“Hei, udah waktunya
istirahat.”
“Iya, sebentar
lagi. Nanggung.”
“Waktunya makan.
Jangan telat…”
“Iya…” Lalu
berangkat beberapa jam kemudian.
Begitulah. Seringkali,
awalnya kita suka menunda, menyepelekan hal-hal penting untuk hal lain yang
kita anggap lebih penting.
Beberapa hari
kemudian, “Kamu kenapa? Kok pucat sih?”
“Pusing, ngga
enak badan.”
“Istirahat, gih.
Makan, minum jangan telat.”
“Iya, bentar
lagi”
Lalu pingsan.
Satu jam kemudian,
kondisinya sudah stabil. Jarum infus menancap di lengan kirinya.
Manusia-manusia
keras kepala semacam itulah yang di satu sisi, sangat produktif. Tapi di sisi
lain, adalah para calon pasien dengan tingkat kebandelan tertinggi.
Cerita di atas
terinspirasi dari beberapa orang yang sudah mengalami kejadian serupa. Aktifitas
yang padat membuat kita sering lupa makan, mengukur asupan gizi, juga
mencukupkan waktu itirahat. Adakalanya kita berpikir “perjuangan membutuhkan
pengorbanan” berupa perasaan harus menahan diri dari rasa lapar, haus, dan
keinginan tubuh untuk menikmati peraduan layaknya pengangguran.
Di saat seperti
itulah seringkali kita lupa, bahwa tubuh memiliki haknya untuk melakukan regenerasi
sel secara sempurna, melaksanakan system metabolism tubuh dengan baik, juga
melakukan penyembuhan-penyembuhan alami terhadap kerusakan-kerusakan yang timbul
di berbagai organ tubuh.
Kita memperlakukan
tubuh layaknya mesin yang bisa ditekan tombol ON dan OFF kapanpun kita mau,
meminum obat untuk meredakan rasa sakit atau sekedar menunda rasa sakit itu
agar bisa menyelesaikan amanah. Sampai akhirnya, kita dipaksa untuk merasakan
sakit dan benar-benar harus istirahat total.
Nah, saat sakit itulah, sesungguhnya itu
adalah nikmat. Sakit membuat kita bisa benar-benar istirahat, merasakan enaknya
sehat. Saat itulah kita bisa berkontemplasi, merenungi nasib diri dan evaluasi
atas apa yang sudah terjadi. Apakah kita sudah memberikan hak tubuh dengan baik
dan benar?
Sakit itu
nikmat. Karenanya dosa-dosa terangkat. Betapa beruntung menjadi hamba yang ta’at,
bahkan sakitnya meringankan beban siksa di akhirat. Betapa indah mengikuti
sunnah, merasakan sakit berarti menjadi jalan menuju taubat.
3 comments:
Hmm...pengalaman ya? "Makanya jangan telat makan".......
Dan aku nggak mau sakit.
Karena sakit itu mahal dan nggak nikmat
Nggak mau sakit. Meskipun penggugur dosa. Kerjaan rumah numpuk
Post a Comment