Sunday 17 December 2017

Baper Parah

| |



Ini bukan soal usia yang memang sudah waktunya sering sekali mendapat pertanyaan yang sama: “Kapan nikah?”. Bukan pula soal undangan nikah dari teman, sahabat, bahkan adik kelas dan tetangga yang menurut perasaan, kemarin masih unyu-unyu ngeselin. Eh, mau nikah duluan. Bukan pula soal menghadapi riweuh nya tante, bulik, saudara jauh, bahkan orang-orang yang bukan siapa-siapa, begitu semangat mencarikan jodoh, mengenalkan dengan orang-orang asing, ah entah siapa saja, yang aku tak benar-benar bisa peduli pada semua itu.


Sudah beberapa bulan yang lalu aku tahu, salah dua (bukan hanya salah seorang) anggota keluarga besar keluarga ODOP akan menikah. Ya, secara sejak beberapa bulan yang lalu, entah bagaimana aku bisa menangkap sinyal “rasa” diantara mereka. Meski tetap saja aku diam. Eh, ini hoax. Aku ngga bisa jadi pendiam yang baik di group ODOP. Percayalah, aku sering nimbrung merecoki mereka. Ehm, akhirnya beberapa hari yang lalu mereka menyampaikan undangan pernikahan di group. Alhamdulillah, bahagia sekali rasanya.

Baper? Pasti. Tapi masih dalam skala aman. Baper karena undangan itu biasa. Paling akhirnya cuma mikir, “Bisa datang ngga, ya?” Selebihnya, kalau bisa datang ya alhamdulillah. Bisa ketemu, saling mendoakan, mengucapkan selamat, lalu pulang. Kalau ngga bisa, setidaknya tetap bisa mendoakan dari jauh, Alhamdulillah.

Dua orang calon mempelai ini bertemu di group ODOP. Dunia maya yang awalnya tak ada tatapan mata. Hanya ada bincang kata dan bercanda yang… ya, semua terjadi di dunia maya. Lalu bagaimana “rasa” itu tercipta? Hanya Allah dan mereka yang tahu jawabannya. Mungkin tulisan tangan mereka saling berkenalan, saling tertarik kemudian. Lalu rasa turut mengambil bagian. Logika dan rasa mengadakan konspirasi rahasia, lalu keyakinan itu tercipta. Ya, keyakinan untuk melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan. Mengikat hubungan dalam perjanjian berat yang disebut sebagai “mitsaqon ghalidzan”. Allahu… betapa sederhana keputusan untuk menikah itu diambil, ketika semua sesuai dengan ketetapanNya.
***


Pagi yang cerah, sedikit mendung tapi tak masalah. Hatiku masih cerah. Hari libur sih, jadi tak ada agenda khusus. Kecuali, pekerjaan rumah dan PR belajar yang harus kuselesaikan. Ops, sama saja ya? Libur apanya?

“Ki, mau ikut?” Suara Om, aku bergegas ke tangga dan memastikan Om paham bahwa aku tak ingin ikut. Ada acara jalan sehat pagi ini di Alun-alun. Om sekeluarga (beserta adik-adik yang sedang libur panjang semester tentu saja) akan ikut acara itu. Kalau bisa memilih, aku lebih ingin ikut aksi di Monas hari ini. Hatiku ada di sana, bersama jutaan ummat yang juga menyatukan hati karenaNya. Sungguh, kebersamaan mereka di sana, membuat hatiku berdarah. Baper parah.

Hari ini aku ingin di rumah saja. Mengerjakan PR, membereskan rumah, main ke toko, sepedaan nanti kalau sudah selesai semua kerjaan. “Ki, kalau ngga ikut, nanti belanja sama tolong tengokin toko ya? Hari ini Cuma ada tiga anak yang jaga. Ngga papa?” Dalam tubuh tanteku mengalir darah pengusaha sejati. Jadi sesibuk apapun, masih sempat memikirkan usahanya berjalan baik-baik saja. Aku belajar banyak darinya. “Oke, siap Tan,” sahutku ringan. “Sama ini, minta tolong rekap catatan keuangan, A-B-C-D-E…… Z” Hehe, kalian tak ingin tahu detilnya kan? Jadi tak perlu kuceritakan. “Oke, 86 copy.” Jawabku sambil hormat bendera, maksudku, telapak tangan menempel di pelipis dengan sikap siap. Tante tersenyum sambil bersiap.

Ternyata ujian hari ini tak cukup sampai pada hati yang berdarah karena tak bisa ikut aksi di Monas. Karena tak lama kemudian, kubuka HP karena ada chat yang masuk. “Waah, di group sampai di pingit juga.” Oh, ternyata dari calon pengantin. Aku hampir tertawa meledak. Memang beberapa menit sebelumnya, aku keluarkan kedua calon mempelai dari group. Biarkan mereka merasakan pingitan sebenarnya.

“Sabar ya, Cuma sementara kok,” jawabku beberapa detik kemudian.


“Baiklah baiklah… Lagi merapikan kamar untuk calon raja, nih.” Aku membaca kalimat tersebut, lalu tiba-tiba gerimis turun. Membasahi hatiku yang sudah berdarah.

#OneDayOnePost
#tantangan3Fiksi
#NoSaltik

7 comments:

Unknown said...

Baper biasanya sakit tapi gak berdarah. Hihi... Sabar kakak cantik :)

Na said...

Waah.. Malah gerimis. Maafkan 😭😭😭
Nanti kita ke Monas sama sama yaa.

Ilmi Tamami said...

Baper tingkat akut kak...
Semoga Allah menyegerakan apa yg sudah ditunggu2. :)

Wakhid Syamsudin said...

Wah baper parah beneran ini mah!

Baca Cerita said...

Saat pertanyaan-pertanyaan itu mulai menghujam beruntun tanpa jeda tanpa mengenal waktu pun tempat😂😂

Asmara Na La said...

“Baiklah baiklah… Lagi merapikan kamar untuk calon raja, nih.” Aku membaca kalimat tersebut, lalu tiba-tiba gerimis turun. Membasahi hatiku yang sudah berdarah.

Duh mbak saki kata-kata itu bikin baver...

Unknown said...

Bikin syedih

Post a Comment

Popular Posts

Blogger templates

Blogroll

About

Search This Blog

Powered by Blogger.
 

Designed by: Compartidísimo
Images by: DeliciousScraps©