Ambang pintu
rumahnya tertutup rapat, halaman dan isinya tampak lengang. Aku memilih meneruskan
pejalanan. Dia sudah pergi.
“Apa kau sangat
berharap bertemu dengannya?” Suara dalam kepalaku bertanya nyaring. Sehingga menimbulkan
bunyi: ngiiing.. “Aw!” Gaduhku sambil memegang kepala yang nyeri. Mungkin ini
hanya akibat lelah seharian mengikuti seminar kepenulisan, atau karena semalam kurang
tidur. Motor kulajukan dengan kecepatan sedang. Khawatir jika terlalu cepat,
tidak bisa menjaga keseimbangan. Jika terlalu lambat, perjalanan menjadi lebih
panjang.
“Apa kau sangat
berharap bertemu dengannya?” Pertanyaan itu berulang kala nyeri dalam kepala
perlahan menghilang. Hatiku bimbang. Menimbang perasaan yang entah,
terombang-ambing oleh ketidakpastian.
Dua atau tiga
tahun, aku tidak sekalipun melihat batang hidungnya. Entah Ramadhan tahun
berapa, terakhir pertemuan kami di rumah salah seorang kawan. Aku tidak
benar-benar mengingatnya. Lagi pula pertemuan itu biasa saja. Hanya menampakkan
muka, saling menyapa, bertukar cerita ala kadarnya, lalu makan bersama puluhan
teman lain yang kemudian ramai mencipta suasana. Selepas itu, aku pulang.
Kalau boleh
jujur, aku menangkap sesuatu yang berbeda di matanya. Satu pesan yang sulit
terbaca. Mungkinkah dia pikir perpisahan kami selama ini mendidikku menjadi
cenayang? Yang cukup bisa mengerti maksud bahasa isyaratnya tanpa kata? Oh,
terima kasih. Lebih baik aku menahan dan membiarkan diri tak paham dengan sorot
mata penuh makna itu.
Dan sekarang? Dia
pulang. Menerbitkan harapan akan sebuah pertemuan. “Apakah aku sangat ingin
bertemu? Lalu mau apa?” Pertanyaan itu kembali membayang. Aku tak bisa menjawab
sepenuh keyakinan.
Siang masih
terik saat aku sampai di halaman rumah. Beruntung, ada pohon manga besar yang rindang,
tumbuh di halaman. Aku tidak membawa motor langsung masuk ke tempat parkir
biasa, melainkan memarkirnya di bawah pohon mangga dan duduk di bangku panjang
yang tersedia. Semilir angina bertiup menenangkan.
“Sudah,
biarkan dia bahagia dengan pilihannya.” Ujar hatiku yang lain memberi peringatan.
4 comments:
Kadang melepaskan bisa jadi obat terbaik untuk kegundahan diri kita. Orang bilang itu namanya ikhlas ☺
Cenayang itu apa?
ikhlas, seperti surat Al Ikhlas yang tidak menyebut kata ikhlas ya kak? hehe
cenayang itu dirimu. Hehehe...
ngga ding, cenayang itu peramal, bisa melihat isi hati atau masa depan tanpa penjelasan
Post a Comment