, Afizah minta diantar pulang oleh ayahku yang saat itu sudah di rumah, sekitar 30 KM dari sini. Alamak! Rasanya pengen tepok jidat. Padahal beberapa detik sebelumnya dia masih tersenyum berpamitan dengan pegawai di toko, mau pulang.

Sebelumnya memang kami ke toko diantar ayah, sekalian jalan karena ayah mau pulang naik motor. Ketika ayah pulang, kami ditinggal di toko. Tadi dipamiti sudah bilang iya, kenapa sekarang tiba-tiba merajuk? Apa yang harus saya lakukan? Afizah tak mau pulang jalan kaki, itu intinya. “Adek, pakpuh sudah di rumahnya. Jauh dari sini. Kan tadi sudah pamit?” “Mau telpon sama Pakpuh…” Rengeknya.

Ada saat dimana anak merajuk dengan alasan yang benar. Tapi kadang juga anak merajuk tanpa logika. Kita harus pandai membedakannya, agar tidak salah menyikapi tingkah anak yang memang butuh ekstra kesabaran menghadapi. Okey, mau telpon. Kuminta adek untuk menyelesaikan dulu tangisnya. “Kan jelek, masa telpon sambil nangis? Nanti adek ngga bisa ngomong dengan jelas…” Ujarku dengan suara tak kalah syahdu untuk merayu.

“Mau balik ke toko… Ngga mau pulang…” Hufft, memang sejak tadi aku yang mengajaknya pulang. Kami tinggalkan rumah sejak sore, sampai waktu isya’ saat adek merajuk, tentu tak ada yang menyalakan lampu. Tapi dengan begini, adek tentu tak mau dipaksa pulang. Meninggalkannya di toko juga bukan solusi, karena dia tak mau ditinggal. Siapa yang harusnya mengalah? Anak-anak? Memaksa hanya melukai perasaan mereka.

Kami kembali ke toko, mencoba telpon ayah yang ternyata sedang mandi. Setelah melalui dialog yang sedikit panjang, akhirnya adek mau pulang diantar pegawai toko naik motor. Duh, kenapa ngga dari tadi aja begini sih, dek? Hehehe.

Sabar kakak, sabar ya… butuh waktu untuk membuat anak mengerti.

Sampai di rumah, merajuknya sudah selesai. Dia bisa telpon dan ngobrol langsung sama pakpuh-nya, bahkan laporan kalau tadi sudah nangis karena pengen diantar pulang sama Pakpuh!

Jadi, yang harus kita lakukan saat anak merajuk adalah menemukan alasannya. Jika sudah, maka langkah selanjutnya adalah dekati dan beri pengertian apa yang sedang terjadi. Ingat, tidak perlu berbohong kepada anak. Kebohongan pertama akan mengantar kita pada kebohongan berikutnya, begitu terus. Sampai kita terbawa ke neraka. Mau?

Ketika anak belum bisa diberi pengertian, maka biarkan dia menuntaskan emosinya. Entah dengan menangis, teriak, atau bahkan gulung-gulung dilantai, abaikan sejenak sampai dia merasa puas. Nanti ada saat dimana dia merasa bosan dan bisa diberi pengertian. Jika diberi pengertian tidak juga membuatnya paham, bisa diberi alternatif pilihan yang lebih ringan bagi kita dari pada permintaannya. Biasanya mereka bisa diarahkan dengan pilihan-pilihan. Jangan biarkan anak-anak terpaksa menjalani sesuatu tanpa tahu alasannya. Selamat mencoba.


Akan lebih mudah “mengendalikan” anak ketika sudah paham. Tapi memang membuat mereka paham maksud kita, biasanya memakan cukup banyak waktu. Bisa jadi mengganggu jadwal kita yang lain. Tapi percayalah, ini lebih singkat dibanding jika kita memaksa, kemudian melukai hatinya. Luka itu akan terbawa sampai ia dewasa.

0 comments:

Post a Comment

Popular Posts

Blogger templates

Blogroll

About

Search This Blog

Powered by Blogger.
 

Designed by: Compartidísimo
Images by: DeliciousScraps©