Mungkin
sudah banyak yang tahu bahwa bunga bank (konvensional) itu sama dengan riba? Tapi
mungkin juga belum. Buktinya, masih banyak umat Islam yang (mungkin tidak
sengaja) melanggar atau sengaja melakukan dosa besar?. Sebelum membahas lebih
jauh, ada baiknya kita kenali dulu apa dan siapa riba.
Di dalam Al
Qur’an kariim, riba disebut sebanyak 6 kali (menurut terjemah Bahasa Indonesia).
Yaitu pada surah Al Baqoroh sebanyak 3 ayat : 275, 276, 278, Ali Imron 130, An
NIsa’ 161, dan Ar Ruum 39. Menurut kamus Bahasa arab, riba berarti tumbuh atau
bertambah. Sedangkan menurut bahasa, riba dapat diartikan pertumbuhan, peningkatan,
bertambah, meningkat, menjadi besar, besar, juga digunakan dalam pengertian
kecil.
Lalu apa
hubungannya bunga bank dengan riba?
Ada beberapa
macam riba, diantaranya adalah riba dalam bentuk hutang atau pinjaman dan riba
dalam bentuk jual beli. Riba dalam bentuk hutang dapat berupa riba jahiliyah
dan riba qordh, yaitu tambahan yang disyaratkan oleh pemberi pinjaman kepada
peminjam terhadap besaran hutang baik akibat ketidakmampuan peminjam
mengembalikan tepat waktu atau disyaratkan sejak awal oleh pemberi pinjaman.
Sedangkan
riba dalam bentuk jual beli dapat berupa jual beli barang ribawi secara tidak
tunai (missal emas degan emas, uang dengan uang, beras dengan beras, dsb) yang
disebut riba nasi’ah. Atau jual beli (tukar menukar) barang sejenis dengan beda
kadar, kualitas, dan timbangan tanpa proses penyetaraan dengan harga yang
berlaku, misalnya beras baik 1 kg ditukar dengan beras kualitas rendah sebanyak
1,5 kg, kurma kering dengan kurma basah ditukar tanpa menghitung harga pasaran
masing-masing barang, ini disebut sebagai riba fadhl.
Jika kita
perhatikan, bunga bank adalah besaran “tambahan” yang harus dibayar atau
diterima oleh nasabah bank. Besarannya pasti (meskipun bunga bersifat
fluktuatif, namun jelas wajib ada) sesuai dengan ketetapan bank yang didasarkan
pada tingkat suku bunga bank sentral. Sedangkan riba menurut istilah fuqaha’
(ahli fiqih) ialah memberi tambahan pada hal-hal yang khusus.
Islam mengajarkan
bahwa setiap hutang harus dibayar lunas sesuai dengan besaran hutang. Tanpa syarat
tambahan atau kelebihan dari nominal hutang, karena yang demikian itulah riba. Missal,
A pinjam uang 100 ribu kepada B, belum tahu akan mengembalikan kapan. Apapun yang
terjadi, hutang tersebut tetap senilai 100 ribu meskipun A baru bisa mmbayar
hutang kepada B 3 tahun kemudian. B tidak boleh meminta A untuk membayar lebih
dari 100 ribu dengan alasan apapun, karena akad di awal adalah hutang. Tentu beda jika transaksi yang terjadi adalah jual beli, sewa menyewa, atau investasi
dengan jumlah tertentu.
Jika B
mengajukan syarat pengembalian uang yang dipinjam oleh A sejumlah tambahan
tertentu, maka itulah riba. Sifat atau karakter pinjam meminjam inilah yang kita
dapati pada mekanisme bunga bank. Meski di satu sisi adanya bunga bank
merupakan konsekwensi dari adanya inflasi, hasil dari sebuah proses investasi,
atau alasan lain yang menyebabkan “kewajaran” timbulnya bunga, ulama
internasional memutuskan bahwa bunga bank sama sifatnya dengan riba, sehingga
hukumnya haram.
Sama seperti
transaksi pinjam meminjam pada bank (konvensional, siapapun yang meminjam
kepada bank, maka harus siap membayar bunga. Tidak peduli orang yang meminjam
itu untuk keperluan apa, bisa atau tidak mengembalikan tepat waktu sesuai
jumlah pinjaman ditambah bunganya, peraturan tetap peraturan, system telah
berjalan demikian. Siapapun yang menabung (investasi) kepada bank, maka berhak
atas bunga. Tidak peduli yang menabung ini ingin atau tidak menerima bunga,
ketetapan tetaplah ketetapan.
Di Indonesia,
lembaga independen ulama yang berhak menyatakan halal atau haramnya sesuatu
adalah Majelis Ulama Indonesia. Melalui fatwa MUI Nomor 1 Tahun 2004, MUI
menyatakan bahwa bunga bank (konvensional) adalah HARAM.
Jika anda
ingin membaca fatwa tersebut secara lengkap dapat diunduh disini.
Rujukan dalil
yang digunakan oleh MUI dalam menentukan haramnya bunga bank adalah Al Qur’an
dan hadits shahih. Yaitu beberapa ayat Al Qur’an yang jelas menyebut kata “riba”
baik dalam ayat maupun versi terjemahnya, dan beberapa hadits yang menyebutkan
bahwa Rasulullah SAW dengan sangat jelas melarang praktek riba dan
menggolongkannya sebagai salah satu dosa besar.
Bahkan
dalam salah satu hadits menyebutkan, “Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata,
Rasulullah bersabda: “Riba memiliki tujuh puluh (pintu) dosa; dosanya yang
paling ringan adalah (sama dengan) dosa orang yang berzina dengan ibunya.” (HR.
Ibn Majah)
JIka yang
paling rendah hukumnya sama dengan zina dengan ibu, bagaimana dengan dosa riba
yang paling berat? Dalam hadits yang lain disebutkan siapa saja pihak yang
jelas-jelas (terkena) dosa riba:
Dari Jabir
r.a., ia berkata: “Rasulullah s.a.w. melaknat orang yang memakan (mengambil)
riba, memberikan, menuliskan, dan dua orang yang menyaksikannya.” Ia berkata:
“Mereka berstatus hukum sama.” (HR. Muslim).
Jadi, masih
mau terlibat dengan bunga bank?
1 comments:
Itulah mengapa, Islam mengajarkan menggunakan dinar-dirham sebagai pembayaran.
Uang kita sekarang ini hanya berupa kertas yg berisi angka2. Dari sanalah, konon, sumber riba itu berasal...
Post a Comment