Tentu sobat muda pernah mengenal kata
ini, atau setidaknya mendengar. Bias anya zuhud diidentikkan dengan
orang yang menjauhkan diri dengan kehidupan duniawi, hidup serba
pas-pasan, dan lain sebagainya yang biasa disebut dengan kesederhanaan.
Lalu apakah sebenarnya zuhud itu? Sobat muda yang dirahmati Allah,
jika kita mengenal sosok para sahabat utama Rasulullah, atau setidaknya
membaca risalah mereka, kita dihadapkan pada kisah-kisah yang
menakjubkan, dimana mereka mampu menyumbang untuk keperluan perang
hingga ribuan dinar. Padahal jika dinilai dengan mata uang rupiah saat
ini, 1 dinar= sekitar Rp. 1.350.000,-!! Bayangkan bagaimana kehidupan
para sahabat pada masa itu. Apakah mereka hidup dengan bergelimang
harta??Dikisahkan bahwa Utsman bin Affan yang menyumbangkan setengah hartanya untuk kepentingan islam. Padahal ia terkenal sebagai saudagar yang kaya raya. Umar bin Khottob yang menyumbangkan segaian besar hartanya untuk berperang di jalan Allah. Lalu Abu Bakar As Shiddiq menyumbangkan seluruh hartanya untuk keperluan perang, bahkan ia hanya meninggalkan Allah dan RasulNya untuk keluarganya. Abdurrahman bin ‘auf yang menikah dengan mahar emas seberat biji kurma, padahal ketika itu ia baru hijrah 1 bulan di madinah. Beliaulah salah satu sosok hartawan kala itu, saat meninggal beliau mewariskan tidak kurang dari 80.000 dinar untuk masing-masing istrinya dan puluhan ribu dinar yang lain disumbangkan untuk kepentingan kaum muslim. Setelah Rasulullah wafat, Ardurrahman bin ‘Auf r.a pula yang memenuhi kebutuhan para ummahatul muslimin, subhanallah…
Ya, mereka memang bergelimang harta. Bagi kita yang suka membaca sejarah, kita akan tahu bahwa masyarakat arab termasuk masyarakat yang hedon dan gemar memamerkan prestise. Maka tak perlu heran jika mereka terbiasa dengan kehidupan yang serba mewah. Tapi setelah islam datang, Rasulullah mengajarkan pada para Assabiqunal Awwalun untuk mencintai islam melebihi apapun. Bahkan diri mereka sendiri. Ya, mereka lebih mencintai islam. Allah dan RasulNya, lebih dari harta, jiwa, bahkan keluarga dan orang-orang yang menyayangi atau mereka sayangi. Subhanallah…
Zuhud, menurut bahasa berarti berpaling dari sesuatu karena hinanya sesuatu tersebut dan karena (seseorang) tidak memerlukannya. Dalam bahasa Arab terdapat ungkapan “syaiun zahidun” yang berarti “sesuatu yang rendah dan hina”. Menurut Ibnu Qayyim Al Jauziyah, zuhud adalah tidak terlalu bahagia ketika menerima duniawi dan tidak sedih ketika kehilangan duniawi. Dalam redaksi yang lain disebutkan : sebagaimana dinukil oleh muridnya, Ibnu al-Qayyim – bahwa zuhud adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat demi kehidupan akhirat. Orang yang zuhud akan senantiasa bersyukur dan membelanjakan hartanya di jalan Allah ketika mendapat rizqi. Pun mereka tidak bersedih ketika kehilangan harta atau kesenangan yang sifatnya duniawi. Karena mereka sadar, bahwa duniawi, berupa harta, jabatan, keluarga, atau apapun yang mereka kuasai di dunia ini pada hakikatnya adalah milik Allah semata. Semua ini hanyalah titipan. Kapan saja titipan itu boleh dipercayakan atau diambil oleh pemiliknya. Kapan saja.
Allah berfirman:
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al-Hadid: 20)
Orang yang zuhud menerima setiap ketetapan Allah dengan penuh keikhlasan. Ibarata tukang parkir, ia hanya menerima titipan. Ia tidak akan bergembira ketika diamanahi banyak mobil, motor, baik yang mewah atau sederhana. Pun ia tak merasa kehilangan ketika barang-barang titipan itu diambil kembali oleh pemiliknya. Ya, zuhud adalah perbuatan hati. Untuk mengutamakan Allah, RasulNya, dan islam diatas segalanya. Jauh melampaui dimensi cinta terhadap segala sesuatu yang manusia anggap berharga terkait urusan duniawi. Karena semua ini hanya fana, sementara semata. Sedangkan islam mengajarkan kita untuk setia hanya kepada dzat yang menguasai segalanya, dunia dan isinya, bahkan alam semesta.
Sifat orang yang zuhud, diantaranya adalah apa yang ada di sisi Allah lebih dia percayai daripada apa yang ada di tangannya sendiri. Hal ini timbul dari keyakinannya yang kuat dan lurus terhadap kekuasaan Allah. Kedua, Apabila terkena musibah, baik itu kehilangan harta, kematian anak atau yang lainnya, dia lebih mengharapkan pahala karenanya daripada mengharapkan kembalinya harta atau anaknya tersebut. Hal ini juga timbul karena keyakinannya yang sempurna kepada Allah. Dan ketiga, Baginya orang yang memuji atau yang mencelanya ketika ia berada di atas kebenaran adalah sama saja. Karena kalau seseorang menganggap dunia itu besar, maka dia akan lebih memilih pujian daripada celaan. Hal itu akan mendorongnya untuk meninggalkan kebenaran karena khawatir dicela atau dijauhi (oleh manusia), atau bisa jadi dia melakukan kebatilan karena mengharapkan pujian. Jadi, apabila seorang hamba telah menganggap sama kedudukan antara orang yang memuji atau yang mencelanya, berarti menunjukkan bahwa kedudukan makhluk di hatinya adalah rendah, dan hatinya dipenuhi dengan rasa cinta kepada kebenaran.
Sobat muda, cinta itu fitrah. Kepada harta, wanita, anak-anak, atau lainya. Karena itulah yang menjadikan kehidupan duniawi terasa indah. Tapi jika kita sadari bahwa cinta tertinggi seorang mukmin adalah untuk Allah dan RasulNya, maka yang lainya akan jauh terasa lebih indah dari rasa cinta itu sendiri. Itulah alasan kenapa pada mukmin sejati, para sahabat utama, atau para mujahid yang kita kenal saat ini, rela jiwa raga mereka korbankan demi kejayaan islam. Bukan lagi tujuan duniawi yang ingin mereka raih.
Itulah zuhud, itulah konsekwensi iman…
Wallahu a’lamu bi as shawab…
*repost, sempat dipublikasikan oleh penulis di halaman lain
1 comments:
Jazakillah ustdzah.
Post a Comment